Rumah Adat Bayan Tak Goyah oleh Gempa Lombok 7 SR, Apa Rahasianya?

Penghuni rumah adat di Kampung Bayan, Lombok, adalah umat Islam Wetu Telu.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2018, 10:02 WIB
Seorang wanita berdoa di depan puing-puing bangunan di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (11/8). BNPB menyatakan gempa Lombok hingga saat ini telah menewaskan 387 orang. (AP Photo/ Firdia Lisnawati)

Liputan6.com, Mataram - Bangunan yang berdindingkan bambu yang dianyam serta atap ilalang, tampak masih kokoh berdiri. Padahal di perut bumi bangunan itu, telah terjadi pergerakan patahan berkekuatan 7 Skala Richter (SR).

Bahkan, gempa tektonik itu telah merusak 22.721 rumah sesuai data sementara dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Bangunan kokoh itu, rumah adat Bayan yang terletak di Kampung Adat Bayan, Kabupaten Lombok Utara yang berjarak sekitar 80 kilometer dari ibu kota provinsi. Bangunan itu berada dalam satu kompleks, di antaranya dikenal dengan nama Kampung Adat Bayan Timur.

Di Kampung Adat Bayan Timur, terdapat tiga beruga atau dikenal bale-bale sebagai tempat berkumpul untuk upacara adat dan dua lumbung padi. Di sekeliling kompleks itu, dipagari pagar bambu dan di sebelahnya berdiri sejumlah rumah adat yang berfungsi untuk tempat tinggal.

Namun, tidak sembarangan orang bisa memasukinya, terutama setelah gempa. Dalam kepercayaan masyarakat adat, harus ada pantangan tertentu untuk memasuki kompleks pemukiman yang juga dipagari bambu.

Warga adat Bayan yang menganut agama Islam Wetu Telu, sangat menghormati leluhur atau nenek moyangnya. Salah satunya terkait dengan rumah yang tidak hanya sebagai tempat tinggal namun juga memiliki nilai spiritual.

Membahas rumah adat itu berhubungan dengan gempa, menunjukkan bagaimana nenek moyangnya memahami atau menyadari bahwa mereka tinggal di tanah yang rawan gempa hingga bangunan terbuat dari bahan alami itu menjadi solusi dalam mengatasi bencana alam tersebut.

Demikian pula dengan Masjid Kuno Bayan di Kampung Adat Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), tetap berdiri tegak sama sekali tidak mengalami kerusakan yang berarti. Kecuali, pagar tembok terlihat berserakan dihempas gelombang gempa yang berlangsung terus menerus.

Masjid yang berdindingkan bambu dan beratapkan bambu ditutup ijuk itu, serta berpondasikan susunan rapi batu, berdiri kokoh di atas gundukan tanah seperti bukit kecil.

"Alhamdulillah tidak ada yang rusak," kata Raden Kertamaji, penjaga rumah adat dilansir Antara, Sabtu, 11 Agustus 2018. Yang rusak, hanya pagar tembok yang membatasi dengan jalan raya saja. "Ini pagar tembok sedang dibersihkan," katanya.

Masjid kuno Bayan itu telah masuk bagian dari situs bersejarah karena berdiri pada abad ke-17. Saat ini diperkirakan usianya telah lebih dari 300 tahun. Masjid kuno Bayan dihormati oleh pemeluk Agama Islam Wetu Telu.

Kecamatan Bayan dinilai salah satu gerbang masuknya Islam di Pulau Lombok. Di kecamatan inilah, Islam pertama kali diperkenalkan, dan Masjid Bayan Beleq merupakan masjid pertama yang berdiri di pulau ini.

 

 

 


Minta Bangunan Kayu

Seorang salat dekat sawah di Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (8/8). Gempa Lombok meluluhlantakkan rumah, pertokoan, tempat ibadah, dan bangunan lainnya. (SONNY TUMBELAKA/AFP)

Entah belajar dari rumah adat Bayan, warga korban gempa juga ingin mengikutinya dengan membangun rumah kayu. Warga Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, ingin dibuatkan rumah kayu agar tidak menjadi korban gempa bumi yang rawan terjadi di Pulau Lombok dan sekitarnya.

"Kalau seperti program kementerian, Rumah Tidak Layak Huni itu kita takut. Itu kan bangunan batu bata, yang ada di Bayan saja ambruk, baiknya rumah kayu saja," kata Suri, warga Desa Santong, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.

Bahkan, rumah yang terbuat dari struktur batu bata itu, tiang bangunannya ada yang menggunakan bambu. "Jadi bagaimana tidak ambruk, tiang bangunannya dari bambu," ujarnya.

Pantauan Antara, kondisi rumah yang masuk dalam proyek RTLH Kementerian PUPR di Kecamatan Bayan hampir sama dengan bangunan rumah warga biasanya, retak dan rawan roboh. Bahkan, ada yang sudah rata dengan atap bangunannya.

Terkait dengan upaya rekonstruksi pascagempa di Lombok, pemerintah menjanjikan akan memberi bantuan pembangunan rumah yang tahan gempa kepada masyarakat NTB yang terkena dampak gempa bumi.

"Ini bantuan, saya sudah bicara dengan pemkab yang menerima bantuan. Yang ingin bangun lagi, harus ikut konstruksi tahan gempa yang akan dipandu PUPR," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai rapat terbatas mengenai Penanganan Bencana Alam NTB di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat lalu.

Menurut Basuki, konstruksi rumah yang diharapkan tahan gempa harus dilakukan di kawasan rawan gempa. Untuk rumah yang mengalami rusak berat akan diberikan dana Rp 50 juta, sementara rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan mendapat Rp 10 juta.

Pengalaman membangun rumah tahan gempa, baik di Provinsi Aceh maupun DI Yogyakarta, akan menjadi acuan dalam tahap rekonstruksi di Lombok. Pembangunan akan memanfaatkan sistem swakelola, yaitu masyarakat bekerja sendiri dengan rancangan konstruksi rumah dari Kementerian PUPR.

Sisa bahan bangunan yang masih dapat dimanfaatkan akan digunakan untuk tambahan bahan pembangunan.

Kepala pelaksana BNPB NTB Muhammad Rum menyarankan warga yang terdampak gempa tektonik 6,4 Skala Richter (SR), untuk membangun rumah kayu. "Atapnya kan bisa menggunakan ijuk atau alang-alang," katanya.

Imbauan tersebut, kata dia, berdasarkan potensi ancaman bencana di daerah tersebut akan terus terjadi. Ia mencontohkan ada rumah di wilayah itu yang menggunakan dinding dari kayu, sama sekali tidak terdampak gempa.

Ia menyebutkan, rata-rata rumah yang ambruk itu, pondasinya buruk. "Sekali terkena guncangan, langsung ambruk," katanya.

Karena itu, pihaknya pernah meminta gambar bangunan kayu dan besaran biaya pembangunan dari salah satu puslitbang kantor pemerintahan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya