Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan memutus nasib Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang diduga menjadi wadah terorisme di Tanah Air.
"Kami akan langsung putusan. Kami akan bacakan pada Selasa, tanggal 31 Juli, pukul 09.00 WIB," tutur Ketua Majelis Aris Bawono dalam sidang pada Jumat, 27 Juli 2018.
Advertisement
Sebelumnya, jaksa meminta majelis hakim membekukan dan melarang organisasi yang terafiliasi dengan ISIS itu. Jaksa juga menuntut JAD membayar denda Rp 5 juta yang dibebankan kepada pimpinannya, Zainal Anshori.
"Menuntut majelis hakim membekukan korporasi atau organisasi Jamaah Anshor Daulah, organisasi lain yang berafiliasi dengan ISIS (Islamic State in Iraq dan Syria) atau DAESH (Al Dawla Al Sham) atau ISIL (Islamic State in Iraq and Levant) atau IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai korporasi yang terlarang," kata jaksa Jaya Siahaan saat membacakan tuntutan.
Menurut jaksa, JAD melanggar Pasal 17 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003.
Pelarangan JAD tidak seperti Hizbut Tahrir Indonesia yang menggunakan Undang-Undang Ormas. Sebab, JAD bukanlah organisasi berbadan hukum. Namun, pelarangan tetap bisa terlaksana dengan menggunakan Pasal 17 UU Terorisme yang menyebutkan organisasi tidak berbadan hukum tetap bisa dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
"Dalam UU Terorisme itu kan diatur apabila ada suatu organisasi yang bisa membahayakan masyarakat itu bisa dimintakan untuk dilarang. Inilah posisi kami," ujar jaksa Heri Jerman, saat sidang perdana, Selasa, 24 Juli 2018.
Pleidoi JAD
Pengacara JAD Asludin Hatjani menolak tuntutan tersebut. Menurut dia, para anggota dalam struktur JAD tidak melakukan tindak pidana terorisme seperti disangkakan. Aksi tersebut dilakukan oleh inisiasi dan pemahaman sendiri tanpa suruhan JAD.
"Jadi yang dilakukan itu oleh para anggota terdakwa JAD dilakukan sendiri-sendiri, tanpa melibatkan terdakwa secara struktural," kata Asludin saat membaca pleidoi Jumat, 27 Juli 2018.
"Tindak pidana terorisme oleh anggota JAD itu dilakukan secara perseorangan. Aksi terorisme itu tidak melibatkan JAD secara organisasi," lanjut dia.
Zainal Anshori dihadirkan sebagai perwakilan JAD dan dinilai yang paling bertanggung jawab atas kelompok tersebut.
"Organisasi yang saya pimpin tidak pernah memiliki visi misi, atau bahkan memerintahkan anggotanya untuk melakukan serangkaian tindakan terorisme di Indonesia. Hal tersebut merupakan inisiatif pribadi," tutur Zainal.
Dia menduga, anggota JAD yang terlibat tindak pidana terorisme lantaran terinspirasi kelompok teror di Suriah dan bukan atas perintah organisasi. Hal ini diyakini lantaran JAD yang dipimpinnya bertujuan untuk berkegiatan penyebaran paham khilafah, seperti ditasbihkan Ketua ISIS Abi Bakar Albaghdadi, dengan arahan hijrah ke Suriah untuk berjihad.
"JAD menjadi wadah yang mendukung khilafah di Suriah. Tidak ada bantahan berafiliasi dengan ISIS. Tapi tidak ada visi misi (dalam organisasi) JAD melakukan bom amaliyah gitu," jelas Zainal.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement