Gerhana Bulan 28 Juli 2018 Disebut Micro Blood Moon, Ini Kata Lapan

Fenomena gerhana Bulan yang terjadi pada 28 Juli 2018 ternyata berbeda dari yang sebelumnya. Seperti apa tanggapan Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin?

oleh Afra Augesti diperbarui 26 Jul 2018, 19:40 WIB
Gunung Mayon yang mengeluarkan lava panas saat terjadi Gerhana bulan "super blue blood moon" di Legazpi, Filipina (1/2). (AFP Photo/Ted Aljibe)

Liputan6.com, Jakarta - Ketika membahas tentang Bulan purnama, sebagaian besar dari kita akan mengarah pada gambaran Bulan yang berbentuk bulat penuh, berukuran besar dan bersinar terang di langit malam.

Pada 28 Juli nanti, penduduk Bumi kembali disuguhi fenomena alam menarik, yakni gerhana Bulan total. Namun gerhana Bulan kali ini agak berbeda dari yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Selain menjadi yang terlama, gerhana Bulan kali ini tidak akan menampilkan ukuran raksasa dari satelit alam Bumi itu.

Dikutip dari Bustle.com, Kamis (26/7/2018), gerhana Bulan 28 Juli nanti akan terlihat jauh lebih kecil dari biasanya, sebab Bulan sedang berada di posisi terjauhnya dari Bumi. Selain itu, pada saat gerhana berlangsung, Bulan akan menampilkan warna merah darah.

Untuk itulah fenomena akhir Juli ini dikenal sebagai micro Blood Moon atau "Bulan Darah" berukuran mikro. Banyak orang yang tahu tentang Supermoon, namun tak sedikit orang yang masih asing mendengar istilah micro Blood Moon.

Supermoon terjadi ketika Bulan berada pada titik orbit terdekat dengan Bumi, atau perigee. Sedangkan micro Blood Moon disebabkan karena apogee -- titik orbit terjauh dari Bumi.

Jadi, selain ukurannya yang 15% lebih kecil dari Supermoon, cahaya yang dipantulkan oleh micro Blood Moon juga jauh lebih sedikit, yakni hanya sekitar 30%, sehingga akan terlihat suram.

Jika Anda mengamati Bulan secara intensif, Anda akan melihat perbedaan yang cukup signifikan antara ukuran Bulan purnama mikro, Bulan purnama biasa, dan Bulan purnama super (Supermoon).

Sementara itu, menurut Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, fase gerhana Bulan sebagian dimulai pukul 01.24 sampai 15.19 WIB.

"Sedangkan fase totalnya terjadi pada pukul 02.30 hingga 04.13 WIB, selama 107 menit, terlama di abad ini karena lintasannya dekat dengan garis tengah lingkaran bayangan Bumi dan jarak Bulan terjauh dari Bumi," ujar Thomas melalui pernyataan di akun Facebook pribadinya yang diposting Rabu 25 Juli 2018.

Ilustrasi gambaran gerhana Bulan 28 Juli 2018. (Facebook Thomas Djamaluddin)

Dengan dua faktor itulah, lanjut Thomas, purnama berada dalam kegelapan bayangan Bumi lebih lama dari gerhana bulan pada umumnya.

Pada saat gerhana Bulan total, Bulan akan berwarna merah darah sehingga disebut Blood Moon. Warna merah darah tersebut disebabkan oleh pembiasan cahaya Matahari oleh atmosfer Bumi, sehingga warna merah cahaya Matahari menimpa purnama.

"Maka media sering menyebutnya fenomena akhir Juli ini sebagai micro-blood-moon," imbuhnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Bisa Lihat Planet Mars dan Hujan Meteor

planet Mars (iStockPhoto)

Saat purnama meredup dan memerah, Thomas menyarankan agar penduduk di Indonesia mengamati bintang terang kemerahan di samping kiri rembulan. "Itulah planet Mars, tetangga Bumi yang juga sedang mengalami purnama sehingga tampak seperti bintang yang sangat terang," ujarnya.

Selain itu, amati pula di atas Bulan yang memerah. Ada beberapa titik pancar hujan meteor, yakni Southern Delta Aquarids (sekitar 20 meteor per jam) dan Piscis Austrinis (sekitar 5 meteor per jam).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya