6 Kelompok Ajukan Jadi Pihak Terkait Lawan Gugatan Perindo di MK

Aturan batasan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang digugat Perindo dianggap sudah jelas.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 30 Jul 2018, 14:20 WIB
Denny Indrayana (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok elemen masyarakat mengajukan diri ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dapat menjadi pihak terkait dalam pengujian undang-undang yang mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Uji materi masa jabtan wapres itu diajukan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).

Ada enam kelompok baik organisasi dan perorangan yang bergabung. Mereka adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) diwakili oleh Titi Anggraini; Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember diwakili Bayu Dwi Anggono; juga Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas diwakili Feri Amsari.

Kemudian Pusat Kajian Hukum dan Demokrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret diwakili Agus Riewanto; Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Jimmy Zeravianus Usfunan; dan Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Oce Madril.

Sebelumnya, Uji materi terkait Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, diajukan Perindo dalam Perkara No. 60/PUU-XVI/2018. Perindo menyebut berencana mendukung Jusuf Kalla maju kembali menjadi wakil presiden.

Namun, rencana itu terhambat aturan batasan masa jabatan yang tertera dalam UU.

Melalui kuasa hukumnya, Denny Indrayana, enam kelompok masyarakat menjelaskan alasan mengajukan diri menjadi pihak terkait. Mereka tak bermaksud menjegal Kalla.

Kepentingan mereka lebih kepada upaya penegakan nilai-nilai dasar berkonstitusi.

"Ini untuk menyelamatkan masa depan demokrasi, khususnya terkait klausul pembatasan masa jabatan wakil presiden. Kami tidak ada maksud Iain, termasuk pula tidak ada motivasi politik praktis," tutur Denny di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/7/2018).

Ia menilai, yudisial review tersebut tidak hanya untuk menguji isi undang-undangnya saja, tapi juga dimaksudkan agar dapat mengubah norma Pasal 7 UUD 1945. Sehingga pada akhirnya tidak Iagi membatasi masa jabatan wakil presiden.

"Kalau pun pembatasan masa jabatan wakil presiden tersebut ingin diubah, padahal sebaiknya tidak, maka yang berwenang untuk melakukannya bukanlah Mahkamah Konstitusi, tetapi Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana kewenangan itu diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUD 1945," jelas dia.

 


Sudah Jelas

Menurut Denny, soal penafsiran gramatikal norma pembatasan masa jabatan wakil presiden dalam Pasal 7 UUD 1945 juga sudah sangat jelas dan tegas. Baik tata bahasa, susunan kata dan kalimat, norma yang ada dalam pasal tersebut mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.

"Karena pada saat dirumuskan telah melibatkan ahli bahasa untuk menghilangkan ketidakjelasan dan rumusan yang ambigu. Yaitu masa jabatan maksimal dua periode atau paling lama sepuluh tahun," kata Denny.

Atas dasar itu, enam kelompok tersebut meminta kepada MK untuk menyatakan uji materi tersebut tidak dapat diterima. Jika dikabulkan, maka hasilnya akan mengubah Pasal 7 UUD 1945. Hal itu merupakan merupakan kewenangan MPR.

"Atau jika pun Mahkamah Konstitusi menganggap memiliki kewenangan menguji permohonan a quo, menyatakan menolak permohonan pemohon Perindo atau pun pihak terkait Jusuf Kalla untuk seluruhnya, karena Pasal 169 huruf n dan penjelasannya maupun Pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945," Denny menandaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya