Liputan6.com, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) International Finance Corporation (IFC), Philippe Le Houerou mengatakan, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia secara signifikan masih terhambat dalam mendapatkan kredit.
Seharusnya, kata dia, dengan regulasi yang tepat, industri financial technology (fintech) Indonesia dapat memberikan pembiayaan yang sangat dibutuhkan oleh UMKM.
Philippe mengatakan, kesenjangan keuangan untuk bisnis industri fintech ini diperkirakan mencapai USD 166 miliar atau 19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2017.
Baca Juga
Advertisement
"Terdapat 58 juta UMKM di Indonesia, yang mempekerjakan 89 persen tenaga kerja sektor swasta, dan berkontribusi hingga 60 persen dari PDB negara tersebut," ujar dia dalam Forum Inklusi Finansial FinTech Indonesia, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Secara keseluruhan, Philippe mengatakan Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk meningkatkan inklusi finansial. "Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam inklusi keuangan, namun masih banyak yang harus dilakukan untuk menjembatani kesenjangan akses keuangan," ujar dia.
Ketua Asosiasi FinTech Indonesia, Niki Luhur mengatakan, saat ini ada sekitar 235 perusahaan fintech yang beroprasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lebih dari setengahnya didirikan dalam dua tahun terakhir. Sementara pembayaran digital oleh fintech telah mencapai nilai total transaksi sebesar USD 21 juta di Indonesia.
"Menurut Findex 2017, hanya 49 persen orang dewasa di Indonesia yang memiliki akses ke lelayanan finansial normal. Asosiasi fintech berkomitmen untuk membantu mendorong cita-cita strategis pemerintah Indonesia yaitu menyetarakan 75 persen masyarakat Indonesia ke dalam sistem finansial formal di 2018," ujar Niki.
Dengan demikian, dirinya optimistis ke depan fintech dapat bekerjasama dengan institusi finansial yang ada untuk memperluas jangkauan dan secara signifikan dapat meningkatkan kecocokan produk dan pasar.
"Industri fintech sudah meningkat dengan cepat dan sudah memiliki lebih dari 30 juta pemakai, lebih dari tiga juta agen menjangkau 350 negara atau kota," kata dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Kemkominfo Siap Blokir Aplikfasi Fintech Ilegal
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan memblokir aplikasi financial technology (fintech) yang bergerak di sektor peer to peer lending atau pinjaman individu, yang beroperasi secara ilegal di Indonesia. Sebagian fintech itu berasal dari China.
Pada pekan lalu, OJK merilis data 227 peer to peer lending fintech ilegal yang beroperasi di Indonesia. Berdasarkan peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016, penyelenggara peer to peer lending wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.
Selain menghentikan kegiatan usaha, OJK juga meminta agar fintech ilegal tersebut segera menghapus aplikasinya dan menutup website.
Menkominfo Rudiantara menyatakan bahwa pihaknya bersama OJK akan segera menyelesaikan permasalahan terkait fintech. "Saya sama Pak Tirta (Komisioner OJK-red), kami address masalah fintech, layanan masyarakat, dan lain sebagainya. Insya Allah Senin besok kami selesaikan, yang RupiahPlus, fintech ilegal, dan lain sebagainya," kata Rudiantara saat ditemui di Kompleks Gedung BI, Jakarta Pusat, Minggu 29 Juli 2018.
Dia menjelaskan, Kemenkominfo hanya bisa menindak fintech yang tidak sesuai aturan jika ada arahan dari OJK. Sebab fintech-fintech tersebut berada langsung di bawah pengawasan OJK.
"Yang bisa dilakukan penindakan itu dari sisi OJK. Kalau OJK bilang pelanggaran dan harus dimatikan saya akan matikan, artinya akan saya blok (fintech-nya)," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement