Jakarta - Karateka Ceyco Georgia bakal mengikuti Asian Games untuk kali pertama. Menggeluti olahraga bela dini ini sejak berusia lima tahu, dia berharap dapat membanggakan keluarga.
Saat bertanding di Asian Games 2018, karateka bernama lengkap Ceyco Georgia Zefanya Hutagalung itu baru berusia 19 tahun. Meski masih belia, Ceyco akan menjadi andalan Indonesia karena prestasi yang sudah ditorehkannya dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga
Asian Games 2018: KONI Optimistis Paralayang Sumbang Medali
- Hendro Yap, Tekad Ingin Diakui dan Impian Besar untuk Indonesia
Membedah Penjaga Gawang Timnas Indonesia U-23
Advertisement
Ceyco Georgia menyabet gelar juara untuk kategori junior saat beraksi di Kejuaraan Asia Karate (AKF) 2014 di Malaysia. Prestasinya berlanjut dengan memenangi Kejuaraan Dunia Karate (WKF) 2015 di Indonesia.
Memiliki darah karate dari tante dan kakak laki-lakinya, Ceyco kini bertekad mengharumkan nama Indonesia di level internasional lewat cabang olahraga karate. Karateka putri kelahiran Jakarta, 24 Juni 1999 bakal menjadi wakil Indonesia di kancah Asian Games.
Berkat tekad kuatnya sejak berusia lima tahun, alumnus SMA 39 Jakarta itu siap membidik medali emas di Asian Games 2018. Tekadnya makin membara lantaran sebelumnya tak bisa mengikuti SEA Games 2017 di Malaysia lantaran belum memenuhi kriteria usia.
Dengan persiapan maksimal, termasuk melakukan tryout ke Mesir, Finlandia, dan Yordania, tak ada alasan bagi dara cantik ini untuk tidak meraih medali di Asian Games mendatang.
Juara Dunia Junior, Bukti Totalitas di Dunia Karate
Boleh diceritakan bagaimana awalnya Anda menyukai karate?
Berawal ketika saya baru berusia lima tahun. Saat itu saya suka melihat tante saya bertanding karate. Rasanya seru melihat dia 'pukul-pukul' orang lalu bisa pergi bertanding ke luar negeri. Dari situ saya punya keinginan ikut karate.
Kemudian yang benar-benar membuat saya ingin menggeluti karate adalah karena setelah mengikuti Pekan Olahraga Pelajar, saya berhasil menjadi juara. Namun, memang sebenarnya dari kecil saya tidak setengah-setengah dan selalu total berkecimpung di karate. Orang tua selalu mendukung dan membantu menyiapkan semuanya, jadi akhirnya benar-benar serius.
Apakah masih ingat kapan pertama kali tampil di kejuaraan karate?
Wah, kalau kejuaran pertama yang saya ikuti tentu tidak ingat, karena saya memang mengikuti karate dari usia lima tahun.
Anda berhasil menjadi juara dunia karate level junior pada 2015. Apa kunci sukses bisa juara dunia pada usia sangat muda?
Kunci suksesnya yang pertama giat berlatih, tekun dalam melakukan segalanya, dan yang paling penting selalu berdoa. Menurut saya, kalau semua sudah dilakukan, lebih baik berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
Saya memang selalu seperti itu. Maksimal dalam setiap latihan, dan ketika akan bertanding saya serahkan semuanya kepada Tuhan. Saya selalu berpikir terserah Dia ingin memberikan apa kepada saya sebagai hasil pertandingan itu.
Ikut karate sejak kecil, sebelumnya membayangkan bisa menjadi juara dunia?
Tentu tidak. Saya tidak pernah terbayang karena dulu saya berpikir sulit menjadi juara dunia. Bagaimana mungkin bisa meraih dengan mudah karena semua karateka dari seluruh dunia ikut.
Jadi memang tidak pernah sedikit pun terlintas di pikiran bahwa saya bisa menjadi juara di level dunia. Bahkan kadang saja masih suka tidak percaya kalau saya pernah merebut titel juara dunia.
Begitu akhirnya bisa menjadi juara, apa yang terlintas di pikiran saat itu?
Saya terharu. Saya merasa sangat bangga. Saya berpikir ternyata saya bisa melakukannya. Namun, kembali lagi kalau bukan karena Tuhan, mungkin saya tidak bisa meraihnya.
Advertisement
Pengalaman Berharga Bangkit dari Keterpurukan
Berkecimpung di dunia karate selama belasan tahun, apa yang paling berkesan dari karate?
Hmmm, yang paling berkesan tentu ketika saya bisa menjadi juara dunia pada 2015. Selain itu juga ketika saya menjadi juara Asia junior di Malaysia pada 2014. Kalau juara di Malaysia itu menjadi pengalaman berharga karena saya bisa menjadi juara di negara lain. Selain itu saya juga menjadi satu-satunya dari Indonesia yang mendapatkan medali, jadi sangat berkesan.
Kalau ada yang paling berkesan, apakah ada pengalaman yang paling pahit?
Ada. Sebelum kejuaraan dunia 2015 itu saya sempat mengikuti pemusatan latihan. Namun, tiba-tiba ketika pemusatan latihan hampir selesai, saya sempat tidak bisa berjalan. Saya tidak bisa bergerak karena ada masalah low back pain. Rasanya sangat sakit ketika saya mengalami cedera itu dan yang membuat saya sedih itu terjadi sebelum kejuaraan.
Namun, itu tak membuat saya terpuruk. Saya tetap berusaha untuk bisa kembali menemukan performa terbaik saya setelah menjalani perawatan dan terapi.
Pernah merasa terpuruk?
Tentu pernah. Biasanya saya merasa sangat terpuruk ketika sudah berlatih keras tapi ketika bertanding hanya bisa satu kali karena kalah. Saya pernah mengalaminya, sudah berlatih berbulan-bulan, ketika mengikuti sebuah event level Asia Tenggara kalah di pertandingan pertama.
Rasanya hancur. Saya sudah mempersiapkan semua dengan sangat baik, tapi ketika sampai di kejuaraan yang saya tunggu, akhirnya malah kalah dan semua jerih payah latihan saya seperti tidak terbayar.
Lalu bagaimana Anda bangkit?
Saya berpikir, tidak selamanya saya harus menjadi juara. Saya merenung dan mengakui bahwa dalam prosesnya memang ada yang tidak maksimal.
Kemudian saya berpikir dan merenung bahwa mungkin dengan kekalahan itu saya diminta untuk lebih bekerja keras lagi. Saya berpikir siapa tahu dengan terus melakukan yang terbaik bisa mendaptkan hasil yang lebih baik juga.
Mimpi Terbesar dalam Hidup
Asian Games 2018 jadi multi-event pertama Anda di level senior. Apakah optimistis bisa meraih medali?
Saya sudah berlatih selama berbulan-bulan. Jika saya tidak punya motivasi untuk mendapatkan medali emas, lalu untuk apa saya berlatih selama ini? Saya berlatih sampai meninggalkan keluarga, meninggalkan kuliah, dan jika tidak maksimal tentu tidak masuk akal bagi saya.
Saya termotivasi untuk bisa meraih medali di Asian Games 2018. Terutama karena kita adalah tuan rumah Asian Games, tentu rasanya bohong kalau saya tidak ingin memaksimalkan peluang untuk mendapatkan medali emas.
Apakah sudah punya bayangan karateka yang perlu diwaspadai di Asian Games 2018?
Jika bicara level Asia, tentu ada Iran, Jepang, Vietnam, dan Kazakhstan. Saya melihatnya dari ranking-ranking karate mereka di WKF, dan mereka selalu ada di level tertinggi.
Melihat peringkat mereka, tentu saja karateka itu tidak sembarangan, memiliki kemampuan yang sangat bagus dan di atas rata-rata.
Anda sudah pernah merasakan juara dunia di level junior dan kini mencari prestasi lebih tinggi lagi. Jika bicara kehidupan, mimpi apa yang ingin Anda kejar?
Mimpi terbesar dalam hidup saya adalah ingin membahagiakan keluarga saya. Bukan hanya membahagiakan orang tua, tetapi keluarga besar saya.
Saya juga ingin membuat mereka semua bangga dan membantu semua keluarga saya yang memang membutuhkan melalui prestasi saya di dunia karate.
Advertisement