Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana mempercepat pembayaran tagihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada PT Pertamina.
Pembayaran ini dilakukan untuk membantu keuangan perusahaan pelat merah tersebut dalam menjalankan tugas menyediakan BBM bersubsidi bagi masyarakat.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, pemerintah juga akan membayarkan kekurangan subsidi BBM kepada Pertamina periode Januari hingga Juni 2018. Sebelumnya subsidi BBM sebesar Rp 500 ditambah menjadi Rp 2.000 per liter.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau subsidi itu dibayarnya sekarang. Cuma begini, sejak Januari itu gap-nya sudah mulai jauh, jadi baru dibayar sebatas ini (sebelum penambahan subsidi) tapi ada gap segini (setelah penambahan subsidi)," ujar Askolani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Aturan mengenai penambahan subsidi terbaru akan diumumkan paling lambat September mendatang. "Nanti kita akan review setelah ada penetapan mengenai besaran subsidi yang berubah tahun ini. Mungkin bulan Juli atau Agustus atau September nanti," ujar Askolani.
Dengan ada aturan penambahan subsidi, Pertamina harus mengajukan kekurangan pembayaran kepada pemerintah. Kekurangan pembayaran subsidi mulai Januari hingga Juni 2018, direncanakan dapat dibayar sebelum akhir tahun.
"Ya tahun ini. Juli sampai Desember juga tahun ini. Nanti sesuai tagihannya Pertamina dan kita verifikasi. Jadi harga ini gapnya sudah agak jauh," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Subsidi Energi Bengkak, Ini Penjelasan Pertamina
Sebelumnya, PT Pertamina (persero) mengungkapkan penyebab membengkaknya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, subsidi energi akan bertambah sebesar Rp 69 triliun.
Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, subsidi BBM dialokasikan untuk Solar. Peningkatan subsidi tersebut akibat kenaikan harga Solar di pasar yang terpengaruh kenaikan harga minyak dunia.
"jadi naiknya cuma nilai (akibat kenaikan harga minyak dunia). Untuk Solar," kata Nicke, di Jakarta, Rabu 18 Juli 2018.
Menurut Nicke, membengkaknya subsidi Solar bukan akibat penambahan volume kuota Solar subsidi. Lantaran Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai regulator yang mengatur alokasi kuota BBM bersubsidi belum memutuskan penambahan kuota.
"Volume itu ditetapkan oleh BPH Migas kuotanya," tutur Nicke.
Pertamina belum ada niat untuk menambah kuota Solar bersubsidi sebab konsumsi BBM tersebut belum menunjukkan kenaikan dan masih sama dengan realisasi konsumsi tahun lalu.
"Berdasarkan kebutuhan masyarakat. Bagi kita kalau memang kebutuhannya naik tidak masalah naik. Kan angkanya memang hampir sama dari realisasi sampai Juni dan proyeksi ke akhir tahun itu hampir sama dengan kuota yang diberikan oleh BPH," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement