Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli 2018 sebesar 101,66 atau menurun sebesar 0,37 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani.
"NTP nasional pada Juli 2018 sebesar 101,66 atau turun 0,37 persen dibanding NTP bulan sebelumnya," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Kecuk Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Penurunan NTP disebabkan oleh kenaikan Indeks Harga yang diterima petani sebesar 0,28 persen. Angka ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan kenaikan Indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,66 persen.
Pada Juli 2018, NTP Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan tertinggi sebesar 1,10 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya.
Sebaliknya, NTP Provinsi Banten mengalami penurunan terbesar sebesar 2,11 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.
"Kenaikan tertinggi NTP di Provinsi Nusa Tenggara Timur disebabkan kenaikan pada subsektor peternakan khususnya komoditas sapi potong yang naik sebesar 1,81 persen," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Daya Beli Petani Naik 0,05 Persen pada Juni
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Juni 2018 sebesar 102,04 atau naik 0,05 persen dibandingkan NTP bulan sebelumnya.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, kenaikan ini karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,36 persen, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,3 persen.
"Kenaikan NTP pada Juni 2018 disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin 2 Juli 2018.
Dia menuturkan, NTP Maluku mengalami kenaikan tertinggi yaitu sebesar 0,78 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lain. Sebaliknya, NTP Riau mengalami penurunan terbesar, turun 1,87 persen dibandingkan provinsi lain.
"Kenaikan tertinggi NTP di Maluku disebabkan kenaikan subsektor tanaman pangan khususnya komoditas ketela pohon yang naik sebesar 1,92 persen,” kata dia.
"Sedangkan penurunan terbesar NTP di Riau disebabkan penurunan pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, khususnya pada komoditas kelapa sawit yang turun sebesar 6,39 persen," ujar dia.
Untuk diketahui, NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukan daya tukar (trems of frade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang konsumsi maupun untuk biaya produksi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement