Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana meningkatkan campuran crude palm oil (CPO) dalam solar hingga mencapai 100 persen atau B100. Namun untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan menaikkan campuran CPO dalam solar dari 15 persen (B15) menjadi 20 persen (B20) dalam jangka pendek.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, untuk B20 ini akan diarahkan pada konsumsi solar di sektor yang non-Public Service Obligation (non-PSO). Payung hukum untuk penerapan kebijakan tersebut pun telah siapkan pemerintah.
"B20 dilaksanakan non-PSO. Kemarin PSO. B20 dilaksanakan, Perpres (Peraturan Presiden) sudah ada," ujar dia di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia menyatakan, untuk bahan bakar kendaraan, tetap akan diberikan PSO. Namun sektor yang dituju untuk non-PSO antara seperti pertambangan dan pembangkit listrik.
Bahkan untuk pembangkit listriknya sebenarnya sudah bisa menggunakan solar dengan campuran CPO lebih dari 20 persen.
"Kalau otomotif itu namanya. Ini sudah jalan. Yang sekarang non-PSO itu pertambangan, kereta api, pembangkit listrik. Itu sebagian bisa lebih dari B20. Bahkan mesin tertentu ada yang bisa 100 persen dengan modifikasi tertentu," kata dia.
Sementara untuk mencapai B100, lanjut Airlangga, setidaknya membutuhkan waktu hingga tiga tahun ke depan. Sebab, diperlukan pabrik yang mampu memproduksi B100 tersebut.
"Tetapi untuk bangun B100 proses harus ada pabrik green diesel baru dan itu proses makan waktu 3 tahun. Harus ada bikin pabrik karena proses yang sekarang itu proses esterifikasi namanya, sehingga menjadi B20. Kalau B100 itu hydrogenation. Beda proses," tutur dia.
Jika telah mencapai B100, kata dia, maka bukan hanya membuat mesin kendaraan atau pabrik menjadi ramah lingkungan, tetapi juga akan menghemat banyak devisa akibat impor solar yang menurun signifikan.
"Punya 16 juta kilo liter nonpso, jadi savingnya besar sekali. Bikin program B100 karena itu sama dengan Euro4 standarnya. Jadi untuk B100 mesin tidak perlu dimodifikasi," ujar dia.
Pemakaian Biodiesel 20 Persen, RI Hemat Devisa USD 5,5 Miliar
Sebelumnya, Pemerintah terus merampungkan rencana perluasan penerapan B20 (biodisel dengan pencampuran minyak solar dan minyak sawit 20 persen) untuk non public service obligation (PSO) dan nonPSO.
Penerapan ini salah satunya bertujuan untuk menekan kebutuhan impor dan peningkatan harga kelapa sawit. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Bidang Perekonomian), Darmin Nasutionmengatakan, penerapan B20 dapat berdampak pada penghematan devisa negara sekitar USD 5,5 miliar per tahun. Dengan asumsi Indonesia menggunakan B20 secara penuh pada PSO dan non PSO.
"Dengan melaksanakan B20 untuk PSO dan non PSO paling tidak ada dua dampak positifnya. Satu penghematan devisa. Kalau sudah full B20 nya mudah-mudahan dalam waktu enggak lama beberapa bulan kita bisa mencapainya, itu setahun bisa menghemat USD 5,5 miliar," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat 20 Juli 2018.
Dengan penghematan sebesar USD 5,5 miliar, secara harian Indonesia dapat menghemat USD 21 juta per hari. "Berarti sehari, hari kerja ya 260 hari dalam setahun. Berarti sehari USD 21 juta itu penghematannya. Penghematan bukan keuntungan," ujar dia.
Penghematan ini dapat dilakukan karena penerapan B20 akan mengkombinasikan penggunaan solar dan minyak sawit. Sehingga, ketergantungan Indonesia terhadap impor dapat ditekan. "Artinya kita tidak pakai valas lagi, kerena diisi oleh biodiesel nya," kata Darmin.
Darmin mengatakan, penerapan biodisel ini sebenarnya sudah dilakukan pada PSO. Namun, dalam perjalanannya masih tergolong lambat karena hanya digunakan oleh beberapa sektor. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong agar penerapan B20 dapat diperluas.
"Jadi biodiesel itu sebetulnya pemerintah itu punya peraturan pemerintah nomornya 61, yang mengatur kewajiban atau mandatori menggunakan B20. Selama ini yang berjalan itu adalah itu ada dua kelompok besar PSO dan Non PSO. Yang jalan itu PSO walaupun kurang optimal juga," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement