Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat selama sepekan. Aksi beli investor asing topang IHSG.
Mengutip laporan PT Ashmore Asset Management Indonesia, Sabtu (28/7/2018), IHSG naik 1,9 persen dari posisi 5.872 pada 20 Juli 2018 menjadi 5.989 pada 27 Juli 2018.
Saham berkapitalisasi besar masuk indeks saham LQ45 naik 2,4 persen selama sepekan. Sementara itu, saham kapitalisasi kecil mendaki 2,2 persen.
Selama sepekan, aksi beli investor asing mencapai USD 110 juta atau sekitar Rp 1,58 triliun (asumsi kurs Rp 14.396 per dolar Amerika Serikat).
Baca Juga
Advertisement
Di pasar surat utang atau obligasi, indeks saham BINDO hanya naik 0,3 persen. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun menjadi 7,7 persen. Investor asing jual obligasi mencapai USD 491 juta atau sekitar Rp 7,06 triliun.
Ada sejumlah sentimen selama sepekan pengaruhi pasar keuangan global. Dari eksternal, sentimen perang dagang masih jadi sorotan. Pemerintahan Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Donald Trump berencana menawarkan hingga USD 12 miliar bantuan kepada petani atas barang yang kena tarif impor.
Ini sebuah dana talangan yang dimaksudkan untuk kurangi beban yang disebabkan perang dagang. Selain itu, AS dengan Uni Eropa juga sepakat untuk menunda tarif lebih lanjut.
Bank Sentral Eropa juga memutuskan tingkat bunga refinancing 0 persen. Bank sentral Eropa juga menegaskan untuk mengurangi aksi beli aset menjadi 15 miliar euro dari September hingga Desember 2018. Bank sentral juga mengharapkan suku bunga tetap rendah hingga musim panas 2019.
Dari Jepang, Bank of Japan akan diskusi untuk kurangi investasi dalam exchange trade fund (ETF) di bursa saham Jepang. Ini untuk menjawab kritikan terhadap pengaruh bank sentral Jepang terhadap harga saham.
Bank sentral memasukkan dana USD 54 miliar per tahun ke ETF membuat kekhawatiran terhadap komponen saham di bursa.
Selain itu, bank sentral Jepang juga akan memangkas inflasi lantaran inflasi yang lamban dalam beberapa bulan terakhir. Target inflasi dua persen diperkirakan tak terpenuhi hingga 2020.
Di China, pelaku pasar mulai membeli obligasi sehingga menurunkan imbal hasil. Ini lantaran pemerintah beralih ke stimulus ekonomi. Beberapa langkah dilakukan antara lain fasilitas peminjaman jangka menengah dan pelonggaran persyaratan modal.
Dari internal, Ashmore soroti perkembangan politik terutama terkait pemilihan presiden pada 2019. Sentimen tersebut pengaruhi laju pasar keuangan global termasuk IHSG.
Sentimen yang Dicermati ke Depan
Lalu hal apa yang dicermati ke depan?
Ketakutan penurunan laba bersih per saham?
Dengan melemahnya rupiah dan harga komoditas meningkat ada ketakutan penurunan kinerja laba pada 2018. Sekitar 40 persen emiten yang sudah melaporkan kinerja, pertumbuhan laba bersih per saham secara agregat tumbuh 17 persen year on year dari posisi kuartal I 2018 sebesar 9 persen. Diperkirakan laba bersih per saham tumbuh 13 persen pada 2018.
Adapun pelaku pasar perlu cermati kinerja keuangan emiten produsen semen dan produsen produk konsumsi. Hal itu itu mengingat emiten tersebut sensitif dengan pergerakan dolar AS.
Ashmore melihat ada risiko penurunan laba per saham pada 2018. Ini melihat kinerja keuangan pada kuartal II 2018. Dari rilis kinerja keuangan emiten, emiten bank rilis pertmbuhan 14 persen pada semester I 2018.
Bagaimana dengan valuasi?
Memasuki kuartal III 2018, valuasi jadi sorotan untuk menjadi arah pada 2019. Jelang 2019, pelaku pasar akan estimasi valuasi ke depan. Diperkirakan pertumbuhan laba bersih per saham akan lebih rendah pada 2019. Pasar perkirakan pertumbuhan laba bersih per saham menjadi 12 persen pada 2019.
Sementara estimasi pada 2018, dampak perang dagang dan dolar Amerika Serikat menguat dapat dorong pertumbuhan laba per saham lebih rendah. Sedangkan valuasi saham pada 2019 adalah 14 kali.
Bagaimana dengan tekanan jual?
Investor asing cenderung melakukan aksi jual di pasar saham. Namun, secara bulanan, sekitar USD 10 juta dana investor asing masuk ke pasar saham. Hal ini termasuk positif sejak Januari 2018. Ini lantaran investor asing mulai melihat kuatnya dolar AS pada Agustus 2018.
Selain itu, investor asing juga kembali masuk ke pasar obligasi. Diperkirakan pasar saham akan pulih di tengah tekanan jual dan valuasi yang murah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement