Bali Menuju Bebas Rokok

Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Bali gencar melakukan berbagai upaya sosialisasi peraturan untuk mengurangi permasalahan rokok

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Agu 2018, 13:30 WIB
Ketua KABAR dan peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya, MSc. Ph.D (pegang mike) dalam diskusi publik bertajuk "Produk Tembakau Rendah Risiko Sebagai Alternatif Solusi untuk Perokok” di Denpasar, Bali, Kamis (02/08)

Liputan6.com, Jakarta Bali menjadi kota ketiga, setelah Jakarta dan Bandung, yang didatangi oleh Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dalam gelaran KABAR Roadshow, kegiatan edukasi yang ditujukan untuk mengurangi risiko kesehatan akibat bahaya TAR melalui produk tembakau alternatif. Di Bali, KABAR bekerja sama dengan Pemerintah Kota Denpasar, peneliti dari kalangan akademis, pelaku usaha, dan pengamat hukum untuk berdiskusi guna mencari solusi untuk mengatasi tingginya prevalensi perokok di Indonesia, khususnya Bali.

Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Bali gencar melakukan berbagai upaya sosialisasi peraturan untuk mengurangi permasalahan rokok, seperti peraturan Kawasan Tanpa Rokok yang telah diberlakukan sejak tahun 2011. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Provinsi Bali, perokok dewasa di Bali mencapai 18 persen. Melihat angka tersebut, Pulau Dewata membutuhkan solusi komprehensif untuk menurunkan jumlah perokok.

Ketua KABAR sekaligus peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya, MSc. Ph.D mengatakan bahwa untuk dapat mengatasi permasalah rokok di Bali, masyarakat perlu terlebih dahulu mendapatkan edukasi dasar mengenai zat berbahaya yang terkandung dalam rokok. Apabila pemahaman dasarnya telah terbangun, masyarakat diharapkan akan termotivasi untuk berpartisipasi lebih aktif dalam gerakan menurunkan jumlah perokok di Bali.

“Perokok perlu mendapatkan akses terhadap fakta ilmiah dari hasil penelitian yang kredibel, sehingga mereka tidak hanya mengetahui bahaya TAR, zat berbahaya yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok, namun juga tahu langkah alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko kesehatan. Misalnya, melalui konsep harm reduction yang ada pada produk tembakau alternatif,” jelas Dr. drg. Amaliya.

Merujuk pada hasil penelitian YPKP Indonesia, Dr. drg. Amaliya mengatakan bahwa produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape memiliki risiko kesehatan dua kali lebih rendah daripada rokok. Produk tembakau alternatif juga menjadi salah satu solusi bagi perokok aktif yang tidak bisa berhenti secara langsung. Perokok dapat berhenti secara bertahap dengan cara beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah. “Namun, tetap cara yang paling baik untuk tidak terpapar penyakit terkait rokok adalah dengan cara berhenti merokok sepenuhnya,” sambungnya.

Jika diamati dari perspektif sosial, Peneliti sekaligus Dosen FISIP Universitas Padjadjaran Dr. Satriya Wibawa Suhardjo menyatakan bahwa masih ada mispersepsi tentang produk tembakau alternatif di masyarakat. “Mispersepsi yang berkembang ini digeneralisasi sehingga menempatkan semua produk tembakau, termasuk produk tembakau alternatif sebagai produk yang sama berbahayanya atau bahkan lebih berbahaya dari rokok. Padahal, produk tembakau alternatif ini merupakan sebuah inovasi yang didukung oleh banyak hasil penelitian yang dilakukan di dalam negeri maupun internasional. Penelitian-penelitian tersebut menemukan bahwa produk ini memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dari rokok, hingga hampir 95 persen lebih rendah risiko. Fakta-fakta ini yang harus diketahui masyarakat, sehingga paham substansi intinya berdasarkan bukti ilmiah,” jelasnya.

Dr. Satriya lebih jauh mengatakan bahwa pemerintah sebagai pembuat dan penentu kebijakan memiliki peran penting. Pemerintah hendaknya bersedia dan terbuka untuk melakukan riset lebih jauh terkait potensi produk tembakau alternatif di Indonesia. Adanya kerangka regulasi yang tepat pada akhirnya akan membantu Pemerintah dalam menurunkan angka perokok aktif dan pada saat yang bersamaan akan menurunkan risiko kesehatan bagi perokok.

Berbicara dari perspektif pengusaha produk tembakau alternatif, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto mengatakan bahwa “Sebelumnya perokok yang ingin beralih ke produk tembakau alternatif merasa khawatir karena produk ini belum mendapatkan izin dari pemerintah. Tapi kini melalui PMK 146 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pemerintah secara telah resmi menyatakan legalitasnya. Ini adalah suatu kemajuan bagi industri kami yang patut diapresiasi,” ucap Aryo.

Aryo menambahkan bahwa merujuk kembali pada berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah, seyogyanya pemerintah ke depannya juga dapat membuat peraturan yang lebih bijak dengan mempertimbangkan sisi konsumen, yakni perokok aktif yang berkeinginan untuk berhenti dengan menggunakan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dalam prosesnya.

Sebelum sesi diskusi berakhir, Aryo kembali menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam mendorong upaya penurunan prevalensi rokok yang salah satunya dapat ditempuh dengan penggunaan produk tembakau alternatif. “Upaya untuk mengatasi permasalahan ini dapat dimulai dari daerah yaitu dengan pemberian informasi yang tepat mengenai produk tembakau alternatif dan bagaimana potensinya dapat membantu perokok untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko. Bahkan, bukan tidak mungkin nantinya bisa berhenti total. Pemerintah juga hendaknya tetap memberikan ruang bagi pengguna produk tembakau alternatif untuk mengonsumsinya di tempat-tempat umum karena uap yang dihasilkan produk ini tidak merubah kualitas udara dalam ruangan tertutup. Dengan demikian diharapkan semakin banyak perokok yang terdorong untuk beralih ke produk lebih rendah risiko ini,” tutup Aryo.

Membantu pemerintah dalam menurunkan jumlah angka perokok di Indonesia, termasuk di Bali merupakan misi utama KABAR. Sejak diluncurkan pada pertengahan tahun lalu, KABAR yang beranggotakan YPKP Indonesia, APVI, Asosiasi Vapers Indonesia (AVI), Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI), Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) ini gencar menggalakkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya TAR dan potensi dari produk tembakau alternatif dengan menyediakan beragam informasi yang berbasis pada penelitian ilmiah dan teknologi, salah satunya melalui situs www.no-tar.org. Setelah Bali, gelaran KABAR Roadshow juga akan dilaksanakan di kota Yogyakarta dan Palembang.

Ilustraasi foto Liputan 6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya