Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli 2018 sebesar 0,28 persen. Inflasi tersebut salah satunya disumbang oleh tingginya harga telur dan daging ayam.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menolak berkomentar mengenai hal tersebut. "Kalau itu tanya Pak Mentan (Amran Sulaiman), saya kan enggak produksi telur," kata Enggar saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (2/8).
Enggartiasto menjelaskan, berdasarkan hasil temuannya, tingginya harga dua komoditi tersebut akibat kurangnya pasokan.
"Di pasar hargnya tinggi, kalau saya berpendapat itu karena supply and demmand. Jadi sampai dengan barang habis, artinya supply berkurang," ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan, inflasi pada Juli 2018 disumbang oleh kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam ras dan bensin. Di mana ketiga komponen tersebut menyumbang inflasi masing-masing 0,08 persen, 0,07 persen dan 0,06 persen.
"Inflasi pada bulan Juli 2018 terjadi karena utamanya disebabkan oleh tiga poin. Pertama, kenaikan harga telur ayam ras, kedua harga daging ayam ras, ketiga kenaikan harga bensin," ujar Suhariyanto pada Rabu kemarinl.
Suhariyanto merinci, kenaikan telur ayam ras terjadi di 72 kota IHK. Kenaikan terbesar terjadi di Banjarmasin yang mencapai 21 persen.
"Jadi kenaikan telur ayam ras memberikan andil inflasi sebesar 0,08 persen. Kenaikan terjadi di 72 kota IHK dan di beberapa kota seperti Banjarmasin kenaikannya mencapai 21 persen," jelasnya.
Komoditas yang kedua yang memberi andil lumayan besar pada inflasi adalah daging ayam ras. Di mana andil inflasi daging ayam ras ini sebesar 0,07 persen. Selain ayam, kenaikan juga terjadi pada beberapa komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai cawit sekitar 0,03 persen.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menko Darmin Pastikan Harga Telur dan Ayam Turun dalam 2 Bulan
Menteri Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kenaikkan harga telur disebabkan oleh faktor pengembangan ayam petelur atau DOC (Day Old Chicken). Selain itu, kekurangan telur juga disebabkan penyakit berkembang pada ayam yang susah diobati.
"Sebenarnya soal telur dan ayam, itu adalah soal yang mulai dari persoalan DOC (Day Old Chicken). Pitik nya ituloh perencanaaan apa pengembangan pitiknya atau ada penyakit berkembang yang tidak efektif terobati," ujar Menko Darmin di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis (2/8/2018).
BACA JUGA
Menko Darmin melanjutkan, selain karena penyakit, musim Lebaran juga menjadi pemicu kenaikan telurdan daging ayam. Sebab, peternak juga pulang ke kampung halaman merayakan Lebaran.
"Harga telor dan ayam, itu selalu naik di lebaran enggak mesti bulan puasa karena penjualnya juga pulang. Nah, sehingga gabungan itu terjadinya. Mulai dari soal bibitnya tadinya tidak optimum perencanaanya. Yang kedua ada antibiotik yang tidak bisa dibeli, yang tiba tiba dilarang sehingga ada penyakit yang enggak bisa diatasi," jelasnya.
Untuk itu kata Menko Darmin, masalah ini tidak perlu diperpanjang. Pemerintah akan memastikan harga telur dan daging kembali stabil. "Maksud saya dengan cerita itu adalah itu bukan persoalan besar yang harus dibesar-besarkan. Nanti juga berapa siklusnya kira-kira dua sampai tiga bulan," tandasnya.
Advertisement