Pelukis Jalanan di Paris Semakin Terdesak oleh Pertumbuhan Industri Restoran

Akibat pertumbuhan industri restoran yang pesat, para pelukis jalanan di Paris semakin terancam eksistensinya.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Agu 2018, 11:03 WIB
Sejumlah orang melempar bubuk berwarna saat merayakan akhir perlombaan Color Run 2018 di depan Menara Eiffel di Paris, Prancis (15/4). Dengan acara ini sekitar Menara Eiffel terlihat berwarna-warni. (AP/Thibault Camus)

Liputan6.com, Paris - Seniman lukis di distrik wisata Montmartre, telah lama dikenal mampu memukau para turis yang berkunjung ke Paris, Prancis, karena piawai melukis beragam potret dengan cepat. 

Tapi sekarang, para pelukis jalanan tersebut mengancam akan mengemasi alat-alat lukisnya dan pindah ke lokasi lain di ibu kota Perancis itu. Mereka menuduh para pebisnis restoran mengambil lahan tempat mereka melukis.

"Susah sekali untuk melukis sekarang. Hampir tidak mungkin," kata Midani M’Barki, pelukis berusia 70 tahun, sebagaimana dikutip di VOA Indonesia pada Jumat (3/8/2018).

"Sekarang kami bekerja di saluran air. Apakah hal yang normal untuk menempatkan para seniman di saluran air," lanjutnya. 

Maestro seni rupa dunia, termasuk seniman Perancis-Belanda Kees van Dongen dan pelukis Spanyol Pablo Picasso, diketahui telah mendatangi kawasan tersebut sejak akhir Abad ke-19.

Sekitar 300 orang seniman berbagi lahan dalam total 140 petak berukuran masing-masing satu meter persegi, yang mayoritas bermarkas di Place du Tertre, yang dipayungi oleh bayangan bangunan legendaris Sacre Coeur.

Beberapa tahun terakhir, para pelukis tersebut merasa terdesak oleh ekspansi kafe-kafe luar ruang yang merebut "lahan dagang" mereka, membuat kegiatan berkunjung ke alun-alun tidak lagi memperhatikan keberadaan para seniman jalanan. 

 

Simak video pilihan berikut:

 

 


Unjuk Rasa Pelukis Jalanan

Lansekap kota Paris dari atap gedung pencakar langit "The Tour Montparnasse" memperlihatkan Menara Eiffel, Senin (8/1). Wisatawan dibuat tak percaya saat memandangi luasnya panorama kota saat malam yang bermandikan cahaya lampu. (CHRISTOPHE SIMON/AFP)

Para seniman tersebut dikabarkan membuang kuas-kuas lukis mereka pada bulan lalu, sebagai bentuk unjuk rasa terhadap rencana tata ruang yang baru.

Mereka melakukan demo tersebut hampir seharian penuh di depan balai kota setempat, dan mendesak petinggi kota melakukan mediasi, guna mencari jalan keluar terbaik. 

Dijelaskan dalam tata ruang baru tersebut, bahwa sekitar 80 persen lahan diserahkan untuk pengelolaan industri restoran, yang umumnya berbentuk kafe luar ruang. Hal ini mau tidak mau membuat "area dagang" para senimen terdesak mengumpul ke bagian alun-alun kota. 

M’Barki yang sudah melukis di alun-alun tersebut selama 50 tahun mengatakan, para seniman mempertimbangkan untuk pindah ke tempat lain.

"Bila ini terus berlanjut, kami akan pindah ke alun-alun lain di kaki bukit," katanya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya