Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Kepala Departemen Bank Indonesia (BI), Yati Kurniati mengaku optimistis pertumbuhan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) hingga akhir tahun 2018 berada di bawah 3 persen.
Itu dikatakan, mengingat pada kuartal II 2018 telah CAD telah mengalami kenaikan sebesar tiga persen atau setara dengan USD 8 miliar.
"Jadi memang di kuartal II dia selain ada kebutuhan-kebutuhan yang produktif juga ada faktor musiman. Kami kalau lihat kuartal I dan kuartal II 2,6 terhadap PDB ini masih kami pandang normal dan baik," ujar dia saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dengan demikian, Yati meyakini hingga semester II 2018 defisit CAD akan tetap berada di bawah 3 persen. Sebab, pemerintah kata dia, tidak tinggal diam dan terus melakukan upaya menjaga defisit transaksi berjalan sehingga tidak makin melebar.
"Untuk itu BI dengan pemerintah sudah aware dengan defisit tinggi sehingga koordinasi untuk menjaga CAD ini lebih terkendali termasuk juga meningkatkan sumber-sumber devisa yang sudah di depan mata seperti pariwisata yang kita kelola dengan baik sehingga tahun ini bisa menurunkan defisit dan akan surplus," ujar dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Defisit Transaksi Berjalan 3 Persen pada Kuartal II 2018
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) merilis defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II 2018 sebesar USD 8 miliar.
Defisit tersebut meningkat sebesar 3 persen dari kuartal I 2018 yang tercatat hanya sebesar Rp 5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Sejalan dengan peningkatan ekonomi bisnis pertumbuhan PDB defisit tranksi berjalan kuartal II dua mengalami kenaikan sebesar 3 miliar atau naik 3 persen. Ini lebih tinggi dari defisit transaksi berjalan kuartal I," ujar Direktur Eksekutif Kepala Dapartemen Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati dalam media brifing di Gedung BI, Jakarta, Jumat 10 Agustus 2018.
Yati mengungkapkan, peningkatan CAD tersebut dipengaruhi terhadap penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas.
Penurunan tersebut terutama disebabkan naiknya impor bahan baku dan barang modal, sebagai dampak dari kegiatan produksi dan investasi yang terus meningkat di tengah ekspor nonmigas yang turun.
"Peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi saat lebaran dan libur sekolah," sebutnya.
Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial yang berasal dari aliran masuk investasi langsung asing tetap tinggi dan investasi portofolio kembali mencatat surplus.
Surplus investasi lainnya juga meningkat, terutama didorong penarikan simpanan penduduk pada bank di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan di dalam negeri.
Sementara, surplus transaksi modal dan finansial tersebut belum cukup untuk membiayai defisit pada neraca transaksi berjalan, sehingga pada kuartal II-018 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan mengalami defisit sebesar USD 4,3 miliar.
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2018 menjadi sebesar USD 119,8 miliar.
"Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sebesar 3 bulan impor," ungkap Yati.
Yati melanjutkan, ke depan kinerja NPI akan masih tetap baik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal.
Defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan 2018 diperkirakan masih dalam batas aman yaitu tidak melebihi 3,0 persen dari PDB. "Sampai dengan semester I 2018, defisit transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, yaitu 2,6 persen terhadap PDB," tutur dia.
Oleh karena itu, sejumlah langkah telah ditempuh BI melalui kebijakan memperkuat ekspor dan mengendalikan impor melalui peningkatan import substitution.
"Pemerintah juga terus memperkuat sektor pariwisata, terutama di empat daerah wisata prioritas, untuk mendukung neraca transaksi berjalan," kata Yati. Bank Indonesia, kata Yati juga akan terus mencermati perkembangan global yang dapat memengaruhi prospek NPI.
Antara lain ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi, kecenderungan penerapan inward-oriented trade policy di sejumlah negara, dan kenaikan harga minyak dunia.
"Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dalam mendorong kelanjutan reformasi struktural," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement