Pengusaha Optimalkan Penyerapan Garam Lokal

Pengusaha optimalkan penyerapan garam produksi dalam negeri untuk dukung petambak garam lokal.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Jul 2018, 19:50 WIB
Tidak sedikit petambak garam di Cirebon berhutang kepada tengkulak sebagai pengikat agar hasil produksi garamnya tidak dijual ke luar. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia menyatakan, akan mengoptimalkan penyerapan garam produksi dalam negeri. Hal ini untuk mendukung upaya petambak garam lokal.

Ketua Asosiasi Garam Indonesia, Toni Tanduk mengatakan, sektor industri telah menyerap sebagian garam lokal hasil panen dari petambak. Total penerapannya diperkirakan sekitar 110 ribu ton.

"Penyerapan garam lokal sedang berjalan, dan mungkin panen puncak pada akhir September hingga awal Oktober 2018," kata Toni, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, terhitung hingga Juli pekan keempat total garam yang diproduksi tambak Indonesia mencapai 88 ribu ton. Jumlah tersebut berasal dari 21 tambak garam binaan KKP 69 ribu ton dan produksi PT Garam sebesar 19 ribu ton. 

Total tambak binaan KKP ada 21 lokasi yang tersebar seluruh Indonesia, mayoritas berada di Madura, Gresik dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Tambak binaan tersebut dikelola dalam mekanisme koperasi. 

Garam yang dihasilkan oleh petambak difokuskan untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi, meski begitu sebagian industri juga menyerap garam produksi petambak lokal tersebut.

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bramantyo menuturkan, untuk mengantisipasi garam tidak jatuh pada musim panen, KKP telah menyiapkan program resi bank bagi petambak yang mau menyimpan garam di gudang yang disediakan. 

Resi bank ini dapat ditukar ke bank rekanan, untuk mendapatkan modal produksi. Dengan program resi bank ini diharapkan para petambak tidak perlu lagi khawatir dengan harga garam. 

"Jadi harga tidak jatuh. Kemarin sempat ada kabar harga anjlok dari Rp 8 ribu ke Rp 2 ribu, karena pas lagi musim panen yang keluar banyak sekali. Ketika demand tidak banyak, harga jadi tidak karuan,” kata dia.

 


PT Garam Belum Bisa Kelola 225 Hektare

Sedikitnya 300 hektare tambak garam di Kabupaten Cirebon terkikis akibat abrasi tiap tahunnya. Foto : (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengungkapkan akan memberikan Hak Guna Usaha (HGU) di tanah milik negara selus 225 hektare (ha) yang berada di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Rencananya tanah tersebut akan dikelola menjadi lahan industri garam.

Sofyan mengatakan, penyerahan HGU tersebut nantinya tidak serta merta akan diberikan begitu saja kepada PT Garam. Namun pihaknya akan memastikan kembali status kepemilikan tanah tersebut.

"Ternyata di situ sudah ada yang nerima sertifikat dan lain lain jadi kita bereskan dahulu begitu sudah jelas duduk perkaranya baru kita akan keluarkan Bak Pengguna Lahan (HPL) kepada pemerintah daerah setelah itu baru kita berikan HGU kepda PT garam," ujarnya usai rapat lanjutan Progres Ekstensifikasi Ladang Garam di Kantor Maritim, Jakarta, Selasa 3 Juli 2018.

"Yang 225 ha dulu yang akan diberikan kepada PT Garam karena itu tenyata tidak bersih sehingga kita harus petakan kembali gimana statusnya," tambahnya.

Sofyan mengatakan, lahan yang tadinya milik empat perusahaan itu kini diserahkan kepada PT Garam untuk usaha produksi garam. Sebab selama ini tanah tersebut tidak dipergunakan selama hampir 25 tahun.

"Ada empat perusahaan selama 25 tahun tidak melakukan apa-apa kita batalkan kita asumsikan bahwa tanah itu bersih tidak kita apa-apa, ternyata selama itu ada keluar sertifikat makanya kita perlu tahu dulu duduk perkaranya di lapangan," ujarnya.

"Dalam satu minggu tim kita akan pergi ke lapangan akan memetakan secara detail apa kondisi lapangan di sana," tambah dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya