Liputan6.com, Bengkulu - Munculnya tiga aturan yang dikeluarkan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan menuai polemik. Masyarakat pemegang kartu JKN KIS merasa khawatir ditolak ketika ingin berobat di unit pelayanan kesehatan.
Muhammad Nurwahid, warga Perum Pepabri Lingkar Barat Kota Bengkulu, mengatakan munculnya peraturan tentang penjaminan pelayanan operasi katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik menimbulkan informasi keliru yang beredar di masyarakat. Bahkan di media sosial, ada perdebatan yang juga memicu kehawatiran pemegang kartu JKN KIS.
"Mau berobat kami jadi takut ditolak," ungkap Wahid di Bengkulu, Senin, 6 Agustus 2018.
Baca Juga
Advertisement
Dia meminta pihak BPJS Kesehatan menjelaskan kepada publik aturan mana saja yang dibatasi dan tidak ditanggung lagi. Tujuannya supaya masyarakat yang datang berobat tidak ditolak.
"Kami butuh penjelasan," lanjutnya.
Direktur RSUD M Yunus Bengkulu, Zulki Maulub Ritonga, menyatakan aturan yang dikeluarkan Dirjampelkes BPJS Kesehatan tidak berpengaruh terhadap layanan terhadap peserta JKN KIS. Mulai dari pelayanan persalinan, operasi katarak, hingga rehabilitasi medik, semua berjalan seperti biasa.
"Tidak ada yang dihentikan, aturan baru itu cuma ranah administrasi, tidak mengatur teknis medis," tegasnya.
Aturan Manajerial
Polemik Perdirjampelkes juga direspons Dewan Pertimbangan Medik BPJS Kesehatan Provinsi Bengkulu. Informasi yang berkembang ternyata belum difahami secara utuh oleh masyarakat.
Ketua DPM BPJS Kesehatan Bengkulu Zaini Dahlan menilai, aturan baru yang dikeluarkan itu, hanya menyangkut aturan manajerial administratif saja, serta tidak mengatur terlalu jauh mengenai teknis medis.
"Itu sudah kewenangan BPJS, aturannya jelas," ujar Zaini.
Dia menjelaskan, pada Perdirjampelkes Nomor 2 Tahun 2018 tentang penjaminan pelayanan katarak dalam Program JKN-KIS, mengenai pengaturan kondisi prioritas disesuaikan dengan koridor dan tuntutan Undang-Undang bahwa BPJS Kesehatan harus melaksanakan tugasnya sesuai manajemen kendali mutu dan kendali biaya. "Dan aturan ini sesungguhnya dibuat dalam koridor itu," kata dia.
Pada Peraturan DirJamPelkes Nomor 5 tahun 2018 tentang jaminan pelayanan Rehabilitasi medik, BPJS kesehatan melampirkan Standardisasi Pelayanan Tim Rehab Medik Terpadu yang dikeluarkan oleh Perdosri (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Indonesia).
"Sehingga tidak ada masalah pada regulasi tersebut, jadi hal ini pun sesuai dengan amanat Undang-Undang bahwa BPJS Kesehatan harus betul-betul bekerja sesuai dengan manajemen kendali mutu dan kendali biaya," Zaini menambahkan.
Zaini berharap BPJS Kesehatan bisa melakukan perbaikan dalam hal sumber pembiayaan, misalnya besaran premi atau iuran. Jika melihat premi yang diwajibkan pada peserta saat ini dibandingkan dengan 250 juta penduduk Indonesia yang harus ditutup BPJS Kesehatan, maka besaran itu sangat tidak sebanding.
"Harus di-review ulang, dengan memperhatikan aspek keberlangsungan finansial," Zaini Dahlan menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement