Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan financial technology (fintech) yang bergerak di sektor peer to peer lending atau pinjaman individu, tak berizin untuk segera menghentikan kegiatan. Per 27 Juli 2018 (hari ini), OJK menemukan 227 peer to peer lending fintech ilegal.
"Peer to peer lending fintech yang tidak terdaftar mesti menghentikan kegiatan," ungkap Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing, di Kantor OJK, Jakarta, Jumat (27/7/2018).
"Kami juga dorong, harus terdaftar di OJK, turuti peraturan-peraturan yang ada. Pada rapat 25 juli 2018, Satgas Waspada Investasi memutuskan semua wajib terdaftar," lanjut dia.
Baca Juga
Advertisement
Selain menghentikan kegiatan usaha, OJK juga meminta agar fintech ilegal tersebut segera menghapus aplikasinya dan menutup website.
Dalam kegiatan ini OJK turut bekerja sama dengan Google Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.
"Semua bentuk aplikasi, harus dihapuskan karena tidak ada izin. Kami juga lapor Bareskrim untuk penelitian mengenai penawaran-penawaran (peer to peer lending fintech) tak terdaftar ini," kata Tongam.
Sementara masyarakat yang merasa dirugikan oleh fintech ilegal tersebut diharapkan untuk tidak segan-segan melaporkan ke aparat penegak hukum.
"Tanggung jawab ke pengguna harus diselesaikan segera. Bila ada (masyarakat) yang merasa dirugikan silahkan lapor penegak hukum," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Baru 63 Fintech P2P Lending Kantongi Izin
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini baru terdapat 63 perusahaan financial technology (Fintech) peer to peer lending (P2P) yang sudah mendaftar dan mengantongi izin.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing menyatakan, per hari ini, pihaknya mencatat ada 227 fintech peer to peer lending yang tidak memiliki izin.
"Satgas Waspada Investasi menemukan 227 entitas yang tidak memiliki izin, sehingga berpotensi merugikan masyarakat," ujar dia di Kantor OJK, Jakarta, Jumat (27/7/2018).
BACA JUGA
Padahal, menurut dia, berdasarkan Peraturan OJK No 77/POJK.01/2016, semua penyelenggara peer to peer lending wajib mendaftarkan diri dan mendapatkan izin dari OJK.
Oleh karena itu, dia meminta masyarakat untuk lebih waspada dan teliti sebelum memanfaatkan produk yang ditawarkan fintech peer to peer lending, karena tidak berada di bawah pengawasan OJK.
"Kami pun akan rutin menyampaikan informasi terkait perusahaan peer to peer lending yang tidak berizin. Selain itu peran serta masyarakat sangat diperlukan terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tak berizin tersebut," ujar dia.
Peer to peer landing atau disebut P2P merupakan salah satu jenis fintech. PSP ini mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman dalam satu flatform. Investor atau pemberi pinjaman akan mendapatkan bunga dari dana yang dipinjamkan.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement