AS Gugat RI Rp 5 Triliun, Kemendag Tunggu Laporan WTO

Kementerian Perdagangan menanggapi rencana sanksi dagang senilai USD 350 juta atau sekitar Rp 5,05 triliun yang digugat AS.

oleh Merdeka.com diperbarui 07 Agu 2018, 20:53 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10). Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor menyebabkan surplus neraca dagang pada September 2016 mencapai US$ 1,22 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi rencana sanksi dagang senilai USD 350 juta atau sekitar Rp 5,05 triliun (asumsi kurs Rp 14.433 per dolar Amerika Serikat) yang digugat oleh Amerika Serikat (AS) dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kepada Indonesia.

Gugatan pengenaan sanksi ini karena Indonesia dianggap mengabaikan keputusan sidang banding WTO pada November 2017 lalu.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan, sejak mendapat keputusan sidang Indonesia sebenarnya sudah mengubah beberapa aturan yang dianggap merugikan Amerika Serikat pada 22 Juli lalu. 

Beberapa aturan tersebut antara lain Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Pertanian sesuai waktu yang dijanjikan.

"Selanjutnya apakah mereka sudah puas dengan perubahan yang kita lakukan tentu itu harus disampaikan oleh WTO," ujar Oke saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Oke melanjutkan, perubahan-perubahan aturan ini sebenarnya sudah disampaikan kepada WTO. Saat ini Indonesia masih menunggu hasil pertimbangan dan penilaian organisasi perdagangan dunia tersebut. "Apakah dianggap telah memenuhi keputusan yang ditetapkan WTO atau belum," tutur dia.

Sebelumnya, muncul kabar Pemerintah Amerika Serikat menyiapkan sanksi dagang senilai USD 350 juta atau setara Rp 5,04 triliun kepada Indonesia.

Langkah ini disiapkan, setelah AS memenangkan gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), atas pembatasan impor produk-produk pertanian dan peternakan asal AS yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Pada 9 November 2017 lalu, Pengadilan Banding WTO (Appelate Body World Trade Organization) memutuskan tindakan Indonesia atas kebijakan pembatasan impor hortikultura, produk hewan dan turunannya tidak konsisten dengan aturan GATT 1994 (The General Agreement on Tarrifs and Trade 1994).

Kebijakan pembatasan impor Indonesia tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 11 ayat (1) GATT mengenai penghapusan terhadap pembatasan jumlah impor (General Elimination on Quatitative Restriction).

Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump menggugat Indonesia ke WTO, karena produk makanan, pertanian dan peternakannya dibatasi masuk ke Indonesia.

Nilai gugatan tersebut merujuk pada total kehilangan pendapatan yang diterima industri di AS sebesar USD 350 juta pada 2017.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Laksanakan Misi Dagang, RI Genjot Ekspor ke AS

Aktifitas kapal ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Proyeksi tersebut menyusut dari realisasi surplus di bulan sebelumnya yang sebesar US‎$ 1,23 miliar karena ekspor melemah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memfasilitasi pertemuan pelaku usaha Indonesia dan AS dalam forum bisnis dan one-on-one business matching di KBRI Washington DC, Amerika Serikat (AS). 

Kegiatan tersebut merupakan bagian dari misi dagang Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menjaga keseimbangan hubungan dagang dengan AS, yang merupakan salah satu pasar ekspor utama Indonesia. 

"Sebagai mitra dagang utama Indonesia, tidak hanya hubungan antara Pemerintah Indonesia dan AS saja yang perlu didorong. Hubungan antarpelaku usaha dari dua negara juga perlu didorong dan ditingkatkan. Forum bisnis ini diadakan untuk meningkatkan hubungan ekonomi antara Indonesia dan AS di tengah persaingan bisnis dunia yang ketat,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 27 Juli 2018.

Menurut dia, forum bisnis dan business matching tersebut merupakan bagian dari upaya mendorong peningkatan kerja sama dagang Indonesia dan AS dari sektor swasta, selain lewat upaya bilateral antarpemerintah. 

"Forum ini menjadi penting untuk menjaga dan mempererat hubungan dagang kedua negara yang saling menguntungkan. Sebagai dua negara demokrasi besar dengan pasar yang berkembang, diharapkan bisnis dan perdagangan diantara kedua negara dapat terus meningkat,” kata Enggartiasto.

Forum bisnis dan one-on-one business matching menghadirkan 32 perusahaan Indonesia untuk menjajaki berbagai peluang kerja sama di Washington DC. 

Delegasi bisnis dari Indonesia terdiri atas Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Eksportir Buah dan Sayur Segar Indonesia (ASEIBSSINDO), dan Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI)/Gabungan Importir  Nasional  Indonesia (GINSI). 

Sementara itu, pelaku usaha dari Indonesia yang turut serta antara lain produsen ban mobil, minyak kelapa sawit, produk pertanian dan hortikultura, perikanan, baja, aluminium, tekstil dan produk tekstil, makanan dan minuman, produk susu, serta consumer goods.

"Misi dagang ke AS ini telah membuka kesempatan bagi Indonesia dan AS untuk meningkatkan perdagangan," ungkap dia.‎

Contohnya, pertemuan antara Enggartiasto dengan petinggi Boeing pada awal pekan ini telah membuka peluang Indonesia untuk melakukan kerja sama investasi di berbagai bidang aviasi seperti maintenance, repair, and overhaul (MRO), hub penyimpanan suku cadang, hingga pengembangan industri bioavtur berbasis sawit. 

Sementara itu, kerja sama di sektor tekstil membuka peluang Indonesia untuk memperkuat industri serta meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke AS dengan dukungan bahan baku kapas dari Amerika Serikat. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya