Liputan6.com, Jakarta Adanya tiga aturan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), yang termaktub dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdirjampel) nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 ternyata dapat merugikan dokter. Dalam praktiknya, dokter bahkan berpotensi melanggar sumpah dan Kode Etik Kedokteran (Kodeki).
Baca Juga
Advertisement
Ketika menangani pasien, dokter dapat melakukan praktik kedokteran yang tidak sesuai standar profesi. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ilham Oetama Marsis, menurut rilis yang diterima Health Liputan6.com.
"Kewenangan dokter dalam melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi (dikurangi, dibatasi) oleh BPJS Kesehatan," jelas Marsis saat sesi konferensi pers terkait "Peraturan BPJS Kesehatan" di Kantor IDI, Jakarta, Kamis (2/8/2018).
Yang tak kalah mengejutkan, Perdirjampel BPJS Kesehatan berpotensi meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien. Hubungan antara dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pun dapat terganggu.
Simak video menarik berikut ini:
Revisi tiga aturan
Adapun isi dari Perdirjampel BPJS Kesehatan nomor, 2, 3, dan 5 tahun 2018, sebagai berikut:
- Bayi baru lahir dengan kondisi sehat post operasi caesar maupun per vaginam dengan/atau tanpa penyulit dibayar dalam 1 paket persalinan.
- Penderita penyakit katarak dijamin BPJS Kesehatan apabila visus kurang dari 6/18 dan jumlah operasi katarak dibatasi dengan kuota.
- Tindakan rehabilitasi medis dibatasi maksimal 2 kali per minggu (8 kali dalam 1 bulan).
Sesuai perpres nomor 12 tahun 2013 pasal 22 dan pasal 25, IDI menilai, semua jenis penyakit harusnya dijamin oleh BPJS Kesehatan, tidak hanya penyakit katarak saja.
IDI juga meminta agar BPJS Kesehatan merevisi kembali tiga peraturan tersebut.
Advertisement
Tetap jamin biaya pelayanan
Terkait peraturan yang baru, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief menegaskan, pihaknya tetap menanggung biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medik.
Contohnya, dalam Perdijampelkes Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayakan Katarak diatur jaminan diberikan bila pasien menderita penyakit katarak dengan visus kurang dari 6/18, kata Budi beberapa waktu lalu.
Perdijampelkes Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat hanya menata sistem yang sudah ada.
Untuk rehabilitasi medik, Perdijampelkes Nomor 5 Tahun 2018, ketentuan sudah diatur setelah BPJS Kesehatan menanyakan ke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), lanjut Budi. Hasilnya memang maksimal dibatasi dua kali per minggu.