Brigade Orgil, Saat Batasan Orang Gila dan Waras Menjadi Tipis

Di tengah kegilaan, bukankah orang gila tidak tampak gila? Pesan ini yang dibawa sutradara dan penulis naskah Agus Noor.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 12 Agu 2018, 11:00 WIB
Para mahasiswa IKJ (duduk di kanan) dalam lakon Brigade Orgil.(Kayan Production/akon 'Brigade Orgil' panggung Indonesia Kita, Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta, Jumat (10/8/2018). (Kayan Production/Didi Mugitriman)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Kita mempersembahkan lakon terbarunya yang berjudul Brigade Orgil. Pementasan teater yang digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 10 dan 11 Agustus 2018 kemarin mendapat sambutan hangat dari penonton. Di tengah hiruk-pikuk dunia perpolitikan tanah air, menertawakan diri sendiri lewat menonton teater menjadi obat mujarab untuk sekadar mengendurkan otot-otot yang kaku.

Brigade Orgil merupakan kisah yang menceritakan sebuah negeri bernama Negeri Gilabeh. Di negeri tersebut muncul wabah aneh yang mencemaskan penduduknya. Semua orang mengalami kegilaan yang serupa, lalu mereka teringat sebuah ramalan yang mengatakan, pada suatu hari negeri ini akan datang wabah aneh yang membuat semua orang kehilangan kewarasan. Dan itu benar-benar terjadi hari ini.

 


Pesan Sutradara Agus Noor

Akbar, Cak Lontong, dan Bedu dalam Panggung Indonesia Kita lakon 'Berigade Orgil'. (Kayan Production/Didi Mugitriman)

Wabah kegilaan ini memuncak saat tidak ada orang pun yang ingin menjadi pemimpin di negeri ini. Kotak kosong menang, lalu dengan siasat yang rapi, seorang misterius ditetapkan sebagai pemimpin, yang baru diketahui belakangan bahwa pemimpin ini adalah orang yang benar-benar gila dan kabur dari rumah sakit.

Di tengah orang-orang gila, bukankah orang waras adalah orang gila itu sendiri, dengan kata lain di tengah kegilaan, bukankah orang gila tidak tampak gila? Mungkin pesan ini yang dibawa sutradara dan penulis naskah Agus Noor.

Lewat parodi ini penonton diajak untuk punya kesadaran lebih akan persoalan-persoalan sosial politik tanah air yang terjadi belakangan ini. Dengan mengusung budaya pop, pementasan parodi ini menjadi tampak menarik, memunculkan sebuah cara unik yang memperlihatkan kreativitas sebuah zaman. Budaya Pop pada akhirnya mampu mengemas sbuah ide menjadi lebih populer dan dapat diterima berbagai kalangan.

 


Kolaborasi Mahasiswa IKJ

Butet Kartaredjasa dan para pemain Brigade Orgil. (Kayan Production/Didi Mugitriman)

Inilah yang menjadi pembeda pementasan Indonesia Kita sebelumnya. Pada produksi ke-29 Indonesia Kita ini, ada kolaborasi unik dari mahasiswa Institut Kesenian Jakarta.  

Butet Kertaredjasa mengatakan, ajakan berproses bersama Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Kesenian Jakarta merupakan sebuah kehormatan. Kolaborasi ini bisa menjadikan panggung Indonesia Kita sebagai laboratorium kreatif, tempat berkumpulnya orang-orang hebat di bidang seni.

 

Simak juga video menarik berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya