Status IUPK Sementara Freeport Kembali Diperpanjang 1 Bulan

Perpanjangan status IUPK sementara diberikan ‎karena proses negosiasi yang belum selesai.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Agu 2018, 19:10 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan perpanjangan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara kepada Freeport Indonesia, setalah habis masanya pada 31 Juli 2018.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, perpanjangan status IUPK sementara diberikan ‎karena proses negosiasi yang belum selesai.

"Kalau belum selesai ya diperpanjang (IUPK sementara)," kata Bambang, ‎di Jakarta (1/8/2018).

Perpanjangan masa status IUPK sementara ‎perusahaan tambang asal amerika tersebut berlaku satu bulan, terhitung sejak 1 sampai 30 Agustus 2018. Pemerintah memberikan perpanjangan status IUPK sementara sudah dua kali, sebelumnya perpanjangan diberikan per 1 sampai 31 Juli 2018.

Menurut Bambang, sebelum perpanjangan kedua diberikan, [Freeport ]( 3589321 "")Indonesia ‎telah mengajukan perpanjangan status IUPK sementara.

"Sudah sudah (diajukan) lupa tanggalnya. Nggak ada ngajukan berapa lama yang penting diperpanjang," tandasnya.

‎Untuk diketahui, sampai saat ini ‎belum ada sinyal jika salah satu poin negosiasi yaitu pelepasan saham (divestasi) Freeport menjadi 51 persen segera selesai. Sedangkan poin lain negosiasi yakni terkait pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), stabilitas investasi dan perpanjangan masa operasi.


Bila Freeport Berhenti Operasi, Ini Efeknya buat Indonesia

Freeport Indonesia (AFP Photo)

PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan McMoran Inc telah meneken pokok-pokok kesepakatan divestasi atau Head of Agreement (HoA) saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Dalam kesepakatan ini, Inalum akan menguasai 41,64 persen PT Freeport Indonesia. Langkah ini untuk menggenapi 51 persen kepemilikan saham oleh pihak nasional.

Proses yang akan dilakukan, Inalum mengeluarkan dana sebesar USD 3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi dari Rio Tinto di Freeport Indonesia dan 100 persen saham Freeport McMoran di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36 persen saham di Freport Indonesia.

Ada banyak isu dan komentar miring menyusul penandatanganan HoA tersebut. Salah satunya adalah soal saham Freeport yang dikuasai hanya 51 persen atau menyebut harusnya pemerintah menunggu sampai 2021 agar bisa menguasai tambang secara keseluruhan tanpa Freeport. Belum lagi ada pihak yang menuntut pengusiran Freeport dari Indonesia.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah menjelaskan alasan pemerintah mengambil alih 51 persen karena pertimbangan teknologi.

"Kita bisa saja berusaha lebih besar, tapi masih butuhkan kerja sama. Baik kerja sama teknologi, juga kerja sama daripada pemasaran dan manajemen proyek besar ini," kata Jusuf Kalla, Jakarta Timur, Rabu, 18 Juli 2018.

Di luar itu, ada faktor-faktor lain yang harus diperhatikan apabila Freeport berhenti beroperasi. Berikut sejumlah risiko jika Freeport berhenti operasi.

Biaya Pemulihan Tambang Mahal

jika Indonesia tidak memperpanjang operasi Freeport, perusahaan tambang asal AS tersebut akan berhenti melakukan penambangan block caving yang dapat mengakibatkan longsor atau penutupan lorong-lorong tambang secara permanen. Jika ini terjadi, pemerintah harus mengeluarkan biaya mahal untuk pemulihan operasional tambang.

"Metode block caving yang sedang dioperasikan saat ini di Grasberg adalah yang terumit dan tersulit di dunia," kata Head of Corporate Communication and Goverment Relation Inalum Rendy Witoelar kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Dampak sosio-ekonomi

Tak hanya itu, dampak sosio-ekonomi akibat dari berhentinya operasi PTFI akan sangat besar terhadap Papua. "Sebab 45 persen GDP provinsi dan 90 persen GDP Kabupaten Mimika bersumber dari operasional PTFI," kata Rendy.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya