Calon Paskibraka 2018 Asal Papua Terinspirasi Prestasi Sang Kakak

Calon Paskibraka 2018 asal Papua Arfanita Gabriela Tokoro mengatakan termotivasi berkat sang kakak yang juga pernah menjadi pengibar bendera tingkat kabupaten

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 05 Agu 2018, 13:00 WIB
Calon Paskibraka 2018 tingkat nasional asal Papua, Arfanita Gabriela Tokoro (paling kanan) berbincang dengan teman-temannya di jeda latihan (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Liputan6.com, Jakarta Calon Paskibraka 2018 asal Papua, Arfanita Gabriela Tokoro terinspirasi oleh sang kakak. Dia mengaku termotivasi kakaknya yang juga menjadi seorang pengibar bendera.

"Alasan ikut Paskibraka termotivasi dari kakak tahun lalu. Sejak lihat kakak (melakukan) pengibaran itu kayak termotivasi. Aku jadi ingin seperti kakakku," ujar Fani ketika ditemui Diary Paskibraka beberapa waktu lalu. Ditulis pada Minggu (5/8/2018).

Sang kakak sendiri berhasil tergabung di Paskibraka Pasukan 17 tingkat Kabupaten. Dengan semangat ingin seperti sang kakak itulah, gadis kelahiran Putali, 22 Juli 2002 ini berhasil mencapai prestasi yang bahkan melebihi sang kakak.

"Aku sih senang bisa ke tingkat nasional. Kakak juga tambah senang karena aku bisa bertambah tingkatnya dibandingkan kakak aku," kata pelajar SMA YPPGI Sentani ini di jeda latihan di PP-PON, Cibubur, Jakarta Timur.

Fani mengatakan, apabila dia rindu akan kakaknya, dia cukup berdoa untuk sang kakak yang saat ini berada di Papua sana.

Simak juga video menarik berikut ini: 

 


Menyesuaikan Diri dengan Diklat

Calon Paskibraka 2018 tingkat nasional asal Papua, Arfanita Gabriela Tokoro (paling kanan) berbincang dengan teman-temannya di jeda latihan (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Fani mengatakan, setelah dirinya lulus Sekolah Menengah Atas, dia bercita-cita untuk ikut tes menjadi polisi wanita.

"Setelah lulus SMA, mau tes polwan, kalau Tuhan menghendaki. Itu saja sih," kata Fani.

Selain menemukan teman dan pengalaman baru, Fani juga harus beradaptasi dengan kehidupan selama Diklat Paskibraka. "Kalau biasa tidur (di rumah) bangunnya sekitar jam enam. Kalau di sini disiplin jadi bangunnya jam empat pagi," kata Fani.

Bagi Fani, salah satu tantangan dalam mengikuti Diklat bukan hanya saat latihan, namun juga saat makan.

"Kalau aku kan makan sering pangku tangan di meja. Kalau di sini harus sikap sempurna. Jadi ya mungkin itu tantangannya," tambahnya.

Selain cara makan, Fani mengakui bahwa dia juga harus menyesuaikan cara berbahasa dengan teman-teman lainnya, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya