Liputan6.com, Jakarta PT MRT Jakarta, pengelola angkutan Mass Rapid Transit (MRT) menyiapkan skenario untuk mendapatkan pendapatan selain dari pembelian tiket, agar keuangan perusahaan bisa berjalan baik.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandara mengungkapkan, pihaknya mengemban tugas sesuai dengan titah yang diamanatkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yakni membangun infrastruktur, mengoperasikan kereta dan melakukan bisnis.
Dia mengatakan, sumber pendapatan PT MRT Jakarta ialah melalui penjualan tiket dan non-tiket.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam sistem perkeretaapian itu selalu ada dua sumber revenue, pendapatan tiket dan non-tiket. Dalam pengalaman kita, pendapatan tiket itu enggak bisa membuat perusahaan sustainable. Dalam pengalaman transportasi publik, selalu namanya ticketing itu disubsidi. Pengalaman MRT Jakarta juga akan menunjukan hal itu," jelas dia di kantornya, Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Demi membuat perseroan tidak bergantung pada subsidi, perusahaan tengah berdiskusi dengan pemerintah untuk mendapatkan instrumen supaya bisa menjalankan bisnisnya sendiri.
Instrumen tersebut, antara lain menjalin kerjasama dengan sistem telekomunikasi untuk memasang internet di area stasiun MRT.
"Telecommunication system itu revenue untuk kita karena kita menyiapkan infrastruktur, kita minta provider-provider ikut lelang, ikut beauty contest. Kita dapat memberikan penawaran yang tebaik, dengan kualitas dan harga harga yang baik. Pengalaman dulu tidak seperti itu, tapi sekarang kita melihat itu sumber pemasukan," urai dia.
Sumber pendapatan kedua, William melanjutkan, yakni memanfaatkan iklan. Jika ada 173 ribu orang yang lalu-lalang baik di sekitar stasiun maupun dalam MRT, maka itu punya nilai besar tersendiri.
Selanjutnya, keberadaan ritel di tiap stasiun MRT juga dapat mengangkat pemasukan. Dia mengaku telah coba menggandeng Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk mengajak para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengisi ritel-ritel milik PT MRT Jakarta.
Terakhir, naming rights atau hak penamaan stasiun oleh suatu korporasi dapat menjadi opsi pamungkas sebagai potensi pendanaan yang bisa diterima pihaknya.
"Naming rights, jadi stasiun-stasiun kita bisa diberi nama sesuai dengan pihak yang mensponsori. Kita akan lakukan lelang untuk itu. Jadi ada konsultan yang mengevaluasi naming rights tiap stasiun beda-beda harganya," tukas dia.
Naik MRT Jakarta Bisa Pakai Uang Elektronik hingga Aplikasi Mobile
Advertisement