YLKI: PLN Dapat Batu Bara Kualitas Rendah

Penerapan harga khusus‎ batu bara untuk sektor kelistrikan perlu dipertahankan untuk meredam kenaikan biaya pokok produksi listrik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Jul 2018, 18:53 WIB
Aktivitas di tambang batu bara di Lubuk Unen, Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta kepada pemerintah untuk menjamin pasokan batu bara untuk pembangkit listrik. Saat ini mayoritas listrik di Indonesia dipasok dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara.

Ketua Harian YLKI Tulus Abdi mengatkan, dalam porsi pembangkitan listrik nasional 60 persen berasal dari PLTU yang sumber energi primernya berasal dari batu bara. Namun ternyata, pengelola pembangkit kesulitan untuk mendapat pasokan batu bara engan kualitas bagus.

"Untuk memperoleh batu bara bukan perkara gampang bukan cuma soal harga, batu bara yang dipasok ke PLN batu bara kalori rendah, yang kalori bagus diekspor artinya PLN dapat barang rongsok,"‎ kata Tulus, di Jakarta, Selasa (30/7/2018).

Menurut Tulus, kepastian pasokan batu bara untuk pembangkit adalah keharusan, meski ada aturan 25 persen produksi batu bara dari setiap perusahaan tetapi ‎PLN masih bersusah payah mendapatkan pasokan batu bara sesuai dengan kalori yang dibutuhkan pembangkit.

"Pasokannya pun susah, meskipun 25 persen mereka harus jungkir balik mencari batu bara kalori tinggi. Ini bisa seperti ayam mati di lumbung padi," ujarnya.

Tulus melanjutkan, penerapan harga khusus‎ batu bara untuk sektor kelistrikan juga perlu dipertahankan untuk meredam kenaikan biaya pokok produksi listrik, karena saat ini harga batubara di pasar terus melambung.

"Sekarang batu bara melambung itu sangat signifikan berpengaruh dengan cost kelistrikan, kenapa mesti DMO karena batubara produk dari perut bumi Indonesia, masa dari dalam negeri harus menggunakan harga internasional, harus ada harga khusus," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengusaha Sambut Positif Pencabutan Harga Batu Bara Domestik

Tak tanggung-tanggung, nilai tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Pengusaha menyambut positif rencana pemerintah mencabut aturan harga domestic market obligation (DMO) atau kewajiban memasok batu bara yang ditetapkan USD 70 per ton.

Aturan penetapan harga kewajiban pasok batu bara dalam negeri dinilai merugikan pengusaha lantaran harga batu bara sedang bagus. Harga batu bara di ICE NewCastle untuk pengiriman Agustus 2018 sekitar USD 115,20. Kondisi ini jauh berbeda pada 2016 yang berada di kisaran USD 48.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menuturkan, rencana pemerintah yaitu mencabut harga kewajiban pasokan batu bara dalam negeri yang ditetapkan USD 70 per ton. Sedangkan pasokan 25 persen ke PLN masih tetap. Penetapan harga itu, menurut Hendra, merugikan pengusaha dan penerimaan negara.

Seperti diketahui, aturan DMO merupakan kewajiban bagi produsen batu bara untuk alokasikan 25 persen buat pasar domestik. Selain itu, aturan tersebut juga menetapkan harga USD 70 per ton untuk PLN. 

"Pasokan tetap. Ini harga untuk kewajiban memasok batu bara dengan harga USD 70 per ton yang mau dicabut. Jadi bukan DMO," kata Hendra saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (28/7/2018).

Ia menambahkan, selama ini harga USD 70 per ton untuk pasokan batu bara domestik merugikan pengusaha dan pemerintah. Bagi pengusaha, nilai penjualan belum maksimal lantaran harga batu bara dunia sedang bagus tapi ada penetapan harga yang dipasok ke domestik. Sedangkan bagi pemerintah menurut Hendra, mengurangi penerimaan negara.

"Penetapan harga USD 70 tidak fair di kalangan pengusaha pasok ke PLN. Ini dirugikan karena harga rendah. Jadi banyak perusahaan malas-malasan karena dibedakan. Kementerian ESDM juga wajibkan setor 25 persen ini juga buat kebingungan pelaku pasar," kata Hendra.

Oleh karena itu, ia menyambut positif langkah pemerintah untuk mencabut harga kewajiban pasokan batu bara USD 70 per ton. Dengan begitu, harga dikembalikan sesuai harga pasar. Hal itu menurut Hendra menguntungkan pengusaha dan pemerintah.

"Sekarang kondisi ekonomi begini kuncinya butuh ekspor dan investasi. Ekspor diuntungkan dengan skema ini dan akan meningkatkan investasi. Pada 2008 ketika terjadi krisis, ekspor batu bara yang bantu," kata Hendra.

Hendra klaim dengan skema pencabutan harga batu bara DMO USD 70 per ton juga tak bebani PLN. Hal itu karena pemerintah akan tetapkan iuran seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP). Jadi pelaku usaha akan bayar iuran kepada badan tersebut.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya