Liputan6.com, Jakarta - PT Pupuk Indonesia (Persero) memastikan penyaluran pupuk bersubsidi untuk Nusa Tenggara Barat (NTB) tetap lancar pasca terjadi gempa bumi yang merusak beberapa rumah penduduk dan fasilitas umum.
"Sejauh ini gempa yang menimpa wilayah NTT dan NTB tidak menggangu penyaluran pupuk bersubsidi. Penyaluran berjalan aman dan terkendali," kata Head Of Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana, Rabu (1/8/2018).
Advertisement
Bahkan kontrol penyalurannya, Pupuk Indonesia menyediakan Call Centre Pupuk Indonesia melalui nomor: 0800.100.800.1 untuk pengaduan dan pelaporan.
Di sisi lain, sebagai bentuk kepedulian terhadap korban bencana gempa bumi, PT Pupuk Indonesia (Persero) melalui anak usahanya PT Pupuk Kalimantan Timur memberikan bantuan tanggap pertama kepada korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Perusahaan menyalurkan bantuan kurang lebih senilai Rp 46 juta kepada korban gempa bumi 6,4 SR yang terjadi pada 29 Juli 2018.
Manager Area Bali, NTB dan NTT PT Pupuk Kalimantan Timur Rachmansyah mengatakan pemberian bantuan total berupa 500 kardus mi instant, 25 kardus makanan kering dan 50 kardus mineral langsung diterima oleh Camat Desa Sembalun (Lombok Timur), Camat Desa Sambelia (Lombok Timur) dan Camat Desa Bayan (Lombok Utara) di masing-masing posko bencana.
"Tim kami yang ada dilapangan akan terus memantau kondisi keadaan disana dan berkoordinasi dengan Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat," tambah Racmansyah. (Yas)
Penggunaan Pestisida Berlebih Ancam Ketahanan Pangan RI
Sebelumnya, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan kerusakan lahan dan penggunaan pupuk serta pestisida yang tidak bijak menjadi ancaman bagi ketahanan pangan Indonesia.
Phd Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO Ratno Soetjiptadie mengatakan, sekitar 69 persen tanah Indonesia dikategorikan rusak parah lantaran penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.
Selain itu, ketahanan pangan (food securities) Indonesia pada periode 2015-2080 juga sangat rentan terhadap perubahan iklim. Akibatnya, masalah banjir, kekeringan, serangan hama, selalu dijadikan kambing hitam dari gagal pangan.
"Kita belum punya perencanaan. Kalau butuhnya 1 juta ton, mustinya produksi 1,5 juta ton sehingga ada stok 0,5 juta ton. Kita belum sampai ke sana," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.
Sementara itu, minimnya ilmu pengetahuan, membuat petani dalam negeri tidak dapat mengukur kadar Ph tanah atau obat-obatan apa saja yang tidak boleh digunakan. Hal ini diperparah juga dengan ketidakmampuan petani dalam memilih benih unggul.
Dia mencontohkan, petani di Karawang memberikan pupuk pada tanaman padi hingga 1 ton dengan harapan akan meningkatkan produksinya. “Akibatnya biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi, dan salah satu kontribusinya dari pembelian pupuk,” kata dia.
Menurut Ratno, biaya produksi beras di Indonesia saat ini sebesar Rp 5.900 per kilogram (kg). Angka tersebut lebih tinggi ketimbang biaya produksi di negara lain seperti Vietnam yang sebesar Rp 2.300 per kg, Australia Rp 1.800 per kg dan Amerika Serikat Rp 900 per kg.
"Ditakutkan jika tidak terobosan, Indonesia akan tetap impor beras. Sementara sekitar 40 juta petani padi di Indonesia itu menghidupi penduduk 240 juta jiwa, itu riskan. Apabila petani merugi, maka akan beralih profesi. Sehingga siapa yang akan menanam padi," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement