Sanksi AS ke Iran Dongkrak Harga Minyak

Sanksi baru AS terhadap Iran secara resmi mulai berlaku pada Selasa dini hari.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Agu 2018, 05:41 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) setelah sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran mulai berlaku. Sanksi tersebut menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya pasokan minyak di dunia.

Mengutip Reuters, Rabu (8/8/2018), harga minyak Brent di pasar berjangka naik 90 sen, atau 1,2 persen dan menetap di USD 74,65 per barel. Harga minyak ini sempat mencapai level tertinggi di USD 74,90 per barel.

Sedangkan untuk harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik 16 sen atau 0,2 persen di angka USD 69,17 per barel, turun dari level tertinggi sebelumnya di USD 69,83 per barel.

Sanksi baru AS terhadap Iran secara resmi mulai berlaku pada Selasa dini hari. Sanksi itu tidak termasuk ekspor minyak Iran. Negara ini mengekspor hampir 3 juta barel per hari (bpd) minyak mentah pada Juli kemarin.

Sanksi itu menargetkan pembelian dolar AS, perdagangan logam, batu bara, perangkat lunak industri, dan sektor otomotif. Sanksi AS terhadap sektor energi Iran telah berakhir pada 4 November 2017 lalu.

"Ini tentu mengingatkan kepada semua orang bahwa AS serius tentang sanksi, dan diragukan mereka akan memberikan keringanan," kata John Kilduff, analis Again Capital Management, New York.

Seiring dengan ketegangan geopolitik yang dapat mempengaruhi produksi minyak mentah Iran, pedagang juga mengawasi persediaan AS, yang diperkirakan turun 3,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 3 Agustus.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perdagangan Sebelumnya

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak berjangka naik setelah sumber OPEC mengatakan produksi minyak mentah Saudi jatuh secara tak terduga pada bulan Juli, meningkatkan kekhawatiran tentang pasokan minyak global karena Amerika Serikat (AS) bersiap untuk memulihkan kembali sanksi terhadap eksportir utama Iran.

Arab Saudi memompa sekitar 10,29 juta barel per hari (bph) minyak pada bulan Juli, turun sekitar 200.000 bph dari Juni, menurut dua sumber di OPEC pada hari Jumat. Padahal Arab Saudi dan produsen utama Rusia pada Juni berjanji untuk meningkatkan produksi di Juli.

"Lonjakan produksi Saudi dan Rusia tampak lebih terbatas dari yang diperkirakan. Segera akan diterapkannya kembali sanksi AS terhadap Iran juga memberi sentimen positif," menurut catatan Bank investasi global asal AS Jefferies.

Presiden AS Donald Trump akan mengembalikan beberapa sanksi terhadap Iran yang ditunda setelah kesepakatan tahun 2015 antara kekuatan dunia dan Teheran yang berusaha mengekang program nuklir Iran.

Amerika Serikat juga berencana untuk menerapkan kembali sanksi terhadap minyak Iran pada bulan November, yang dapat mempengaruhi produksi anggota OPEC. Sanksi yang diperbarui adalah bagian dari strategi administrasi Trump untuk menolak sumber daya untuk kepemimpinan Iran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya