Liputan6.com, Washington DC - Pemerintah Amerika Serikat, melalui Kementerian Keuangan, menjatuhkan sanksi ekonomi kepada dua menteri Turki --negara sekutu AS di NATO. Hal itu dilakukan sebagai respons atas langkah Turki yang tetap menahan seorang pastor AS, setelah Washington DC berkali-kali mendesak agar Ankara segera membebaskannya.
Dua menteri Turki yang menjadi target sanksi ekonomi itu adalah Menteri Hukum dan Kehakiman Turki Abdulhamit Gul, serta Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu. Demikian seperti dikutip dari CNN, Kamis (2/8/2018).
Aset dan properti kedua menteri Turki itu dibekukan oleh AS. Keduanya juga dilarang untuk bertransaksi finansial dengan entitas atau unit usaha Amerika Serikat.
Dalam sebuah pernyataan, Kemenkeu AS menjelaskan, "Para pejabat (Turki) itu berfungsi sebagai pemimpin lembaga pemerintah Turki yang bertanggung jawab untuk menerapkan pelanggaran hak asasi manusia serius," --merujuk pada penahan Pastor Andrew Brunson sejak Oktober 2016.
Baca Juga
Advertisement
Kedua menteri Turki itu, "Ditargetkan berdasarkan Executive Order (EO) 13818: 'Memblokir Harta Benda yang Terlibat dalam Pelecehan Hak Asasi Manusia yang Serius atau Korupsi', mengacu pada Undang-Undang Global Magnitsky Kemenkeu AS."
Melengkapi, Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengatakan, "Penahanan Pastor Brunson yang tidak adil dan penuntutan lanjutan oleh pejabat Turki tidak dapat diterima,"
"Presiden Trump telah membuatnya sangat jelas bahwa Amerika Serikat mengharapkan Turki untuk segera membebaskannya."
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menanggapi di Twitter, mengatakan, "upaya AS untuk menjatuhkan sanksi pada dua menteri kami tidak akan dibiarkan begitu saja tak berbalas ... Pemerintah AS harus memahami bahwa mereka tidak bisa mendapatkan tuntutan yang melanggar hukum (membebaskann Pastor Brunson) dengan metode (menjatuhkan sanksi) ini."
Kementerian Luar Negeri Turki turut mengeluarkan tanggapan yang keras, dengan menyatakan, "Kami memprotes keputusan sanksi yang diumumkan oleh Kementerian Keuangan AS ... Tanggapan timbal balik akan diberikan tanpa penundaan untuk sikap agresif yang tidak ada gunanya."
Kemlu Turki juga meminta AS untuk mundur dari apa yang disebut "keputusan salah."
Pastor Andrew Brunson ditangkap oleh Turki pada 2016, atas dugaan keterkaitannya dengan Fethullah Gulen --figur yang dituduh oleh Ankara sebagai dalang di balik Kudeta Turki 2016.
Brunson kemudian didakwa melakukan spionase dan memiliki hubungan dengan organisasi teroris.
Jika terbukti bersalah, Brunson menghadapi ancaman hukuman 35 tahun penjara. Brunson sendiri menyatakan tidak bersalah dan mengaku tak berkaitan dengan Fethullah Gulen.
Jelang vonis, Brunson sempat menjalani penahanan di balik jeruji. Namun pekan lalu, otoritas Turki membebaskannya dari bui dan menjadikannya tahanan rumah, serta memerintahkan Brunson untuk memakai alat pemantau elektronik.
Simak video pilihan berikut:
Presiden Erdogan Tak Gentar Atas Sanksi AS
Sebelum sanksi itu dijatuhkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pemerintahnya tidak akan mundur dan siap "menempuh caranya sendiri".
Erdogan mengakhiri kebungkamannya seputar sengketa diplomatik yang meruncing antara Turki-AS menyangkut Pendeta Andrew Craig Brunson pada Sabtu, 28 Juli 2018. Brunson, yang berusia 50 tahun, ditangkap Desember 2016 dan dipenjara sampai kemudian menjadi tahanan rumah pekan lalu.
Menurut kantor berita Associated Press, yang mengutip media Turki, Erdogan mengatakan saat melakukan kunjungan resmi di Afrika bagian selatan, "Mereka tidak bisa membuat kita mundur karena sanksi. Amerika jangan lupa, kecuali mengubah sikapnya, mereka akan kehilangan mitra kuat dan jujur seperti Turki." Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin 30 Juli 2018.
Advertisement