Liputan6.com, Sukoharjo - Berjualan soto kini menjadi pekerjaan yang dilakoni oleh salah satu mantan narapidana kasus terorisme yang terlibat dalam serangan Bom Bali I (12 Oktober 2002), Joko Trihatmanto alias Jack Harun. Pria yang memiliki keahlian merakit bom itu setiap hari Jumat menjual soto racikannya secara gratis kepada pembeli.
Warung soto yang diberi nama "Bang Jack" itu terletak di pinggir jalan Gang Kurma 6, Tangkil Baru, Manang, Sukoharjo, Jawa Tengah. Warungnya cukup sederhana dengan beratap seng dan berdinding bambu.
Jack Harun tampak sibuk meracik dan melayani pembeli yang memesan sotonya. Warung soto itu buka setiap hari, namun khusus hari Jumat berlaku promo khusus "Jumat Berkah", yakni makan soto dan minum sepuasnya gratis tanpa membayar. Tak hanya soto dan minuman, untuk camilan serta gorengan pun ikut digratiskan.
Baca Juga
Advertisement
Pembeli pun terlihat hilir mudik berdatangan untuk membeli soto secara cuma-cuma itu. Bahkan, banyak pembeli yang membungkus soto untuk dibawa pulang ke rumah. Promo gratis tersebut akan diberlakukan pada hari Jumat setiap pekannya.
Jack Harun mengawali berjualan soto sekitar satu tahun lalu. Awalnya ia hanya berjualan soto dengan tenda, namun kini usaha kuliner tersebut semakin berkembang dan kian besar. Bahkan, warung soto itu sudah dibangun semipermanen.
"Alhamdulillah, semakin hari kok semakin ramai. Ini sekarang warungnya juga sudah menggunakan bangunan semipermanen," ucap dia ketika ditemui Jumat, 3 Agustus 2018.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jejak Langkah Usaha Kuliner
Berjualan soto merupakan usaha kuliner Jack Harun yang kesekian kalinya. Sebab, setelah bebas dari masa penahannya sebagai narapidana terorisme, usaha kuliner menjadi "pelariannya" dari dunia teroris. Sebelum membuka usaha warung soto, ia pernah membuka usaha wedangan atau angkringan yang buka setiap malam di Solo, Jawa Tengah.
"Sekitar tahun 2016 jualan wedangan, namun hanya bertahan sekitar setahun karena tidak kuat jika setiap malam harus begadang untuk jualan. Akhirnya ya wedangannya tutup," jelasnya.
Dari kegagalan membuka usaha wedangan itulah, Jack Harun mulai terbesit ide untuk membuka usaha kuliner, tapi yang buka setiap pagi. Muncullah ide untuk berjualan soto. Ia lantas belajar mengenai bahan-bahan bumbu soto dan caranya meracik. Resep soto yang diperolehnya saat belajar dari sejumlah orang juga dimodifikasi hingga rasa sotonya pas di lidah.
"Bagi saya ternyata meracik bumbu soto itu susah, malah lebih mudah jika meracik bahan peledak (bom)," ucapnya sambil terkekeh.
Harga soto yang dijualnya pun cukup terjangkau dan murah. Untuk soto dengan porsi mangkuk besar hanya dibanderol Rp 5.000, sedangkan untuk mangkuk kecil lebih murah Rp 3.000. Sementara, harga minuman hanya berkisar antara Rp 2.000–Rp 3.000 per gelas.
Harga tersebut berlaku untuk selain hari Jumat, pasalnya Jack harun khusus hari Jumat menggratiskan warung sotonya kepada semua pembeli. "Jumat gratis ini mengharapkan berkahnya hari raya Jumat," harapnya.
Advertisement
Ahli Merakit Bom
Pernyataan Harun itu sangat masuk akal, pasalnya sebelum bergelut dalam usaha kuliner, ia merupakan anggota jaringan terorisme Noordin M Top. Harun mengaku memiliki keahlian untuk meracik dan merakit bom. Dengan keahliannya itu pun terlibat dalam pembuatan bom untuk serangan Bom Bali I.
"Ya, memang semua racikan bumbu soto maupun racikan bom itu membutuhkan feeling. Namun, untuk meracik peledak itu dilakukan dengan enjoy, walaupun risikonya besar," ujarnya.
Akibat terlibat dalam jaringan terorisme yang melakukan serangan dalam Bom Bali I, Harun ditangkap karena menyembunyikan bahan peledak dalam kasus tersebut. Pada tahun 2004, Harun diadili dan divonis hukuman penjara selama enam tahun. Hanya saja, selama mendekam di balik jeruki besi berhasil memperoleh sejumlah remisi dan bebas pada tahun 2008.
"Vonisnya itu enam tahun, tapi saat menjalan tahanan selama 4,5 tahun, saya mengajukan pembebasan bersyarat. Selain itu juga ditambah remisi," jelasnya.
Tinggalkan Jaringan Teroris demi Keluarga
Menurut pengakuan Harun, ketika keluar dari penjara muncul masalah baru, yakni soal eknomi. Jalan satu-satunya untuk menopang kehidupannya adalah dengan melakukan wirausaha. Bidang kuliner dipilihnya karena Solo memang terkenal sebagai sentra kuliner.
"Kami ketika keluar tidak punya ilmu untuk berwirausaha. Karena sebelumnya saat masih terlibat dalam jarngan terorisme itu selalu dikader untuk kegiatan amaliyah, jadi blank kalo soal urusan ekonomi. Untuk itu, kami harus mencoba beberapa usaha kuliner," ungkapnya.
Kini, Harun pun sudah mantab dengan dunia barunya, yakni berjualan soto. Meski demikian, setelah keluar dari penjara itu masih sering mendapat "tawaran" untuk kembali masuk ke dalam jaringan terorisme. Hanya ia mengaku menolak ajakan tersebut karena saat ini akan fokus untuk bertanggung jawab kepada keluaurga.
"Kami ingin concern (konsentrasi) ke ekonomi duu karena tanggung jawab kami sebagai suami adalah bekerja untuk menghidupi keluarga. Kalau soal ajakan itu ada lah, dulu ajakan dari Aceh dan lainnya," ucapnya.
Bahkan, saat ini, Harun mengaku dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar sudah mencair. Seperti halnya warga umumnya di sekitar perumahan, ia juga ikut memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan memasang bendera Merah Putih serta bekerja bakti bersama masyarakat di lingkungannya untuk menyambut hari kemerdekaan itu.
"Sejak tahun kemarin sudah ikut meramaikan kegiatan utnuk menyambut Hari Kemerdekaam. ya pasang bendera, ikut berssih-bersih. terus anak-anak juga ikut lomba Agustusan." ujarnya.
Advertisement