Kemenkeu Deteksi Ada 70 Ribu Tarif PNBP Diterapkan Kementerian dan Lembaga

Perubahan beleid baru ini dibutuhkan untuk mengakomodasi pengenaan tarif yang selama ini cukup banyak ditetapkan kementerian/lembaga.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jul 2018, 14:45 WIB
Ilustrasi penerimaan negara bukan pajak. (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Aturan baru nantinya akan menyesuaikan dengan kondisi saat ini, baik dari sisi peraturan perundang-undangan dan pengelolaan PNBP.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan perubahan beleid baru ini dibutuhkan untuk mengakomodir pengenaan tarif yang selama ini cukup banyak ditetapkan kementerian/lembaga. Selama ini ada sebanyak 70 ribu tarif PNBP yang berasal dari kementerian/lembaga.

"Satu hal lagi yang diperkuat dalam undang undang PNBP adalah, kita tahu, KL itu kadang-kadang terlalu nafsu membuat tarif sebanyak-banyaknya. Paling tidak deteksi kita sampai saat ini ada 70.000 tarif oleh KL," ujar Askolani di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Pengenaan tarif ini, kata Askolani, sebenarnya masih memiliki potensi untuk diturunkan. Sesuai dengan permintaan DPR, Kemenkeu nantinya akan memilah tarif mana saja nantinya yang boleh dibebankan kepada masyarakat ataupun badan usaha.

"Bisa kita turunkan, tapi nanti dikasih kesempatan. Kan habis ini kita harus buat PP-nya dulu. Kemudian baru kita review suratnya. Dari DPR sudah mengingatkan agar tarif-tarif yang enggak efektif, dengan dikasih kewenangan pada kemenkeu untuk me-review-nya, itu ada kemungkinan kita hilangkan. Kita usulkan untuk dihilangkan," jelas Askolani.

Dalam undang-undang baru ini memang ditegaskan, kementerian yang akan menerapkan pengenaan tarif PNBP wajib melapor terlebih dahulu kepada Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan kemudian akan mengkaji dan menilai kelayakan pengenaan usulan tarif tersebut.

"Dari undang-undang yang baru ini Kementerian Keuangan diberikan wewenang memverifikasi dan menilai ini tarif layak dipungut atau tidak. Sehingga kita bisa mengharmonisasi tarif yang banyak tadi pelan-pelan diturunkan dan betul-betul layak untuk dipungut oleh Kementerian Lembaga," tandasnya.

 Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Sri Mulyani dan DPR Sahkan Aturan Baru Penerimaan Negara Bukan Pajak

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat paripurna dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pengesahan Undang-Undang (UU) tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

UU ini merupakan pengganti UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun.

Revisi ini dibutuhkan untuk mengatasi beberapa persoalan PNBP antara lain disebabkan masih adanya pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Selain itu, beleid ini juga mengatur penyetoran PNBP yang terlambat atau tidak disetor ke kas negara maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN. 

"Salah satu faktor yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dan tantangan tersebut adalah perlunya segera melakukan revisi atau perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan Undang Undang baru yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan PNBP saat ini," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/7/2018).
 
Dia mengatakan, perubahan aturan ini juga diperlukan untuk mengantisipasi tantangan di masa depan. Sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan Negara yang berasal dari PNBP dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. 
 
"Disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak ini akan sangat bermanfaat sebagai alat untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, pelestarian lingkungan hidup untuk keseimbangan antar generasi dan tetap mempertimbangkan aspek keadilan," jelasnya.
 
Reporter: Anggun P. Situmorang
 
Sumber: Merdeka.com
 
Ilustrasi penerimaan negara bukan pajak.(Liputan6.com/Andri Wiranuari)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya