HEADLINE: Adu Taktik Jokowi Vs Prabowo, Efektif Gaet Milenial hingga Emak-Emak?

Kemeja Jokowi hingga partai emak-emak ala Sandiaga, pasangan bakal capres dan cawapres berupaya memikat pemilih sejak pendaftaran di KPU.

oleh Luqman RimadiPutu Merta Surya PutraIka DefiantiLizsa Egeham diperbarui 11 Agu 2018, 00:05 WIB
Sejumlah penarik becak memakai topeng berjawah kedua pasangan Capres dan Cawapres, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga. di Pasar Gede.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta - Joko Widodo dan pasangannya, Ma'ruf Amin, mengenakan atasan berwarna putih saat mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat pagi, 10 Agustus 2018. Namun, ada yang tak biasa di kemeja yang digunakan Jokowi. Ada tulisan, "Bersih, Merakyat, Kerja Nyata" yang terpampang jelas di sana. 

Jokowi juga tampil kasual, dengan sepatu sneakers yang ia kenakan. 

Dalam orasinya, Jokowi meminta semua pihak sama-sama menjaga agar Pemilu 2019 berjalan baik dan lancar. Sebab, menurut dia, demokrasi adalah sebuah perayaan, momentum yang menggembirakan. 

"Demokrasi bukan perang, bukan permusuhan, tapi ajang adu gagasan," kata Jokowi di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (10/8/2018).

Pria asal Solo tersebut menekankan, sikap politik bukanlah alasan untuk memicu permusuhan, baik antarkelompok atau individu. "Jangan sampai karena perbedaan politik, kita bermusuhan. Permusuhan antar tetangga, tidak saling sapa antarkampung, sehingga kita kehilangan tali persaudaraan," kata Jokowi, yang memuji pasangan rival, Prabowo dan Sandiaga sebagai 'putra-putra terbaik bangsa'.

Soal kemeja yang menarik perhatian, politikus PDIP, Pramono Anung mengatakan Jokowi sendiri yang merancang desainnya. 

Pramono menambahkan, kemeja itu adalah cerminan dari apa yang telah dikerjakan Jokowi selama memimpin RI sejak 2014. 

Dengan kemeja itu, Jokowi juga berharap dapat mengambil hati pemilih pemula. "Ini kan era milenial, jadi baju itu harus menarik bagi siapa saja," ucap Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat sore. 

Pasangan Capres-cawapres, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin tiba di gedung KPU untuk melakukan pendaftaran di Jakarta, Jumat (10/8). Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres di Pilpres 2019. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Jokowi telah memutuskan untuk menggandeng Ma'ruf Amin, seorang ulama senior yang berusia 75 tahun. Pasangan tersebut dianggap merepresentasikan nasionalis-religius. Kubu pendukung mengaku tak merasa khawatir Jokowi-Ma'ruf Amin akan ditinggalkan para pemilih muda. 

"Jangan diartikan Pak Ma'ruf jadi cawapres, lantas yang muda pada kabur. Justru Pak Ma'ruf ini merupakan sosok yang menjadi contoh dan figur yang banyak digandrungi generasi muda," kata Wasekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Iman Ahmad saat dihubungi Liputan6.com.

Iman yakin, untuk meraup dukungan dari generasi muda, Jokowi mempunyai strategi yang akan dibahas tim khusus.

Senada, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga menilai, usia Ma'ruf yang telah menginjak 75 tahun tidak menjadi penghambat untuk meraup suara generasi muda. "Kalangan muda urusan tim yang masih muda-muda," jelas Menteri Perindustrian itu. 

Sementara, dalam hal perekonomian, Ma'ruf Amin mewacanakan pembangunan arus baru dalam sistem perekonomian di Indonesia: sistem ekonomi keumatan.

"Kenapa arus baru, karena arus lama itu membentuk konglomerat, menggunakan trickle down effect ternyata enggak netes-netes," ujar Ma'ruf di kantor PPP Jumat (10/8/2018).

Dalam arus baru itu, menurut Ma'ruf, bukan melemahkan yang kuat, tapi menguatkan yang lemah. Misalnya melalui redistribusi aset dan kemitraan antara konglomerat dengan masyarakat, dengan melibatkan koperasi bahkan pesantren. "Ada kemitraan antara yang kuat dan yang lemah," kata dia. 

Pria bergelar guru besar bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang menambahkan, Indonesia tidak boleh tergantung pada impor pangan seperti beras, jagung, gula, dan lain-lain. Alasannya, kata Ma'ruf, Indonesia masih memiliki sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) yang cukup.

Infografis Adu Amunisi Jokowi Vs Prabowo. (Liputan6.com/Abdillah)

Sementara itu, Prabowo yang datang ke KPU diarak para pendukungnya mengatakan, ia dan pasangannya, Sandiaga Uno akan fokus pada pembangunan ekonomi. 

"Kita ingin menghadirkan pemerintahan yang kuat yang fokus di kemandirian bangsa, membangun ekonomi," ujar Prabowo di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/8/2018).

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada kaum buruh yang telah mendukungnya maju kembali dalam Pilpres 2019. 

"Kaum buruh saya tidak akan lupa dengan kalian. Buruh yang pertama mencalonkan saya sebagai presiden. Saya ingat 1 Mei di Istora Senayan. Saudara yang mencalonkan saya sebelum partai saya sendiri. Terima kasih."

Sementara itu, Sandiaga Uno menyasar kalangan ibu-ibu dalam orasinya.  "Saat ini belum ada partai emak-emak, kita akan berjuang buat partai emak-emak," ujar dia. 

Ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengenakan bandana merah menyapa para pendukungnya usai mendaftarkan bakal calon pasangan Presiden dan wakil presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat (10/8).(Merdeka.com/Imam Buhori)

Sandi mengatakan, pihaknya akan mendukung perjuangan emak-emak dengan menciptakan harga yang stabil dan terjangkau.

Terkait isu kemandirian ekonomi, Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade mengatakan Prabowo-Sandiaga ingin agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang mandiri tanpa ketergantungan pihak asing.

"Bagaimana Indonesia bisa berdiri dengan kaki sendiri gitu. Dengan arti kata, benar-benar bukan kacung, jongos, tapi bangsa yang bisa berdiri sendiri tak diatur dengan bangsa lain," ucap Andre saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (10/8/2018).

Namun demikian, Andre menampik kalau Prabowo anti-asing. "Kita bukan anti-asing, kita siap bekerja sama dengan asing, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara. Itu prinsipnya," ucap dia.

Terkait kekhawatiran munculnya sentimen SARA di balik kebijakan kemandirian ekonomi, Andre menegaskan hal tersebut tidak akan terjadi.

"Pak Prabowo tidak pernah bicara SARA. Kemandirian ekonomi itu memanfaarkan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, tanpa perlu kita anti-China atau anti-asing. Ekonomi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia itu butuh perubahan," kata Andre.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:


Isu SARA Tak Lagi Produktif

banner grafis elektabilitas Jokowi Vs Prabowo (Liputan6.com/Abdillah)

Direktur Eksekutif Populi Center Usep S Ahyar menilai, slogan "Bersih, Merakyat, Kerja Nyata" merupakan upaya Jokowi menyampaikan pesan bahwa kata itu merupakan cerminan visi dan misi dirinya bila kembali terpilih. Jokowi juga ingin menyampaikan bahwa sebagai calon petahana, dia akan terus bekerja untuk rakyat.

Usep juga mengatakan, gaya kasual yang ditunjukkan Jokowi juga untuk menarik perhatian kaum milenial yang menyukai hal -hal baru.

"Bukan tidak mungkin ini akan menjadi model dan trendsetter. Bila kaum milenal menganggap ini menarik, ini tentu akan banyak diikuti anak muda," ucap dia. 

Sementara,  pengamat politik itu menyebut, gaya komunikasi Sandiaga Uno yang menyebut partainya sebagai partai enak-emak merupakan upaya untuk meraih perhatian kaum milenial.

"Kalau Sandiaga Uno, dia pakai gaya-gaya anak muda. Sekarang sedang populer 'the power of emak-emak'. Ini yang dimanfaatkan oleh dia untuk mendulang respons dari kaum milenial," ucap Usep.

Menurut dia, Sandiaga Uno merupakan tipikal politikus kekinian yang kerap menggunakan bahasa anak muda, yang walau kadang dianggap nyeleneh dan tidak pada tempatnya, namun justru mengundang atensi dari kaum milenial.

"Seperti di Jakarta, beliau punya program OK-OCE , yang saat menyebutnya itu dengan gaya yang khas. Itu menurut saya kelebihan Sandiaga. Dari sisi komunikasi, dia bisa dapat di anak muda," ucap Usep.

Menurut Usep, cara berkomunikasi Sandiaga ini dapat membuat kesan bahwa politik merupakan hal yang menarik dan menjauhkan dari kesan menjenuhkan.

"Ini menjauhkan kesan politik itu membosankan tua, makanya harus ada kreativitas baru yang membuat politik itu terkesan fun, bermanfaat, tidak hanya basa-basi. Ini yang ingin ditampilkan Sandiaga," ucap dia.

Tentu, untuk menjadi seorang politisi yang terkesan dekat dengan milenal, harus mengikuti apa yang menjadi tren saat itu. Sandiaga Uno menurut dia, menjadi salah satu politikus yang memahami tren dan apa yang sedang hangat di kalangan anak muda.

Sementara itu, Usep mengatakan, isu SARA dan sentimen terhadapi etnis tertentu dalam kampanye kemandirian ekonomi bisa saja terjadi di Pilpres 2019 ini.  

"Isu itu sudah kita udah mulai dijejali di medsos, dan itu udah sangat jelas. Anti-China pasti muncul. Itu  pasti akan digoreng semua untuk pemenangan," ucap Usep. 
 
Namun demikian, dia menilai isu tersebut dianggap tidak efektif bila sengaja digulirkan untuk memenangkan satu pasangan calon.  
 
"Ini tidak terlalu produktif , biar kita lebih cerdas lah, kedepankan prespektif mengenai soal bagaimana kita menangani soal ekonomi, soal politik dan sebagainya, karena ini masuknya bisa sebagai black champaign," ucap dia. 
 
Menurut dia, sejumlah tipe pemilih memang akan mudah terpengaruh terhadap jargon anti-asing. Akan tetapi efek yang ditimbulkan justru akan memperburuk citra pasangan calon yang diusung. 
 
"Tentu ini mudah menggaet pemilih irasional, mereka yang mudah percaya hoax. tapi ini tentu berbahaya bagi pasangan calon. Efektifnya, gunakan data dan kedepankan hasil riset. itu lebih baik," ucap Usep. 

 


Cawapres yang Mengerti Ekonomi

Jokowi-Ma'ruf Amin Vs Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (Liputan6.com/Triyasni)

Pengamat Politik dari Akar Rumput Strategic Consulting, Dimas Okky Nugroho menilai Prabowo dan Jokowi  mempunyai agenda besar yang tak jauh berbeda, yaitu soal kesejahteraan rakyat dan pembangunan ekonomi. Karena itu, baik Prabowo maupun Jokowi sama-sama memilih cawapres yang memahami persoalan ekonomi.

"Pak Prabowo memilih Sandiaga Uno, dia pengusaha dan juga ahli di bidang ekonomi, sementara Pak Jokowi, memilih Kiai Ma'ruf yang walau seorang ulama, namun beliau merupakan profesor bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah," ucap Dimas saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (10/8/2018).

Selain soal ekonomi, penunjukkan Ma'ruf Amin sebagai cawapres juga menjadi cara untuk menangkal isu SARA dan anti-ulama yang kerap dialamatkan kepada Jokowi sejak maju di Pilkada DKI Jakarta hingga di Pilpres 2014 lalu.

"Serangan hoaks politik yang seolah telah menjadi persepsi politik ini berpotensi dijadikan bahan kembali oleh kelompok-kelompok garis keras di berbagai basis suara Muslim di Indonesia," ucap dia.

Ma'ruf Amin merupakan ulama yang digandeng Jokowi untuk menjadi cawapres dalam Pemilihan Presiden 2019.

 

Dimas juga menilai pemilihan Ma'ruf Amin merupakan strategi Jokowi meraih dukungan pemilih muslim di di Pilpres maupun Pileg. "Selain itu tentunya secara ideal hendak mencegah pembelahan sosial akibat dijalankannya politik SARA dalam pemilu," kata dia.

Untuk mendekati pemilih muslim, Dimas memprediksi strategi yang dipilih Jokowi-Ma'ruf dengan membuat kebijakan peningkatan ekonomi umat yang memang menjadi fokus komunitas Muslim di daerah.

"Jokowi juga akan mengupayakan pendekatan terhadap simpul-simpul anak muda kreatif di berbagai kota, khususnya kota-kota yang menjadi 'hub' antara desa dan kota, dan antara berbagai daerah strategis," kata dia.

Dia menilai posisi Jokowi sebagai calon petahana dan presiden yang sedang menjabat akan cukup memberi keuntungan dalam menjalankan strategi yang lebih efektif. Antara lain, dengan menunjukkan prestasi dan hasil kerja berupa berbagai proyek infrastruktur yang dibangun selama masa pemerintahan Jokowi sebelumnya.

Sementara, di kubu Prabowo, Dimas menilai masalah yang mereka hadapi adalah seberapa mampu mendapatkan dorongan dari basis-basis sosial yang menjadi penentu politik dalam sejarah pemilu Indonesia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat berpamitan dengan Gubernur Anies Baswedan seusai menyampaikan surat pengunduran diri di Balai Kota, Jumat (10/8). Sandiaga memutuskan untuk menjadi Cawapres Prabowo Subianto. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dia mengatakan, basis pemilih Islam, baik itu NU dan Muhammadiyah, basis tradisional maupun urban, akan menjadi tantangan bagi pasangan ini.

"Selain tentunya sebagai dua calon yang berasal dari partai yang sama, sejauh mana mereka mampu meyakinkan konstituen partai koalisi lainnya agar secara yakin dapat menjadi mesin politik yang efektif bagi keduanya," kata dia.

Namun, Dimas mengatakan, Sandi juga punya kelebihan. "Dia cukup mampu mengambil perhatian kalangan muda yang dalam Pemilu 2019 nanti akan menjadi pemilih terbesar secara populasi," kata dia.

Soal program ekonomi yang diusung, Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct Indonesia), Ronny P Sasmita, mengaku kedua pasangan tentu memiliki kekuatan masing-masing yang bisa dijadikan senjata dalam kampanye nantinya.

Untuk pasangan Jokowi-KH Maaruf Amin, menurut Ronny, lebih mengindikasikan dalam masa pemerintahannya, jika terpilih nanti ingin menciptakan kestabilan politik.

"Bagi Jokowi, perekonomian hari ini sudah on the track dan memerlukan kedamaian politik untuk menjaganya, sehingga kehadiran Ma'ruf dianggap sebagai jawaban itu," kata Ronny kepada Liputan6.com, Jumat (10/8/2018).

Sementara dari pasangan Prabowo-Sandiaga, mengindikasikan akan melakukan reformasi kebijakan ekonomi. Itu karena, mereka menganggap, selama ini ekonomi Indonesia berada di jalan yang salah.

"Sehingga memilih wakil yang paham tentang ekonomi adalah pilihan yang sesuai dengan platform politik Prabowo," kata Ronny.

Dari sisi daya gedor ekonomi, menurut Ronny, kubu Jokowi mungkin akan berkurang. Yang ada hanya kelegaan atas prospek stabilitas politik bisa menenangkan pasar. Masalahnya, sampai saat ini pasar belum bisa diprediksi apakah puas dengan kestabilan politik cukup untuk menjaga investasi atau butuh terobosan baru.

Sementara itu, prospek ekonomi dari kubu Prabowo-Sandi, menurut Ronny, bisa jadi lebih kuat. Ini lebih karena kehadiran Sandiaga memiliki element of suprise dari Prabowo.

Pilpres 2019 Lebih Adem?

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK optimistis Pilpres 2019 kali ini akan lebih soft dan tidak ada gesekan tinggi. Hal tersebut disebabkan adanya sosok Ma'ruf Amin dan Sandiaga Salahuddin Uno yang menjadi calon wakil presiden.

JK menilai latar belakang keduanya, yang merupakan seorang ulama dan pengusaha, membuat mereka tidak bermain dengan cara "keras".

"Saya yakin pemilu ini akan soft. Ada ulama, ada pengusaha, biasanya tidak akan main keras. Saya yakin baik untuk bangsa kita," ucap JK di kantornya, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya