Liputan6.com, Brussels - Uni Eropa mulai membahas larangan penjualan kakao yang berasal dari lahan perusakan hutan (deforestasi) atau yang berindikasi diproduksi oleh eksploitasi anak sebagai buruh. Hal itu, menurut beberapa pengamat, membuat industri cokelat terdorong untuk melakukan produksi yang bersih.
Negara-negara penghasil kakao, pembuat kebijakan dan perusahaan terkait lainnya bekerja sama untuk menghentikan pasokan cokelat yang tumbuh ilegal di lahan deforestasi.
Kabar baiknya, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (26/7/2018), kampanye tersebut tidak dilawan oleh industri cokelat.
Beberapa laporan menyebut industri cokelat termasuk salah satu penyebab deforestasi skala besar di wilayah Afrika Barat. Fakta itu setidaknya terlihat dalam satu dekade terakhir.
Baca Juga
Advertisement
Di lain pihak, beberapa negara eksportir cokelat mulai menyadari bahaya itu dengan menyiapkan elemen-elemen hukum terkait.
Pemerintah Ghana misalnya, pada pekan ini, mengumumkan rencana besar untuk mengakhiri deforestasi dan degradasi hutan, yang disebabkan oleh produksi kakao.
Sebelumnya, Pantai Gading mengatakan pada bulan Mei pihaknya mengimbau donor internasional dan perusahaan kakao untuk membantu pendanaan strategi reboisasi senilai US$ 1,1 miliar, atau setara dengan Rp 15.890 triliun.
Bulan lalu, perusahaan cokelat Cémoi dan Godiva menerbitkan kebijakan baru untuk mengatasi deforestasi, yang tidak hanya berlaku pada kakao, melainkan juga di komoditas lain yang mereka gunakan. Begitupun beberapa perusahaan sejenis lainnya akan melakukan hal serupa, seperti misalnya Valrhona dan Ferrero.
Pembahasan lebih lanjut tentang rancangan undang-undang untuk menghentikan pasokan kakao, yang terkait deforestasi, masuk ke pasar Uni Eropa, terus dilakukan oleh berbagai pihak.
Hal tersebut karena Eropa adalah pasar di mana sebagian besar cokelat dunia dikonsumsi. Para penggiat di industri terkait berharap RUU terkait dapat menjadi langkah besar dalam perjalanan panjang untuk membersihkan industri kakao.
Simak video pilihan berikut:
Isu Buruh Anak pada Industri Cokelat
Sementara itu, lebih dari 2 juta anak bekerja di perkebunan kakao di Pantai Gading dan Ghana, di mana mereka sering tidak pernah mencicipi atau bahkan mengetahui produk olahan cokelat.
"Kami orang Eropa, sebagai konsumen utama kakao, cokelat, memiliki tanggung jawab dalam bagaimana rantai pasokan bekerja," Linda McAvan, ketua komite parlemen Eropa pada pembangunan, mengatakan pada sebuah sidang, bulan ini.
McAvan menambahkan bahwa anggota parlemen "sangat prihatin dengan isu tentang pekerja anak tetapi juga ... dampak lingkungan dari deforestasi di hutan hujan".
Di luar Afrika, Kolombia menjadi negara Amerika Latin pertama yang mendaftar ke inisiatif kakao dan hutan, di mana turut berkomitmen untuk memproduksi cokelat bebas deforestasi pada 2020 mendatang.
Advertisement