Lombok - Gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), berkekuatan 6,4 Skala Richter (SR) membuat ratusan pendaki terjebak di Gunung Rinjani. Satu orang pendaki bahkan dinyatakan meninggal dunia. Dia adalah Muhammad Ainul Taksim (25), pendaki asal Makassar, Sulawesi Selatan.
Kepala Humas Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Mataram I Gusti Lanang Wiswananda menyatakan, lokasi kejadian adalah jembatan kedua Pelawangan menuju Danau Segara Anak. Sebelum meninggal, korban panik saat gempa Lombok terjadi.
"Korban dan teman-temannya berlarian. Ketika gempa sudah mereda, korban ditemukan sudah meninggal. Ada pendarahan di kepala," ucapnya, Minggu, 29 Juli 2018, dikutip JawaPos.com.
Baca Juga
Advertisement
Gusti Lanang menjelaskan, setelah rapat koordinasi antara BPBD, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), dan Basarnas di posko Kecamatan Bayan, dipastikan pendakian sudah clear (bersih) dari Pelawangan Senaru sampai Jebak Gawah. Total pengunjung 820 orang sejak 27 Juli. Sebanyak 125 pendaki sudah turun. "Jalur Senaru tertutup," imbuhnya.
Sementara di jalur Sembalun, tercatat 362 orang turun dari sana. Termasuk wisatawan asing maupun wisatawan nusantara serta para porter. Namun, perkembangan terbaru hingga pukul 16.40 Wita, pendaki yang sudah turun lewat Sembalun 429 orang, sehingga tersisa 266 orang dari keseluruhan 820 pendaki. "Jalur Sembalun disarankan jadi alternatif evakuasi," ujarnya.
Saharudin, salah seorang petugas Balai TNGR, mengatakan bahwa para pendaki saat ini berada di posisi antara Danau Segara Anak dan Pelawangan Sembalun. Jumlah mereka 266 pendaki, termasuk korban yang meninggal dunia. "Jalur turun tertutup karena longsor. Demikian juga jalur puncak, terdapat longsoran," katanya.
Kepala Balai TNGR Sudiyono menjelaskan, evakuasi pendaki dimulai pada Senin (30/7/2018) pagi ini. Balai TNGR bersama pemerintah daerah, Basarnas, dan polres setempat sudah membentuk tim evakuasi.
Pencarian tidak mungkin dilakukan kemarin karena terkendala gempa susulan yang terus terjadi. Selain itu, jalur pendakian terkena longsoran. "Evakuasi hanya bisa dilakukan lewat Sembalun karena pintu lain terkena longsor," ujarnya.
Kendala lain yang dihadapi, banyak guide porter yang keluarganya menjadi korban gempa Lombok, sehingga tidak bisa ikut langsung melakukan evakuasi. Dengan situasi saat ini, dia memastikan pendakian ke Rinjani ditutup sementara sampai kondisi kembali normal. Jika kondisi sudah dianggap layak, Balai TNGR akan kembali membuka pendakian.
Baca berita menarik dari JawaPos.com lain di sini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Banyak Pendaki Rinjani Masih Terjebak di 2 Jalur Pendakian
Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut sejumlah pendaki masih terjebak di jalur pendakian Sembalun dan Batu Ceper di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pascagempa 6,4 Skala Richter (SR) mengguncang Lombok pada Minggu, 29 Juli 2018.
Sejumlah aparat dikerahkan untuk mengevakuasi para pendaki yang diperkirakan mencapai 820 orang. Jumlah itu terdiri dari sebanyak 448 pendaki naik pada Jumat, 27 Juli 2018 dan 372 orang pada Sabtu, 28 Juli 2018. Jumlah itu masih bisa bertambah karena porter guide dan tamu yang naik pada Rabu-Kamis, 25-26 Juli 2018 belum dihitung.
Sementara, pengunjung yang sudah terdaftar turun dari Gunung Rinjani sampai Minggu, 29 Juli 2018, sebanyak 680 orang.
"Untuk evakuasi, ada bantuan personel Koppasus 100 orang dan ada heli dari Kodam Udayana untuk dropping logistik pendaki yang terjebak di danau. Selain itu, kami juga sudah membuka posko di kantor balai, sebagai tempat informasi bagi keluarga," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (30/7/2018), dilansir Antara.
Ia menginstruksikan jajarannya memprioritaskan evakuasi bagi seluruh pendaki yang terjebak di Gunung Rinjani sesaat setelah gempa melanda NTB, pukul 05.47 WIB. Hingga saat ini, upaya evakuasi terus dilakukan dengan melibatkan TNI, BNPB, Polri, Mapala, tim TNGR, dan pihak terkait lainnya.
Tim dari Balai TNGR akan berangkat melalui jalur Sembalun untuk observasi dan membawa logistik, mereka tim dari Balai TNGR, dan dibantu dari TNI, Polri, tim medis, dan Mapala.
"Sesaat setelah bencana, saya koordinasi terus dengan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Dirjen Pengendalian Perubahan iklim. Bahkan bila perlu, helikopter kita dipakai dulu untuk NTB, membantu evakuasi ataupun drop logistik bagi pendaki yang masih terjebak di dalam kawasan," katanya.
Advertisement