Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mengkaji ulang proyek-proyek infrastruktur yang banyak mengandung bahan baku impor. Jika tidak mendesak, proyek tersebut akan dihentikan sementara.
Hal itu dilakukan untuk mensiasati neraca perdagangan yang kian defisit sebab perbedaan ekspor dan impor RI sangat lebar.
Staf Ahli Menteri PPN Bidang Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur, Bambang Prijambodo menyebutkan menyelamatkan neraca perdagangan menjadi fokus saat ini.
"Intinya satu, ada masalah, sesuatu yang harus kita jaga sekarang stabilitas neraca pembayaran, devisa kita," kata Bambang dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Oleh sebab itu, Bambang mengatakan harus ada pengendalian impor. Salah satunya adalah impor untuk proyek infrastruktur.
"Dan itu memang kita harus bisa mengendalikan sisi impor untuk proyek-proyek terkait impor yang tidak menghasilkan," ujar dia.
Bambang menjelaskan, proyek yang akan dihentikan tidak berarti proyek tersebut tidak berguna. Hanya saja, manfaatnya tidak bisa dirasakan dalam waktu cepat. Jadi penundaan proyek tersebut tidak akan memberi dampak negatif pertumbuhan ekonomi.
"Gunanya ada, tetapi tidak memberikan hasil dalam jangka pendek sehingga kalau itu dikurangi impornya tadi, dikurangi yang lain tidak terlalu terpengaruh. Maka sisi yang mengurangi pertumbuhan ekonomi itu bisa berkurang," kata dia.
Kendati demikian, Bambang enggan membeberkan proyek-proyek mana saja yang akan terkena dampak kebijakan tersebut.
Dia hanya menjelaskan proyek yang ditunda adalah proyek yang tidak terlalu banyak memberi dorongan kepada pertumbuhan ekonomi.
Dia mencontohkan, proyek yang dibangun di daerah terpencil dengan biaya cukup besar untuk pemerataan pembangunan, tapi nyatanya tidak memberikan dampak perekonomian.
"Kalau dibangun di daerah yang sangat terpencil, daerah menjadi prioritas bagi pemerataan. Tetapi sesuatu misalnya di daerah terpencil yang tidak menggerakkan ekonomi, tentu saja itu menjadi perhatian. Di daerah terpencil yang kita bangun at all cost tetapi tidak menggerakkan ekonomi. Karena di situ tidak ada kegiatan ekonomi, tidak bisa digerakkan dengan jalur infrastruktur itu, itu contoh saja,” ujar dia.
Kendati demikian, Bambang menjelaskan dampak suatu proyek terhadap perekonomian akan dirasakan dalam jangka panjang. Namun, untuk saat ini pemerintah harus mengerem impor untuk menutup defisit neraca perdagangan.
"Memang tidak semua infrastruktur dapat mendorong ekonomi dalam jangka pendek dibandingkan yang lain. Jadi ada pilihan, apakah kita akan tetap pertahankan di sini, atau dengan berbagai masalah jangka pendek yang harus tangani sekarang atau perlu kendalikan impor,” ujar dia.
"Maka pilihannya impor yang tidak memberikan dampak besar terhadap ekonomi tapi mempunyai konten besar,” tutur dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Defisit Transaksi Berjalan Kuartal I USD 5,5 Miliar
Sebelumnya, Bank Indonesia melaporkan defisit transaksi berjalan kuartal I 2018 menurun sehingga menopang ketahanan sektor eksternal perekonomian Indonesia.
Defisit transaksi berjalan tercatat USD 5,5 miliar (2,1 persen PDB) pada kuartal I 2018, lebih rendah dari defisit pada kuartal sebelumnya yang mencapai USD 6,0 miliar (2,3 persen PDB).
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Arbonas Hutabarat menjelaskan, penurunan defisit transaksi berjalan terutama dipengaruhi oleh penurunan defisit neraca jasa dan peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder.
"Penurunan defisit neraca jasa terutama dipengaruhi kenaikan surplus jasa perjalanan (travel) seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan menurunnya impor jasa pengangkutan (freight). Peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder sejalan dengan naiknya penerimaan remitansi dari pekerja migran Indonesia," ujar dia, Sabtu 12 Mei 2018.
Sementara itu, surplus neraca perdagangan nonmigas menurun terutama dipengaruhi penurunan ekspor nonmigas. Impor nonmigas juga menurun meski lebih terbatas, dengan impor barang modal dan bahan baku masih berada pada level yang tinggi sejalan dengan kegiatan produksi dan investasi yang terus meningkat.
Sementara untuk transaksi modal dan finansial kuartal I 2018 tetap mencatat surplus di tengah tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal I 2018 tercatat USD 1,9 miliar, terutama ditopang oleh aliran masuk investasi langsung yang masih cukup tinggi.
Hal ini mencerminkan tetap positifnya persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia. Namun demikian, surplus transaksi modal dan finansial kuartal I 2018 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada kuartal sebelumnya.
Penurunan surplus tidak terlepas dari dampak peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global yang kemudian mengakibatkan penyesuaian penempatan dana asing di pasar saham dan pasar surat utang pemerintah.
"Penurunan surplus juga dipengaruhi oleh komponen investasi lainnya yang tercatat defisit, terutama dipengaruhi naiknya penempatan simpanan sektor swasta pada bank di luar negeri," tambah Arbonas.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement