Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani mengeluarkan tantangan kepada Donald Trump pada Senin, 5 Agustus 2018. Dia mengatakan Republik Islam tersebut akan menyambut pembicaraan dengan AS "sekarang".
"Saya tidak memiliki prasyarat. Jika pemerintah AS mau, mari kita mulai sekarang," kata Rouhani dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi negara pada Senin, 6 Agustus, beberapa jam sebelum AS memperbarui sanksi terhadap Iran.
"Jika ada ketulusan, Iran selalu menyambut dialog dan negosiasi," ucap Rouhani, sebagaimana dikutip dari CNN, Selasa (7/8/2018).
Di lain pihak, penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, menganggap pernyataan Presiden Rouhani sebagai "propaganda".
"Mari kita lihat apa yang benar-benar terjadi atau apakah itu hanya propaganda berlebih," kata Bolton, menambahkan bahwa pemerintahan Donald Trump telah "konsisten" untuk bersedia bernegosiasi dengan rezim seperti Korea Utara dan Iran.
"Jika Iran benar-benar mau datang dan berbicara tentang semua perilaku buruk mereka di kawasan dan di seluruh dunia, saya pikir mereka akan menunjuk presidennya untuk segera maju (menemui Trump)," kata Bolton.
Baca Juga
Advertisement
Namun, di sisi lain, Presiden Iran menyatakan keprihatinan bahwa Trump adalah sosok yang tidak dapat diandalkan. Penilaian tersebut diajukan dengan merujuk pada mundurnya AS dalam dialog dengan Teheran terkait isu nuklir.
"Orang yang mengaku bersedia bernegosiasi hari ini telah mengundurkan diri dari semua komitmen internasional, dari Perjanjian Paris (tentang perubahan iklim) hingga komitmen bisnisnya dengan negara lain," sindir Rouhani.
Disebutkan pula oleh Rouhani, bahwa "sanksi-sanksi ini menargetkan anak-anak dan rakyat Iran."
"Saya percaya bahwa mereka ingin mengobarkan perang psikologis dan menciptakan skeptisisme pada rakyat Iran untuk dapat menggunakannya dalam pemilihan Kongres mendatang," kata Rouhani.
Rouhani juga terus berusaha mengecilkan dampak dari sanksi yang baru saja diberlakukan pada Senin 6 Agustus, seraya menegaskan kembali bahwa AS, bukan Iran, yang sejatinya semakin terisolasi.
"Saya pikir jika berbarengan, jika kita bekerja sama, kita akan membuat Amerika menyesali tindakan ini dengan sangat cepat. Jika kita bekerja bersama, dunia akan mengerti dan Amerika akan mengerti bahwa sanksi ini tidak efektif," Rouhani menambahkan.
Simak video pilihan berikut:
China dan Rusia Mengindikasikan Abai pada Sanksi AS
Sementara itu, Rouhani telah memastikan bahwa China dan Rusia telah menunjukkan tanda-tanda tidak akan mematuhi sanksi AS, meski Donald Trump mengancam "konsekuensi berat" bagi mereka yang nekat berdagang dengan Teheran.
"Bulan lalu saya berada di Eropa, melakukan pembicaraan dengan China," kata Rouhani. "Janji mereka: Mereka akan mengabaikan sanksi Amerika."
"China adalah mitra dagang terbesar kami. Bersama dengan Rusia menyatakan dengan jelas bahwa mereka akan tetap berkomitmen pada kerangka kerja yang telah kami sepakati," katanya.
Rouhani juga menyebutkan bahwa ketika sebuah perusahaan Prancis keluar dari proyek gas yang telah ditandatangani, China segera mengambil langkah untuk mengisi kekosongan itu.
"Dalam kondisi saat ini, negara-negara Asia (berperan) sangat penting bagi kami," katanya.
Sanksi yang berlaku pada Selasa meliputi pembelian atau perolehan dolar AS oleh pemerintah Iran; perdagangan emas atau logam mulia lainnya; penjualan, pasokan atau transfer langsung dan tidak langsung ke atau dari Iran dari grafit, logam mentah atau setengah jadi seperti aluminium, baja dan batu bara; serta transaksi signifikan mata uang Iran; dan di sektor otomotif negara.
Penandatangan lain untuk kesepakatan nuklir, termasuk Uni Eropa, Rusia dan China, tetap berpegang pada kesepakatan itu.
Dalam sebuah pernyataan pada Senin, 6 Agustus, Uni Eropa, Inggris, Perancis dan Jerman mengatakan mereka "sangat menyesalkan" tindakan AS.
Uni Eropa mengumumkan akan mengambil langkah hukum melindungi perusahaan dari negara-negara anggotanya untuk "melakukan bisnis yang sah di Iran."
Advertisement