3 Kopi Unggulan Dunia Berpadu di Kopi Curug Orok Garut

Selain menyimpang keindahan alam lewat curug atau air terjunnya, Curug Orok, Cikajang, Garut, Jawa Barat, juga menyimpan potensi lain, yakni kopi.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 30 Jul 2018, 08:32 WIB
Kopi Curug Orok, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Berbicara kopi Garut, Jawa Barat, saat ini memang masih didominasi kopi Papandayan dan Cikuray. Dua kopi dari daerah vulkanik kawasan gunung berapi ini masih menjadi primadona bagi pencari dan penikmat kopi lokal asal Kota Dodol, Garut.

Meskipun sudah ada dua kopi tadi, tidak ada salahnya mencicipi kopi Garut lain yang satu ini. Namanya memang belum setenar keduanya. Namun soal citarasa, keharuman dan kualitas kopi berani diadu.

Kopi Curug Orok, demikian nama kopi yang satu ini. Menggunakan nama daerah tempat kopi itu ditanam saat ini. Produknya cukup digandrungi di kalangan barista kota besar Indonesia.

"Biji bibit kopi di sini berasal dari tiga varietas kopi unggulan dunia, yakni Aceh untuk lokal Indonesia, Brasil, dan Kolombia," ujar Rifki Pratama, 24 tahun, pengelola kebun kopi Curug Orok, membuka pembicaraan dalam obrolan hangatnya kepada Liputan6.com, beberapa lalu.

Menurut dia, kopi Curug Kopi memiliki citarasa yang khas, selain wanginya yang cukup menusuk indra penciuman, juga rasa asamnya yang tidak terlalu pekat.

"Sebenarnya tergantung metode pengolahan juga," ujar dia mulai menjelaskan kopi yang baru ia suguhkan.

Di lahan seluas 40 hektare sekitar kawasan wisata Curug Orok, ia menanam beberapa varietas kopi unggulan dunia, mulai yellow cattura, yellow bourbon, orange bourbon, red bourbon, red line as, red geisha, preanger, dan yellow red cattura.

"Total ada sekitar delapan varietas, tapi paling dominan ya dari Aceh, Brasil, dan Columbia tadi," ujarnya.

Saat ini total pohon yang sudah tertanam hingga 100 ribu pohon yang tersebar di sekitar 40 hektar lahan. Namun dari jumlah itu, hanya 20 ribu yang berada di sekitar 8 hektar lahan yang siap dipanen.

"Bijinya masih pancal atau sedikit. Bisa dipanen, tapi belum maksimal," kata dia.

Selain pola tanam yang terbilang gampang, salah satu keunggulan delapan varietas kopi unggulan tadi adalah masa panen yang terbilang singkat, juga biji kopi terbilang lebih banyak dan berisi. "Cattura sama Boubon itu satu tahun tanam sudah bisa panen," ungkap dia.

Tak ayal dengan keunggulannya itu, kopi Curug Orok sudah mampu menembus pasar Korea Selatan dan negara maju Jerman untuk pasar Eropa. "Ternyata mereka sangat menyukai cita rasa kopi yang kami tanam," ujar Rifki bangga.

 

 


Lebih Tahan Penyakit Karat Daun

Kopi Curug Orok memiliki banyak biji (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Rifki mengakui, salah satu kendala yang kerap menghantui tanaman kopi adalah penyakit karat daun. Penyakit yang disebabkan oleh parasitisme cendawan hemileia vastatri ini mengganggu metabolisme tanaman, hingga merontokkan daun.

Khusus Bourbon dan Cattura, di negara asalnya Brasil dan Columbia, kedua varietas kopi unggulan ini rawan terkena penyakit karat daun. Namun di daerah Curug Orok yang berada di atas 1.300 mdpl, justru sebaliknya.

"Beberapa kali riset bourbon Curug Orok bagus dan justru tahan penyakit," ucap dia.

Dengan kelebihannya itu, kedua varietas kopi impor itu mampu dipanen hingga dua kali dengan produksi di atas lima ton per tahun, mengungguli kopi lokal yang hanya panen sekali dalam setahun.

"Yang tahu cita rasa copi Curug Orok tentu akan bertanya punya berapa banyak barangnya," kata dia, menceritakan banyaknya kebutuhan permintaan kopi Curug Orok.

Untuk memenuhi permintaaan konsumen, Rifki mengaku harga jual produk kopinya masih terbilang murah dibanding kopi lokal Garut lainnya.

Ia mencontohkan, rose brand jenis red bourbon hanya dijual Rp 500 ribu per kilogram, sedangkan yellow cattura atau yellow coffee kami jual Rp 650 ribu. "Silakan bandingkan, saya jamin kualitas berani diadu," ujar dia sambil tersenyum hangat.


Lima Metode Pengolahan Kopi

Biji kopi Curug Orok, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain jenis varietas kopi, faktor lain yang menyebabkan perbedaan rasa kopi terletak dari metode pengolahan. Ada lima tipe pengolahan kopi versi pengelola kopi Curug Orok.

"Kopi itu baru bisa keluar rasa nikmatnya jika sudah berusia delapan tahun ke atas. Kalau masih di bawah lima tahun ke bawah (rasanya) masih standar," ucap dia.

Pertama, metode natural, petani kopi hanya memanen dengan memetik biji kopi berwarna merah kehitaman. Kemudian biji kopi dimasukin air untuk memastikan kualitas biji kopi yang baik dan tidak.

"Biji kopi yang baik tentu akan tenggelam, sedangkan yang jelek akan mengambang atau hampa," kata dia.

Setelah itu, biji kopi yang layak dipakai, dicuci untuk kemudian menjalani penjemuran hingga satu bulan lamanya, sebelum proses penggilingan dilakukan.

Ketika penjemuran berlangsung, biji kopi wajib diaduk atau dibolak-balik secara berkala agar biji kopi mengering secara merata, dan menghindari jamur/pembusukan. "Biasanya rasa kopi yang dihasilkan sweetness atau manis," ujar dia.

Kedua, honey proses. Biji kopi yang dipakai hanya yang benar-benar merah ranum. Kemudian biji kopi yang telah dipetik, dimasukkan ke dalam air untuk mengetahui biji kopi yang layak dan tidak sebelum diolah. "Khusus proses ini biji langsung diolah dalam keadaan basah," kaya dia.

Dampaknya, akan dihasilkan kopi utuh serta kulit buah kopi atau ceri. Lakukan penjemuran untuk menghilangkan getah kopi. "Proses honey itu ada tiga, yakni yellow honey, red dan black," kata dia.

Namun, dalam praktiknya, ketiga proses honey, ujar dia, hanya dibedakan dalam proses lamanya penjemuran, sedangkan proses lainnya hampir sama.

Untuk yellow honey lamanya waktu penjemuran sekitar 10 hari, kemudian red honey selama 15 hari, sementara black honey hingga satu bulan. "Secara umum rasa kopi yang dihasilkan balance atau seimbang antara manis, asam, dan pahit," kata dia.

Ketiga, semi washed, petani hanya memetik biji kopi yang merah ranum, kemudian lakukan sekali pencucian hingga bersih untuk menghilangkan getah kopi, untuk selanjutnya dilakukan penjemuran.

Proses ini dikenal dengan istilah "giling basah". Dalam praktiknya, proses semi washed, melibatkan dua kali proses pengeringan. "Secara umum rasa yang dihasilkan asam manis," kata dia.

Keempat full washed. Kopi merah matang yang cukup untuk dipanen, kemudian direndam dalam air dua-tiga hari, untuk menghilangkan seluruh getah yang masih tersisa selepas panen. "Baru nanti dijemur 30 hari," kata dia.

Lamanya perendaman bertujuan untuk menghilangkan semua kulit-kulit daging yang melekat pada biji kopi sebelum dikeringkan. "Rasa kopi mayoritas asam pekat," kata dia menambahkan.

Kelima wine proses, khusus proses terakhir, Rifki mengaku belum berani membocorkannya. Namun, secara garis besar, rasa yang dihasilkan menyerupai hasil fermentasi anggur, "Untuk wine mohon maaf belum bisa diekspose," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya