Liputan6.com, Den Haag: Saif al Islam, anak lelaki mantan pemimpin Libia Muammar Khadafi, belum lama ini mengatakan dirinya tak bersalah atas tuduhan kejahatan kemanusiaan. Sebelumnya, jaksa penuntut Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) Luis Moreno-Ocampo telah berbicara dengan Saif melalui perantara.
ICC menyatakan Saif terlibat dalam kejahatan saat konflik Libia dan akan menjalani persidangan yang adil. Adapun keberadaan pria berusia 39 tahun itu hingga saat ini belum diketahui. Saif terakhir dilihat pada akhir Agustus silam.
Laporan terbaru menyebutkan lelaki yang pernah disebut sebagai penerus takhta ayahnya itu berada dalam rombongan yang melintas di gurun arah perbatasan Niger, tempat di mana keluarga Khadafi lainnya telah melarikan diri. Namun, laporan itu tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya, dan ICC mengatakan tidak mengetahui keberadaannya.
Moreno-Ocampo kepada Reuters mengatakan hubungan komunikasi dengan Saif berhasil dilakukan melalui perantara, tanpa mengungkap identitas sang perantara. "Ada beberapa orang yang berhubungan dengan dia yang berhubungan dengan orang yang terkait dengan kami, jadi kami tidak memiliki komunikasi langsung," kata Ocampo.
Dia pun menambahkan. "Tapi kami mempercayai orang yang berhubungan dengan kami. Dia mengatakan dia (Saif al Islam) tidak bersalah, dia akan membuktikannya."
Moreno-Ocampo awalnya menyatakan kekhawatiran Saif mungkin akan memutuskan menolak untuk menyerah ke ICC dan mencoba untuk kabur ke negara tetangga atas bantuan loyalis Khadafi.
ICC membantah adanya kesepakatan yang diatur dengan Saif, dengan menekankan bahwa tujuan dari pembicaraan adalah untuk menjamin bahwa perintah penangkapan dilakukan.
Perintah penangkapan ICC dikeluarkan untuk Saif al Islam pada Juni lalu dengan tuduhan pembunuhan dan penyiksaan. Dalam dokumen itu diklaim bahwa Saif memegang peran penting dalam serangan sistematis ke sipil di sejumlah kota di Libia yang dilakukan oleh pasukan keamanan Khadafi pada Februari silam.
Lebih jauh Moreno-Ocampo mengatakan, ICC mendapatkan informasi melalui "saluran informal" bahwa pasukan bayaran telah menawarkan Saif al Islam untuk dibawa ke sebuah negara yang tidak menandatangani statuta ICC. Laporan menyebutkan Zimbabwe sepertinya akan menjadi tujuan akhir Saif jika dia memilih untuk menghindari ICC. Ini mengingat Presiden Zimbabwe Robert Mugabe merupakan kawan lama Muammar Khadafi.(ANS/BBC Indonesia)
ICC menyatakan Saif terlibat dalam kejahatan saat konflik Libia dan akan menjalani persidangan yang adil. Adapun keberadaan pria berusia 39 tahun itu hingga saat ini belum diketahui. Saif terakhir dilihat pada akhir Agustus silam.
Laporan terbaru menyebutkan lelaki yang pernah disebut sebagai penerus takhta ayahnya itu berada dalam rombongan yang melintas di gurun arah perbatasan Niger, tempat di mana keluarga Khadafi lainnya telah melarikan diri. Namun, laporan itu tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya, dan ICC mengatakan tidak mengetahui keberadaannya.
Moreno-Ocampo kepada Reuters mengatakan hubungan komunikasi dengan Saif berhasil dilakukan melalui perantara, tanpa mengungkap identitas sang perantara. "Ada beberapa orang yang berhubungan dengan dia yang berhubungan dengan orang yang terkait dengan kami, jadi kami tidak memiliki komunikasi langsung," kata Ocampo.
Dia pun menambahkan. "Tapi kami mempercayai orang yang berhubungan dengan kami. Dia mengatakan dia (Saif al Islam) tidak bersalah, dia akan membuktikannya."
Moreno-Ocampo awalnya menyatakan kekhawatiran Saif mungkin akan memutuskan menolak untuk menyerah ke ICC dan mencoba untuk kabur ke negara tetangga atas bantuan loyalis Khadafi.
ICC membantah adanya kesepakatan yang diatur dengan Saif, dengan menekankan bahwa tujuan dari pembicaraan adalah untuk menjamin bahwa perintah penangkapan dilakukan.
Perintah penangkapan ICC dikeluarkan untuk Saif al Islam pada Juni lalu dengan tuduhan pembunuhan dan penyiksaan. Dalam dokumen itu diklaim bahwa Saif memegang peran penting dalam serangan sistematis ke sipil di sejumlah kota di Libia yang dilakukan oleh pasukan keamanan Khadafi pada Februari silam.
Lebih jauh Moreno-Ocampo mengatakan, ICC mendapatkan informasi melalui "saluran informal" bahwa pasukan bayaran telah menawarkan Saif al Islam untuk dibawa ke sebuah negara yang tidak menandatangani statuta ICC. Laporan menyebutkan Zimbabwe sepertinya akan menjadi tujuan akhir Saif jika dia memilih untuk menghindari ICC. Ini mengingat Presiden Zimbabwe Robert Mugabe merupakan kawan lama Muammar Khadafi.(ANS/BBC Indonesia)