Liputan6.com, Moskow - Sudah berabad-abad lamanya, vodka dan minuman beralkohol lainnya menjadi "sahabat" bagi orang Rusia. Namun belakangan ini, minuman tersebut semakin tak diminati, khususnya di kalangan milenial.
"Sudah dua minggu berlalu sejak aku memulai eksperimen '30 hari tanpa alkohol',” kata vlogger Yuri Khovansky (28) di saluran situs pengunggah video pribadinya. "Dua minggu lalu, aku berhenti minum (alkohol)."
Advertisement
Khovansky meraih popularitas di jagat maya berkat tingkah lakunya yang memalukan. Dengan sebotol bir yang hampir sepanjang waktu digenggam tangannya, ia dikenal sebagai pria pemabuk dan peminum berat.
"Pertama, ini adalah dua minggu terberat sepanjang hidupku!", ungkap Khovansky seperti dikutip dari RBTH Indonesia, Jumat (10/8/2018). Saat itu, ia tidak tahu apakah ia mampu menahan diri selama 90 hari tanpa alkohol --tiga kali lebih lama dari yang direncanakannya semula.
Cerita Khovansky itu hanyalah satu dari sekian banyak kisah lain yang dialami anak-anak muda Rusia. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat konsumsi alkohol di Negeri Beruang Merah saat ini hampir 80% lebih sedikit daripada lima sampai tujuh tahun yang lalu.
Menurut Kementerian Kesehatan Rusia dan hasil jajak pendapat, perubahan ini terjadi karena generasi milenial atau kaum muda yang lahir antara 1982 sampai 2000 mengurangi konsumsi alkohol mereka. Secara umum, minat pada alkohol terus menurun di semua generasi sejak 2008. Namun, dibandingkan dengan generasi yang lebih tua, penurunan paling signifikan (25%) berasal dari anak-anak muda Rusia.
Awalnya, para sosiolog mengira bahwa generasi milenial belum mengonsumsi alkohol secara serius. Namun, penelitian menunjukkan bahwa puncak konsumsi alkohol generasi milenial justru telah berlalu.
"Mereka bukan beralih dari vodka ke bir atau anggur. Minat mereka terhadap alkohol memang telah menurun drastis," kata Vadim Radayev, seorang profesor di Sekolah Tinggi Ekonomi (HSE) yang mempelajari generasi milenial Rusia.
"Dulu, saya betul-betul hidup sesuka hati saya," kata Yekaterina Isakova, seorang konsultan pemasaran berusia 32 tahun. "Setiap saya menerima gaji, saya langsung buru-buru membeli baju untuk pergi ke klub (malam). Lalu, saya akan berdandan dan pergi ke sebuah bar dan dengan bangga membeli sebotol anggur mahal."
Dia biasanya akan menghabiskan 5.000 rubel (sekitar Rp 1,1 juta) dalam semalam untuk ongkos taksi bolak-balik, membeli alkohol, camilan, dan sarapan di kafe keesokan paginya.
"Sekarang saya hanya menghabiskan 500 rubel (sekitar Rp 110 ribu). Itu sudah termasuk dua koktail nonalkohol dan saya membawa kendaraan sendiri," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tren Global
Meski begitu, alasan di balik penurunan konsumsi alkohol ini masih belum diketahui secara pasti, kata Leonty Byzov, seorang peneliti terkemuka di Institut Sosiologi Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.
"Seseorang bisa berasumsi bahwa ada semacam pragmatisme kolektif di sini. Ada perubahan generasi, zaman pun berubah, dan karena itu muncul strategi adaptasi yang baru. Banyak yang percaya bahwa dengan berhenti minum dan merokok, mereka dapat bersaing untuk mendapatkan posisi yang lebih baik di tempat kerja, menghasilkan lebih banyak uang, dan menjadi sosok yang lebih unggul," sebutnya.
Seorang pemuda lain yang telah berhenti mengonsumsi alkohol mengenang masa sekolahnya pada 1990-an.
"Kami minum di lorong-lorong (apartemen) komunal atau di mobil hampir setiap hari. Itu karena kami tidak punya uang. Kami kadang-kadang bernostalgia dengan teman-teman. Apalagi yang harus kami lakukan saat itu? Kalau mau pergi ke klub komputer atau membeli bir, Anda membutuhkan uang tunai," aku pria tak disebutkan namanya itu.
Sejak saat itu, banyak yang telah berubah. Selama hampir sepuluh tahun terakhir, Rusia telah menerapkan reformasi antialkohol. Pemerintah meningkatkan cukai dan harga minuman beralkohol pun naik. Namun, para sosiolog masih belum bisa menyimpulkan apa yang sebenarnya telah terjadi pada masyarakat Rusia.
"Saya tidak yakin ini ada hubungannya dengan ambisi karier, seperti … kalau saya mengurangi minum alkohol, performa saya di kantor akan lebih baik," kata Radayev. "Hal ini belum terbukti. Apa yang kita lihat adalah bahwa budaya makanan dan minuman sebagai sebuah ritual telah menjadi bagian dari masa lalu, bukan lagi sebagai atribut komunikasi."
"Selain itu, kita melihat minat dalam menjalani gaya hidup yang sehat semakin berkembang luas. Pada masa Uni Soviet, semua orang berbicara tentang pentingnya berolahraga, tetapi semua orang masih minum alkohol. Baru sekarang inilah gaya hidup sehat itu betul-betul diterapkan," lanjutnya.
Mengurangi konsumsi alkohol bukan cuma terjadi Rusia. Ada kecenderungan serupa di kalangan anak-anak muda Swedia, Finlandia, Amerika, Inggris, Australia, dan penduduk negara-negara berkembang dan negara-negara dengan tradisi minum alkohol yang kuat lainnya. Jadi, ini adalah tren global. Hanya saja, tidak ada yang tahu pasti mengapa ini terjadi.
"Bahkan generasi millenial sendiri tidak tahu," kata Radayev. "Ketika kami bertanya kepada mereka secara langsung, 'Mengapa Anda tidak minum, sedangkan orang tua dan kakek-nenek Anda melakukannya,' mereka tidak memberikan jawaban yang jelas. Mereka hanya mengatakan, 'Kami tidak seperti itu, kami tidak membutuhkannya.'," pungkas Radayev.
Advertisement