Menyingkap Strategi Harga Jual Mobil Toyota di Saat Dolar Tinggi

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih cukup tinggi.Tercatat, pada perdagangan hari ini, Kamis 26 Juli 2018, masih berada di kisaran Rp 14.437 per dolar AS.

oleh Arief Aszhari diperbarui 26 Jul 2018, 19:08 WIB
Keunggulan Toyota Avanza dan Veloz sehingga menjadi incaran dan "idaman" masyarakat Indonesia adalah fitur keselamatan yang lengkap.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah (AS) cukup tinggi. Tercatat, pada perdagangan hari ini, Kamis 26 Juli 2018, masih berada di kisaran Rp 14.437 per dolar AS.

Melihat kondisi tersebut, banyak agen pemegang merek (APM) di Tanah Air yang harus menaikan harga jual kendaraannya. Meskipun begitu, masih ada juga pabrikan yang memang menahan harga jualnya dengan berbagai alasan. Salah satunya PT Toyota Astra Motor (TAM).

Dijelaskan Executive General Manager PT TAM, Fransiscus Soerjopranoto, pihaknya melakukan strategi hedging atau lindung nulai kurs. Dengan strategi ini, raksasa otomotif asal jepang ini bisa melindungi risiko atau nilai hutang jika ada perubahan nilai mata uang.

"Sebagai perusahaan sebesar PT TAM, dan melakukan joint venture antara Toyota dan Astra pasti mengenal hedging. So far posisi kita masih aman (tidak menaikan harga jual kendaraan)," jelas pria yang akrab disapa Soerjo saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selain strategi tersebut, Toyota memang masih melihat dan menunggu perkembangan nilai tukar mata uang ini. Pasalnya, pemerintah juga tengah berusaha untuk menaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

"Pemerintah lagi berusaha untuk menurunkan harga dolar, jika kita menaikan harga dan saat dolar turun, apa yang mau dilakukan oleh pelaku industri," tegasnya.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Selanjutnya

Sementara itu, pihak Toyota sendiri melihat, kenaikan harga karena dolar dan pastinya berhubungan dengan harga bahan baku jika kenaikan dolar tidak masuk akal. Contohnya, kenaikan harga dolar pada 1998, hingga 15 persen.

"Jika kenaikan harga dolar melonjak parah, dan melewati batas hedging pasti akan ada kenaikan harga jual. Tapi, kalau kenaikan dolar masih continue, dan kadang naik kadang turun, misalkan dari Rp 13.700 naik menjadi Rp 14.400 dan turun lagi menjadi Rp 13.800 itu masih aman," pungkasnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya