Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 227 entitas peer to peer (P2P) landing ilegal ditemukan di Indonesia. Platform tersebut sebagian besar berasal dari China.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida menegaskan, semua penyelenggara peer to peer lending wajib mendaftarkan diri dan mendapatkan izin dari OJK.
Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK No 77/POJK 01/2016, tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) untuk mendukung pertumbuhan industri fintech.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau ada misalnya fintech company yang akan beroperasi di Indonesia harus ada izin dari OJK, harus terdaftar. Dan saat ini, tingkatannya itu terdaftar kemudian setelah setahun mereka akan memperoleh disyaratkan punya izin," kata Nurhaida, saat ditemui di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Dalam aturan tersebut juga tertulis jika perusahaan fintech harus lebih transparan antara pemberi pinjaman atau kreditor dengan nasabah yang meminjam (borrower).
"Dalam mengatur fintech regulation ini atau peer to peer secara khusus, yang diatur itu kewajiban dari platform ini mensyaratkan transparansi kedua belah pihak. Dan ini akan berlaku juga bagi seluruh fintech dan crowdfunding," sebutnya.
Sebelumnya, OJK mencatat baru 63 perusahaan fintech peer to peer lending yang sudah mendaftar dan mengantongi izin.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing menemukan bahwa 227 fintech peer to peer lending yang tidak memiliki izin.
"Satgas Waspada Investasi menemukan 227 entitas yang tidak memiliki izin, sehingga berpotensi merugikan masyarakat," ungkap dia.
Karena itu, dia meminta masyarakat untuk lebih waspada dan teliti sebelum memanfaatkan produk yang ditawarkan fintech peer to peer lending, karena tidak berada di bawah pengawasan OJK.
"Kami pun akan rutin menyampaikan informasi terkait perusahaan peer to peer lending yang tidak berizin. Selain itu peran serta masyarakat sangat diperlukan terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tak berizin tersebut," tandasnya.
OJK akan Luncurkan Fintech Center
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk meluncurkan Financial Technology Center (Fintech Center). Kehadiran Fintech Center ini diharapkan menjadi tempat berkembangnya perusahaan teknologi yang ada di Tanah Air.
"Fintech Center ini akan dibangun oleh OJK, mudah-mudahan kita akan soft launching dalam waktu dekat," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida saat ditemuk di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
"Dari situ akan ada diskusi dan kerja sama dengan institusi lain, dengan players dan juga dengan asosiasi lain-lain," tambahnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Ketua Asosiasi FinTech Indonesia, Niki Luhur mengatakan, saat ini ada sekitar 235 perusahaan fintech yang beroperasi di Indonesia. Lebih dari setengahnya didirikan dalam dua tahun terakhir.
Sementara pembayaran digital oleh fintech telah mencapai nilai total transaksi sebesar USD 21 juta di Indonesia.
"Menurut Findex 2017, hanya 49 persen orang dewasa di Indonesia yang memiliki akses ke lelayanan finansial normal. Asosiasi fintech berkomitmen untuk membantu mendorong cita-cita strategis pemerintah Indonesia yaitu menyetarakan 75 persen masyarakat Indonesia ke dalam sistem finansial formal di 2018," ujarnya.
Dengan demikian, dirinya yakin ke depan fintech dapat bekerjasama dengan istitusi finansial yang ada untuk memperluas jangkauan dan secara signifikan dapat meningkatkan kecocokan produk dan pasar.
"Industri fintech sudah meningkat dengan cepat dan sudah memiliki lebih dari 30 juta pemakai, lebih dari tiga juta agen menjangkau 350 negara atau kota," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement