Liputan6.com, Jakarta - Aliran investasi yang masuk ke Indonesia pada kuartal ke II 2018 hanya tumbuh 5,87 persen. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan kuartal ke I 2018 yang sebesar 7,95 persen.
Melambatnya laju investasi ini dikatakan Institude for Development of Economic and Finance (Indef) karena masih ragunya investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia
Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan, banyak pihak yang mensinyalir melambatnya pertumbuhan investasi ini dikarenakan tahun politik yang sedang dihadapi Indonesia. Namun, sebenarnya bukan sepenuhnya karena hal itu.
Baca Juga
Advertisement
"Jadi ada beberapa hambatan bagi investor itu. Pertama terbesar itu perizinan, kedua soal suku bunga dan ke tiga mengenai kondisi infrastruktur," kata Enny di kantornya, Rabu (8/8/2018).
Menurunnya investasi tersebut merupakan indikasi awal respons dunia usaha mengenai kebijakan pemerintah. Apalagi dari Indeks Tendensi Bisnis (ITB) yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk kuartal III 2018 mengalami penurunan jika dibandigkan ITB kuartal II, yaitu dari 112,82 menjadi 106,05.
Terbukti, ditegaskan Enny, pertumbuhan lima sektor industri prioritas pemerintah seperti industri makanan dan minuman, indistri otomotif serta tekstil dan pakaian jadi turun jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
"Jadi masalahnya itu pemerintah harus lebih menekanka lebih kepada pemrintah daerah mengenain deregulasi ini. Ini harus bener-bener dijalankan sampai ke daerah, sehingga realisasi investasi itu cepa," paparnya.
Dilihat dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebenarnya banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya. Namun begitu menghadapi perizinan, invetsasi mereka menjadi tertunda.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RI Perlu Dongkrak Investasi dan Belanja Pemerintah
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen. Angka ini turut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi semester I 2018 sebesar 5,17 persen.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan, pencapaian pertumbuhan ini cukup bagus mengingat pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal selanjutnya dapat ditingkatkan. Pertama, belanja pemerintah harus digalakkan sehingga tidak menumpuk di kuartal IV.
"Kita semua pasti berharap angka 5,27 persen itu tercapai di triwulan selanjutnya. Tentunya untuk menjaga ke sana seperti saya sampaikan inflasi terkendali sehingga konsumsi rumah tangga masih bagus," ujar Suhariyanto pada Senin 6 Agustus 2018.
BACA JUGA
"Realisasi pencairan atau serapan dari konsumsi belanja pemerintah harus terus digalakkan, jangan numpuk di triwulan keempat. Tapi, perlu menyebar rata dari triwulan satu hingga triwulan keempat," tambah dia.
Selain belanja, sektor lain yang harus digenjot oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu meningkatkan investasi. Sebab, pada kuartal II 2018, investasi hanya mencapai 5,87 persen secara year on year (yoy).
"Untuk menggerakkan investasi kita harus memberi kepercayaan kepada investor bahwa ekonomi kita tumbuh bagus, situasi politik juga stabil dan tentunya kita tetap menjaga kesatuan supaya tidak ada isu-isu miring,” ujar dia.
"Kemarin OSS (online single submission) merupakan terobosan supaya investor bisa mendapatkan izin lebih mudah. Itu tujuan ke sana," tambah Kecuk.
Sementara itu, faktor yang perlu diwaspadai ke depan ialah ketergantungan Indonesia terhadap impor. Nilai impor Indonesia secara kumulatif periode Januari-Juni 2018 mencapai USD 89,04 miliar atau naik 23,10 persen dari Januari-Juni 2017.
"Kita lihat lagi iramanya, karena salah satu kendala kita waspadai adalah kenaikan impor yang lebih tinggi. Di manapun kalau impornya lebih tinggi jadi faktor pengurang dan agak mengerek ke bawah dan itu perlu menjadi perhatian," ujar dia.
Advertisement