Liputan6.com, New York - Harga minyak melemah menyambut akhir pekan. Pelemahan harga minyak itu akhiri kenaikan beruntun dalam tiga hari usai Menteri Energi Rusia mengindikasikan koalisi produsen untuk memompa lebih banyak produksi minyak dari yang disepakati pada akhir tahun.
Harga minyak Brent untuk pengiriman September turun 25 sen atau 0,3 persen menjadi USD 74,29 per barel di ICE Eropa. Harga minyak Brent naik 1,7 persen selama sepekan.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut 92 sen atau 1,3 persen menjadi USD 68,69 per barel. Pelemahan ini memangkas kenaikan harga minyak mingguan menjadi 0,6 persen.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak tertekan usai pernyataan Menteri Energi Rusia Alaxander Novak menuturkan tidak menutup kemungkinan peningkatan produksi minyak mentah melebihi 1 juta barel per hari dapat dibahas.
Pada bulan lalu, Rusia, Arab Saudi dan produsen minyak lainnya sepakat meningkatkan produksi dengan ketentuan produksi yang disepakati pada 2016.
Phil Flynn, Analis Price Futures Group mengatakan, pelemahan terjadi di tengah perdagangan yang tipis. Ia menuturkan, dampak dari pernyataan Menteri Energi Rusia terbatas mengingat keraguan atas kemampuan Rusia meningkatkan produksi dalam level signifikan.
"Mereka pada dasarnya telah memaksimalkan kemampuan produksinya, jadi tidak menarik banyak stok di dalamnya untuk pertimbangan jangka panjang," ujar dia, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (28/7/2018).
Sementara itu, jumlah pengeboran rig di AS untuk minyak mentah naik tiga hingga menjadi 868 pada pekan ini. Pada awal pekan, harga minyak naik usai eksportir minyak mentah utama Arab Saudi hentikan pengiriman melalui rute perdagangan Laut Merah karena serangan terhadap dua tanker-nya oleh pemberontak Houthi.
Diperkirakan 4,8 juta barel per hari minyak mentah dan produk olahan mengalir melalui selat Bab al-Mandeb pada 2016 menuju Eropa, AS dan Asia. Hal itu berdasarkan the US Energy Information Administration (EIA).
Harga Minyak Diprediksi Naik Jika Rusia dan Arab Belum Dongkrak Produksi
Namun, reaksi pasar terhadap penghentian itu lebih tenang dari pada yang mungkin diperkirakan karena peningkatan pasokan baru-baru ini. Ini seiring meningkatnya hasil produksi dari anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia.
"Jika Saudi dan OPEC belum meningkatkan produksi dan ekspor secara signifikan, saya pikir harga akan terus meningkat,” ujar Torbjorn Kjus, Co-founder Vistin Trading.
Produsen minyak utama telah meningkatkan produksi jelang sanksi AS terhadap Iran dimulai pada November. Hal itu mungkin akan mengekang ekspor minyak Iran. Terlebih lagi, ancaman rilis stok dari cadangan minyak strategis AS, jika pasokan global baru tidak secara signifikan mengurangi harga dan sentimen positif.
Di sisi lain, EIA menyebutkan stok minyak mentah turun 6,1 juta barel dalam pekan terakhir yang berakhir Juli 2018. Angka ini lebihi perkiraan 2,9 juta barel oleh analis.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement