Aturan Baru Harga Batu Bara PLN Berlaku Tahun Depan

Pemerintah terus mengkaji kebijakan baru mengenai harga dan alokasi batu bara untuk sektor kelistrikan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 30 Jul 2018, 18:35 WIB
Ilustrasi batu bara Bengkulu (Liputan6.com / Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mengkaji kebijakan baru mengenai harga dan alokasi batu bara untuk sektor kelistrikan. Rencananya, kebijakan baru akan diterapkan pada tahun depan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan telah mengadakan pertemuan dengan perwakilan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), PT PLN (Persero), dan Kementerian Keuangan, guna membahas kebijakan anyar tersebut.

"Jadi, jadi kita lagi exercise soal tadi ada Kemenkeu juga, ada ESDM dan PLN mengenai bagaimana DMO ini," kata Luhut di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (30/7/2018).

 

Rencana kebijakan baru harga batu bara dan alokasi listrik akan dikaji dengan mempertimbangkan potensi peningkatan pendapatan negara dari kegiatan pertambangan batu bara. Setelah kajian sudah selesai, akan dilakukan sosialisasi, sehingga penerapannya baru bisa dilakukan pada tahun depan.

"Jadi, kita mau lihat peluang berapa besar uang yang bisa kita dapat dari sini. Karena kita butuh ekspor kan ini. Nah ini kita lagi hitung," tuturnya.

Menurut Luhut, saat ini belum ada keputusan mengenai kebijakan harga batu bara dan alokasinya khusus untuk sektor kelistrikan.

Untuk diketahui, saat ini harga batu bara untuk sektor kelistrikan dipatok tertinggu USD 70 per ton dan alokasi batu bara 25 persen dari produksi setiap perusahaan.

"Ya, ini lagi di exercise. Makanya, kan kalau misalnya kita atur yang kayak 70 itu kan itu kan kayak kita atur market. Kan kita nggak mau juga," tandasnya.

 


YLKI Tolak Pencabutan Harga Pasokan Batu Bara Domestik

Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pencabutan harga batu bara DMO (Domestic Market Obligation) atau disebut kewajiban pasok batu bara domestik yang diberikan pemerintah kepada PLN.

YLKI bahkan menilai rencana ini sebagai sebuah kemunduran. Diketahui, selama ini PLN mendapatkan fasilitas harga DMO batu bara sebesar USD 70 per metrik ton.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, jika rencana ini diwujudkan, maka yang diuntungkan hanyalah para pengusaha batu bara, sementara kepentingan masyarakat umum diabaikan.

"Bahwa rencana tersebut jika dilihat dari sisi kebijakan publik merupakan sebuah kemunduran. Jika wacana ini diterapkan maka artinya pemerintah lebih pro kepada kepentingan segelintir orang (pengusaha batubara) daripada kepentingan masyarakat luas yakni konsumen listrik," ungkapnya.

"Dengan wacana tersebut nantinya keuntungan eksportir batubara akan melambung tinggi," ujar dia.

Pencabutan DMO batu bara, kata dia akan memberatkan PLN. Menurut dia dampak paling akhir dari kebijakan ini adalah harga listrik yang dinikmati masyarakat bisa saja mengalami kenaikan.

"Kepentingan nasional tidak bisa direduksi dan tidak boleh tunduk demi kerakusan kepentingan pasar. YLKI mendesak agar Menko Maritim membatalkan wacana tersebut, demi kepentingan yang lebih besar dan lebih luas, yakni masyarakat/konsumen listrik di Indonesia. Jangan sampai formulasi ini endingnya memberatkan (membuat bleeding) finansial PT PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan keandalan PT PLN kepada konsumen listrik," tegas dia.

"Wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen. Oleh karena itu wacana Menko Maritim untuk mencabut DMO batu bara harus ditolak," tandas Tulus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya