Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyiapkan sejumlah kebijakan guna mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, ada kebijakan tersebut diharapkan membuat depresiasi rupiah berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, kebijakan yang tengah disiapkan pemerintah bukan seperti paket kebijakan ekonomi yang selama ini dikeluarkan, melainkan ada sejumlah kebijakan yang fokus pada masing-masing sektor.
Baca Juga
Advertisement
"Bukan paket, dalam arti banyak kebijakan," ujar dia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Salah satu contohnya, lanjut Darmin, kebijakan terkait dengan penggunaan biodiesel B20. campuran CPO dalam solar akan ditingkatkan menjadi 20 persen. Kebijakan ini diharapkan bisa menekan impor BBM dan menghemat devisa.
"Dalam impornya yang pertama kita lakukan adalah B20 kita laksanakan penuh sehingga ada penghematan devisa," kata dia.
Selain itu, pemerintah juga akan meminta masukan dan berdiskusi dengan para pelaku usaha, khususnya eksportir dan importir mengenai hal ini.
Rencananya, pada sore nanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengundang para eksportir dan importir tersebut ke Istana Bogor. "Nanti sore juga ada acara eksportir diundang ke Bogor," ujar dia.
Rupiah Menguat pada Kamis Pekan Ini
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat pada perdagangan Kamis pekan ini.Hal itu ditopang dari sentimen eksternal.
Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 38 poin ke posisi 14.437 per dolar Amerika Serikat pada Kamis pagi 26 Juli 2018 dari penutupan perdagangan kemarin 14.475 per dolar AS. Hingga Kamis siang ini, rupiah bergerak di posisi 14.431-14.453 per dolar AS. Kini posisi rupiah di kisaran 14.453 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menguat ke posisi 14.443 per dolar AS pada 26 Juli 2018 dari posisi 25 Juli 2018 di kisaran 14.515 per dolar AS.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, pergerakan rupiah masih lebih dipengaruhi faktor eksternal. Salah satunya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang sepakat dengan Uni Eropa untuk menurunkan pengenaan tarif barang impor. Hal itu meredakan perang dagang. Dengan sentimen itu, menurut Josua membuat dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang lain.
Meski demikian, Josua mengingatkan kekhawatiran perang dagang masih akan terjadi mengingat AS dan China belum ada sinyal kata sepakat soal perdagangan. Selain itu, pernyataan Trump tidak suka dengan kenaikan suku bunga the Federal Reserve pada 2018 dan 2019 juga pengaruhi dolar AS.
"Saya kira dua faktor itu membuat rupiah menguat terhadap dolar AS. (Perang dagang) juga cooling down, karena masih ada AS dan China, sedangkan Uni Eropa dan AS tunda kenaikan tarif," kata Josua saat dihubungi Liputan6.com.
Sedangkan dari internal, Josua melihat Bank Indonesia berupaya stabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Salah satu kembali terbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9-12 bulan pada awal pekan ini.
Josua perkirakan, rupiah bergerak di kisaran 14.000-14.475 pada Kamis pekan ini. Ia menambahkan, pelaku pasar juga menanti rilis data ekonomi AS antara lain data pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II, tenaga kerja dan inflasi pada Jumat pekan ini. Demikian juga pada awal pekan depan ada rilis data ekonomi dari Indonesia.
"Bila pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II tak sesuai maka dolar AS akan melemah," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement