Jaksa Segera Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi Buloa Makassar

Komisi III DPR mengevaluasi kinerja Kejati Sulselbar dalam penanganan kasus korupsi sewa lahan negara Buloa Makassar. .

oleh Eka Hakim diperbarui 31 Jul 2018, 20:00 WIB
Komisi III DPR reses di Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Dalam resesnya di Sulawesi Selatan, aggota Komisi III DPR menyoroti penanganan kasus-kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar. Salah satunya yang menjadi sorotan mereka yakni penanganan kasus dugaan korupsi sewa lahan negara Buloa yang menjerat seorang pengusaha ternama di Sulsel, Soedirjo Aliman alias Jentang.

Komisi III DPR meminta Kepala (Kejati Sulselbar) untuk bekerja maksimal dalam penanganan kasus yang menjadi atensi luas masyarakat Sulsel tersebut.

Tak hanya itu, Komisi III DPR juga berharap kepada Kajati Sulselbar untuk bertindak tegas terhadap saksi-saksi dalam kasus Buloa tersebut yang berupaya menghalang-halangi penyidikan.

Diantaranya mangkir dari panggilan penyidik dengan alasan sedang berada di luar negeri tapi kenyataannya tidak. Malah didapati tersagka sedang berada di hotelnya dan menyempatkan diri berfoto bareng dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Minggu 29 Juli 2018.

"Saya kira ini harus ditindak lanjuti. Ini persoalan serius dan dapat mencoreng wajah penegakan hukum kita. Dengan segala tugas-tugas konstitusional yang melekat pada diri saya sebagai anggota DPR, saya meminta Kajati Sulselbar segera tindak lanjuti temuan tersebut," kata Akbar Faisal, Anggota Komisi III DPR dalam konferensi persnya terkait hasil reses Komisi III DPR yang berlangsung di Kantor Kejati Sulselbar, Senin (30/7/2018).

Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa. Menurutnya, harus ada upaya tegas dari Kejati Sulselbar dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Salah satunya terkait dengan kasus dugaan korupsi Buloa yang menjadi sorotan masyarakat Sulsel pada umumnya.

Apalagi kata dia, ada saksi dalam kasus Buloa yang membohongi penyidik dengan memberikan alamat palsu dan mangkir sebanyak tiga kali dari panggilan dengan alasan sedang berada di luar negeri tapi kenyataannya tidak, tapi penyidik malah diam tanpa bertindak tegas.

"Saya kira ini masalah serius dan kita akan evaluasi ini. Pak Kajati tolong ditindak lanjuti informasi tersebut. Kasus Buloa harus segera dirampungkan dan kepada pihak yang menghalangi penyidikan harus ada upaya tegas," ucap Desmond yang juga bertindak sebagai ketua rombongan Komisi III DPR itu.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulselbar, Tarmizi mengatakan pihaknya akan segera menindak lanjuti apa yang menjadi desakan Komisi III DPR tersebut.

"Saya memerintahkan Asintel Kejati Sulselbar untuk mem-back up penuh jaksa penyidik dalam penanganan kasus dugaan korupsi sewa lahan negara Buloa yang sedang berjalan. Selain itu saya tentunya berharap dukungan media dalam hal ini," jelas Tarmizi.

Ia juga berjanji segera merampungkan penyidikan jilid dua kasus tersebut. "Pengejaran tersangka yang masih buron juga masih kita upayakan terus," terang Tarmizi.

Menanggapi, sikap diam penyidik terhadap saksi yang berupaya menghalang-halangi penyidikan kasus Buloa. Di antaranya mangkir dari panggilan hingga memberikan alamat palsu bahkan membohongi penyidik, Tarmizi dengan tegas akan mengevaluasi penyidiknya.

"Saya akan evaluasi penyidiknya segera," tegas Tarmizi sembari mengatakan itu sebagai upaya tindak lanjut masukan Komisi III DPR.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Sewa Lahan Negara Buloa

Komisi III DPR reses di Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Dalam penyidikan kasus Buloa jilid dua telah menetapkan Soedirjo Aliman alias Jentang menjadi tersangka.

Jentang diduga turut serta bersama dengan terdakwa Sabri, Rusdin dan Jayanti secara tanpa hak menguasai tanah negara seolah-olah miliknya sehingga PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero selaku Pelaksana Proyek Makassar New Port terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 500 juta untuk biaya penyewaan tanah.

Dana tersebut diduga diterima Jentang melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan asal usulnya.

Penetapan Jentang sebagai tersangka juga merupakan tindak lanjut dari langkah Kejati Sulselbar dalam mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan lain di seputar lokasi proyek pembangunan Makassar New Port untuk mendukung percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang telah diprogramkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Atas perbuatannya, Jentang dijerat dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Meski Jentang memilih kabur menghindari proses hukum, penyidik tetap melanjutkan penyidikan dengan memeriksa sejumlah saksi-saksi yang dinilai turut terlibat dalam kasus buloa tersebut. Diantaranya Kedua anak Jentang yakni Johny Aliman dan Edy Aliman serta kuasa hukum Jentang, Ulil Amri.

Keterlibatan Edy Aliman, anak bungsu Jentang dalam kasus dugaan korupsi sewa lahan negara Buloa, dimana selain berdasarkan pengakuan dari kakak kandungnya sendiri, Johny Aliman, rekeningnya juga dikabarkan masuk dalam temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Selain Edy Aliman, kakaknya bernama Johny Aliman juga terlibat kuat dalam kasus dugaan korupsi sewa lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar.

Di mana keterlibatannya terkuak dalam fakta sidang kasus buloa yang sebelumnya berjalan di tingkat Pengadilan Tipikor Makassar dan telah mendudukkan tiga orang terdakwa masing-masing Rusdin, Jayanti dan M. Sabri.

Rusdin salah satu terdakwa dalam perkara tersebut membeberkan peranan Johny Aliman dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim, Bonar Harianja yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis 16 November 2017 lalu.

Rusdin mengaku jika uang sewa lahan yang diterimanya dari PT. PP Persero melalui Bank Mandiri cabang Hos Cokroaminoto Makassar sempat diendapkan di rekening milik Johny Aliman. Selang beberapa jam, uang dalam rekening tersebut ditarik secara tunai di kantor PT. Jujur Jaya milik Jentang yang terletak di Jalan Gunung Bawakaraeng Makassar.

"Saya menyimpan uang tersebut ke rekening Johny Aliman dan ditarik kembali setelah tiba di show room jujur jaya di Jalan Gunung Bawakaraeng," kata Rusdin dipersidangan kala itu.

Saat ditanya mengapa ia tak menggunakan rekening pribadinya untuk menyimpan uang sewa lahan dari PT. PP tersebut, Rusdin kembali mengaku tak ingat nomor rekeningnya.

"Saya punya rekening tapi tak ingat nomornya. Jadi pakai rekening Johny ,"ucap Rusdin menjawab pertanyaan Hakim Ad-Hock, Abdul Razak kala itu.

Meski keterlibatannya jelas, ketiga orang dekat Jentang tersebut memilih mangkir dari panggilan penyidik. Bahkan seorang diantaranya, Edy Aliman berani membohongi penyidik dengan memberikan alamat palsu hingga menyatakan dirinya berada di luar negeri untuk menghindari panggilan penyidik.

Sementara ia sendiri hanya bersembunyi di hotelnya dan sempat memunculkan diri berfoto dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Jokowi beristirahat di hotelnya usai menghadiri jalan sehat sahabat Jokowi di Makassar, Minggu 29 Juli 2018.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya