Keripik Pisang Tornado Asal Klaten Menjelajahi Nusantara  

Menikmati sensasi makan keripik pisang asal Klaten yang rasanya luar biasa.

Oleh SoloPos.com diperbarui 12 Agu 2018, 15:03 WIB
Direktur BUM Desa Yoso Mandiri, Desa Tegalyoso, Indriani Ika Nilamsari, menunjukkan keripik pisang Bgaya hasil produksi BUM Desa Yoso Mandiri di Desa Tegalyoso, Kecamatan Klaten Selatan, Kamis (9/8 - 2018). (Solopos.com)

Klaten - Minimnya sumber daya alam memaksa Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Yoso Mandiri, Desa Tegalyoso, Kecamatan Klaten Selatan, melahirkan produk kuliner pisang yang lain daripada yang lain. Mereka menciptakan keripik pisang tornado B’gaya.

Keripik pisang B’gaya dibuat dari bahan pisang tornado. Pisang ini memiliki buah yang lebih tawar ketimbang pisang jenis ambon dan sejenisnya. Pisang jenis ini banyak digunakan untuk bahan baku keripik. Rasanya yang tawar membuat keripik pisang ini harus diberi rasa tambahan agar lebih nikmat.

"Kami sementara ini bikin lima varian rasa yakni nangka, pandan, cokelat, keju, dan balado. Keju dan balado yang paling banyak diminati," kata Direktur BUM Desa Yoso Mandiri, Desa Tegalyoso, Indriani Ika Nilamsari, saat berbincang dengan Solopos.com di Balai Desa Tegalyoso, Kecamatan Klaten Selatan, Kamis, 9 Agustus 2018.

Keripik pisang B’gaya bikinannya banyak dijual ke pusat oleh-oleh di Jogja dan Klaten. Sebagian juga dipasarkan ke pelanggan perseorangan di Klaten hingga Jakarta. Dalam sepekan, produk yang diolah oleh enam ibu-ibu Desa Tegalyoso ini bisa menghasilkan 120–150 bungkus dengan berat kotor masing-masing 1,2 ons dengan sistem konsinyasi.

Kemasan itu dijual dengan harga Rp 12.000 per bungkus atau Rp 100.000 per kilogram untuk jenis curah. "Sejauh ini respons pelanggan cukup bagus. Tidak ada toko yang menolak dan enggak sedikit pelanggan yang repeat order. Artinya, rasa keripik ini bisa diterima lidah masyarakat," beber Indriani.

Menurut Indriani, tantangan membikin keripik pisang tornado ini adalah bahan baku yang keras karena menggunakan pisang yang belum matang. Sedangkan, alat pengiris yang digunakan masih manual dan berbahan plastik. Akibatnya, alat pengiris sering patah.

"Saya belum sempat survei ke Sleman atau Bantul soal pesan alat pengirisnya. Kalau ada, itu akan mempercepat produksi," harap dia.

Selain itu, ia juga terkendala kelangkaan bahan baku yang memengaruhi proses pengembangan keripik pisang. Pisang itu tidak dijumpai di wilayah Tegalyoso.

Di Klaten, pisang tornado hanya bisa dijumpai di daerah bertanah kering seperti Wonosari, Bayat, Gantiwarno, dan sekitarnya. Pisang biasa dibeli di tiga pasar meliputi Puluhwatu, Bayat, dan Cawas. Ia pun harus berburu bahan baku sejak pukul 04.00 WIB demi membawa pulang pisang pilihannya.

"Satu tandan pisang tornado seberat 22 kilogram bisa mencapai Rp 220.000. Saya pernah mendapatkan seberat 16 kg dengan harga Rp180.000. Pisangnya memang lumayan mahal. Tapi enggak ada pilihan lain. Pisang yang terbaik untuk keripik ini hanya pisang tornado. Pisang lain hasilnya enggak maksimal," ujar Indriani.

 

Baca berita menarik lainnya dari Solopos.com di sini.

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya