Merger dengan Bank Sumitomo, BTPN Naik Jadi Bank BUKU IV

Rancangan merger ini telah memperoleh persetujuan dari masing-masing dewan komisaris BTPN dan SMBCI pada 1 Agustus 2018.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Agu 2018, 20:33 WIB
Nasabah memanfaatkan layanan digital Banking BTPN, Jenius, di Jakarta, Jumat (26/1). Generasi millennial di usia 18-35 tahun merupakan segmen utama pengguna layanan digital yang membutuhkan kecepatan layanan dan serba praktis. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) mengumumkan penggabungan usaha (merger) dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI). Seluruh dokumen rencana penggabungan ini telah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Setelah mendapatkan persetujuan dari otoritas yang berwenang, BTPN akan mengajukan persetujuan dari pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) pada waktunya.

"Ini menjadi tonggak dimulainya secara resmi proses penggabungan BTPN dengan SMBCI yang kami yakini akan memberikan dampak positif, bukan hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi perekonomian nasional," ujar Direktur Utama BTPN Jerry Ng dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip Sabtu (4/8/2018).

Dia mengatakan, penggabungan ini akan melahirkan bank baru yang lebih besar dan lebih kuat sehingga dapat lebih berperan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang terus meningkat di berbagai sektor di Indonesia, baik ritel maupun wholesale.

Dalam ringkasan rancangan penggabungan usaha yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia, menyebutkan jika merger akan meningkatkan perusahaan ke kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) selanjutnya. BTPN pada saat rencana penggabungan ini diterbitkan tergolong BUKU 3.

Ini sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB) pada 2018. BTPN akan perkuat struktur modalnya sebagai landasan untuk pengembangan kegiatan unit bisnis BTPN. Dengan merger itu diharapkan BTPN juga dapat menjadi Bank BUKU IV.

"Rencana penggabungan SMBCI ke dalam BTPN ini sekaligus untuk mendukung kebijakan konsolidasi bank Indonesia yang diharapkan oleh OJK,” seperti dikutip dari ringkasan rancangan penggabungan tersebut.

Merger juga dipandang sebagai salah satu cara untuk menghasilkan bank lebih kuat dan mempunyai daya saing. Hal ini agar dapat perluas usahanya ke Asia Tenggara sesuai tujuan BTPN dan SMBC.

Rancangan merger ini telah memperoleh persetujuan dari masing-masing dewan komisaris BTPN dan SMBCI pada 1 Agustus 2018. BTPN menyatakan akan penuhi persyaratan dan prosedur untuk merger sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

Pertama, merger itu diperoleh persetujuan atau tidak adanya keberatan dari kreditur masing-masing bank peserta penggabungan.

Kedua, perseroan mengharapkan mendapatkan izin pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam hal ini di bawah pengawas pasar modal atas rencana merger pada 1 Oktober 2018.

Ketiga, perseroan akan meminta restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 5 Oktober 2018. Merger tersebut juga akan dilaksanakan dengan mendapatkan izin penggabungan dari OJK dalam hal ini Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan.

Selain itu juga ada penandatanganan akta penggabungan oleh BTPN dan SMBCI di hadapan notaries. Selanjutnya memperoleh persetujuan dari Japan Financial Security Agency (JFSA) atas status BTPN sebagai anak perusahaan SMBC.

Merger tersebut akan efektif pada 1 Januari 2019. Hingga rancangan merger ini, SMBC sebagai pemegang saham pengendali BTPN tidak berkehendak hapus pencatatan saham BTPN di Bursa Efek Indonesia (BEI). BTPN akan tetap jadi perusahaan terbuka yang tercatat di BEI.

 


Kinerja

Nasabah memanfaatkan layanan digital Banking BTPN bernama Jenius di Jakarta, Jumat (26/1). Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, perbankan semakin gencar mengembangkan layanan berbasis digital. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun sejak tercatat di BEI, pada Maret 2008, BTPN mencatatkan pertumbuhan kinerja baik. Ini terlihat pada aset perusahaan yang naik kurun 10 tahun terakhir. Angkanya dari Rp 9,34 triliun per September 2007 menjadi Rp 99,9 triliun pada akhir Juni 2018.

Dengan pertumbuhan laba bersih dari Rp 244,67 miliar selama kurun Januari-September 2007 menjadi Rp 1,09 triliun selama semester pertama 2018. Sementara berdasarkan laporan neraca BTPN per 31 Mei 2018, aset Bank Hasil Penggabungan diperkirakan mencapai Rp 179 triliun.

Sejumlah bisnis baru pun terus dikembangkan selama 10 tahun terakhir ini, termasuk melahirkan inovasi produk dan layanan berbasis digital seperti Jenius dan BTPN Wow!.

Melalui diversifikasi tersebut, publik tidak sekadar mengenal BTPN sebagai bank yang melayani para pensiunan, tetapi juga bank yang melayani pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), masyarakat umum, hingga para digital savvy secara inovatif.

Jerry menyatakan, kekuatan yang dimiliki BTPN dan SMBCI akan menjadi nilai tambah bagi bank hasil penggabungan. Dia menambahkan, pemegang saham memutuskan untuk mempertahankan nama BTPN dengan mengusung visi baru menjadi bank pilihan utama di Indonesia, yang diharapkan dapat membuat perubahan utamanya dengan dukungan teknologi digital.

"Karena penggabungan ini untuk saling melengkapi, maka bisnis bank nantinya akan lebih lengkap, baik dalam produk maupun layanannya. Bank ini akan terus melayani nasabah yang lebih luas, mulai dari piramida bisnis paling bawah hingga nasabah korporasi internasional yang sangat besar melalui jaringan internasional yang dimiliki SMBC," tutur Jerry.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya