Harga Minyak Catatkan Penurunan Bulanan Terbesar Sejak 2016

Harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia di pasar berjangka untuk pengiriman Oktober turun USD 1,34 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 01 Agu 2018, 05:40 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak jatuh pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) dan mencetak penurunan bulanan terbesar dalam dua tahun. Pendorong penurunan harga minyak ini karena kekhawatiran pasokan dari organisasi eksportir minyak (OPEC) yang mencapai angka tertinggi pada Juli ini.

Mengutip Reuters, Rabu (1/8/2018) harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia di pasar berjangka untuk pengiriman Oktober turun USD 1,34 dan menetap di USD 74,21 per barel. Sedangkan untuk September yang berakhir pada hari Selasa, ditutup pada USD 74,25 per barel.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS di berjangka turun USD 1,37 per barel atau hampir 2 persen dan menetap di USD 68,76 per barel.

Harga minyak Brent kehilangan lebih dari 6 persen pada Juli, sementara minyak mentah AS berjangka merosot sekitar 7 persen, penurunan bulanan terbesar untuk kedua benchmark sejak Juli 2016.

Harga minyak memperpanjang kerugian pada perdagangan berjangka setelah data dari American Petroleum Institute menunjukkan persediaan minyak mentah domestik naik 5,6 juta barel pekan lalu. Padahal dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan stok turun 2,8 juta barel.

Data Administrasi Informasi Energi AS akan dirilis pada Rabu waktu setempat.

Selain itu, pendorong penurunan harga minyak juga karena Rusia dan OPEC meningkatkan produksi pada Juli. Dalam survei produksi Reuters pada Senin, anggota OPEC meningkatkan produksi pada Juli sebesar 70 ribu barel per hari (bpd) menjadi 32,64 juta bpd.

"Kami melihat penambahan produksi ini menjadi beban bagi harga minyak," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group, Chicago, AS.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Perdagangan Sebelumnya

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Penurunan harga minyak pada perdagangan Selasa ini berkebalikan dengan perdagangan sehari sebelumnya. Harga minyak naik pada hari Senin melompat lebih dari 2 persen, karena pedagang terus fokus pada gangguan pasokan dan kemungkinan terpukulnya produksi minyak mentah akibat sanksi AS terhadap Iran.

Harga minyak telah rebound dari posisi terendah baru-baru ini selama dua minggu terakhir, karena sanksi AS pada Iran sudah mulai membatasi ekspor dari negara itu. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Senin dia akan bertemu dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani.

"Skenario terbaik adalah bahwa AS memberikan keringanan sanksi yang berarti dalam menjelang pemilihan jangka menengah dan Iran terhindar dari kerugian ekspor sekitar 500-700.000 barel per hari," kata PVM Oil Associates Tamas Varga dalam sebuah catatan.

Pasar mempertahankan keuntungan bahkan setelah survei Reuters menunjukkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) meningkatkan produksi pada bulan Juli. OPEC menaikkan produksi 70.000 barel per hari (bph) menjadi 32,64 juta bph, tertinggi 2018.

Peningkatan pasokan lebih lanjut dapat mengimbangi pemadaman produksi dan tekanan harga. Harga tetap didukung oleh prospek pasokan yang ketat, dengan persediaan global turun dari rekor tertinggi pada tahun 2017 dan persediaan AS di posisi terendah tiga tahun, kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya