Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Turki telah menyusun rencana aksi ekonomi untuk meredakan kekhawatiran investor. Aksi ekonomi itu akan dilakukan mulai Senin.
Menteri Keuangan Turki, Berat Albayrak mengumumkan rencana aksi ekonomi itu usai lira jatuh ke level terendah baru di perdagangan Asia.
Albayrak menuturkan, lira melemah sebagai serangan. Hal tersebut juga yang dikatakan Presiden Turki Tayyip Erdogan yang juga ayah mertuanya. Albayrak menuturkan, rencana tersebut sudah siap.
"Mulai Senin pagi dan seterusnya, institusi kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan akan berbagi pengumuman dengan pasar," kata Albayrak.
Baca Juga
Advertisement
Namun, dia tidak memberikan rincian tentang langkah-langkahnya. Albayrak menambahkan, rencana aksi ekonomi yang disiapkan untuk bank dan sektor ekonomi riil, termasuk usaha kecil hingga menengah yang paling berpengaruh oleh fluktuasi valuta asing.
"Kami akan ambil langkah yang diperlukan dengan bank dan pengawas perbankan dengan cara cepat," ujar dia seperti dikutip dari laman CNBC, Senin (13/8/2018).
Dia juga menepis anggapan kalau Turki mungkin campur tangan dalam rekening bank dengan uang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS). Hal tersebut tidak memungkinkan untuk menyita dan konversi deposito ke lira.
Lira jatuh ke posisi terendah baru 7,24 terhadap dolar Amerika Serikat di perdagangan Asia pada Senin pagi. Hal tersebut memangkas kerugian yang sebelumnya berada di posisi 6,86 per dolar AS.
Mata uang lira telah susut lebih dari 45 persen pada 2018. Hal itu sebagian besar atas kekhawatiran tentang pengaruh Erdogan terhadap ekonomi. Ini lantaran pernyataan untuk suku bunga lebih rendah dalam hadapi inflasi tinggi dan memburuknya hubungan dengan Amerika Serikat (AS).
Pada Jumat, lira jatuh 18 persen dan mengalami penurunan terbesar sejak 2001. Sebelumnya, Erdogan menantang para penentangnya mengenai suku bunga tinggi. Suku bunga tinggi hanya sebagai alat eksploitasi dan Turki tidak akan jatuh ke dalam perangkap ini.
Dalam wawancara dengan Hurriyet, Albayrak menuturkan, kebijakan anggaran penting untuk mendukung dan memperkuat kebijakan moneter bank sentral. "Kami akan memasuki periode yang kuat dalam hal kebijakan fiskal," ujar dia.
Erdogan yang sebut dirinya "musuh suku bunga" ingin kredit murah dari bank untuk dorong pertumbuhan. Akan tetapi, para investor khawatir ekonomi terlalu overheating.
Komentarnya tentang suku bunga dan pengangkatan menantu laki-lakinya sebagai menteri keuangan baru-baru ini meningkatkan persepsi kalau bank sentral tidak independen.
Pada Minggu saat berbicara kepada pendukungnya di Trabzon, Erdogan menepis anggapan Turki berada dalam krisis keuangan seperti yang terlihat di Asia pada dua dekade lalu.
"Penurunan lira adalah hasil plot dan tidak cerminkan fundamental ekonomi Turki," ujar dia.
Bank sentral menaikkan suku bunga untuk dukung lira dalam langkah darurat pada Mei 2018. Akan tetapi, tidak perketat kebijakan moneter pada pertemuan terakhirnya.
Erdogan mengulangi seruannya untuk jual dolar AS dan membeli lira sehingga topang mata uang. Selain itu, dia meminta pengusaha untuk tidak menimbun dolar AS.
Presiden Erdogan: Turki Jadi Target Perang Ekonomi AS dan Negara Lain
Sebelumnya, Presiden Recep Tayyip Erdogan, pada Sabtu, 11 Agustus 2018, mengatakan bahwa masalah-masalah ekonomi di negaranya disebabkan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara lain yang "melancarkan perang ekonomi" terhadap Turki.
Komentar itu datang dalam rangka menanggapi kejatuhan nilai mata uang Turki, lira, terhadap dolar AS menyusul diterapkannya sanksi dan tarif oleh Amerika pada sektor impor baja dan aluminium dalam dua pekan belakangan. Demikian seperti dikutip dari media Kanada Global News, pada Minggu, 12 Agustus 2018.
Dalam tajuk opini di New York Times yang dipublikasikan pada Jumat, 10 Agustus, Erdogan menulis, "Kegagalan untuk membatalkan tindakan sepihak (unilateralisme) dan sikap tidak hormat (dari AS) akan mengharuskan kami untuk mulai mencari kawan dan sekutu baru." Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Turki dan AS bertikai pekan lalu mengenai kegagalan Turki untuk membebaskan seorang pastor AS bernama Andrew Brunson dari tahanan rumah, sementara dia menunggu sidang atas dakwaan terorisme.
Brunson telah ditahan selama 20 bulan belakangan atas tuduhan dia mendukung kelompok-kelompok yang dianggap sebagai teroris oleh pemerintah Turki.
Sebagai balasan atas penolakan Turki untuk membebaskan Brunson dari tahanan rumah, AS menjatuhkan sanksi terhadap dua pejabat Turki.
Selain itu, Jumat, Presiden Donald Trump mengetwit bahwa dia menaikkan tarif atas impor baja dan aluminium dari Turki. Dia mencuit di Twitter, "Hubungan kami dengan Turki kurang baik saat ini."
Tarif bea impor atas aluminium Turki akan naik sampai 20 persen dan tarif baja akan naik sampai 50 persen, menurut Trump. Nilai mata uang Turki anjlok sekitar 40 persen dalam setahun terakhir.
Mata uang Turki, lira, mengalami kemerosotan paling besar dalam satu dasawarsa setelah presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat akan menaikkan tarif atas impor baja dan aluminium dari negara itu.
Trump mengumumkan hal itu dalam sebuah cuitan hari Jumat (10/8/2018). "Hubungan kami dengan Turki tidak baik saat ini!," kata Trump, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.
Hubungan kedua negara tegang sejak lama karena Amerika Serikat mendesak Turki untuk membebaskan pendeta Andrew Brunson, yang dikenai tahanan rumah dan menghadapi tuduhan melakukan kegiatan teroris di Turki.
Gedung Putih menepiskan tuduhan-tuduhan itu sebagai hal yang tidak berdasar dan menuduh Turki menjadikan Brunson sebagai sandera. Turki berencana mengadili pendeta asal AS itu.
Masalah pendeta Brunson itu mengakibatkan ambruknya nilai mata uang Turki karena para investor takut Amerika Serikat akan menjalankan sanksi-sanksi ekonomi.
Selama seminggu terakhir, mata uang lira mengalami tekanan kuat, dan ini diperparah oleh gagalnya pembicaraan diplomatik di Washington minggu ini.
Kesabaran Amerika Serikat menghadapi Turki agaknya telah berakhir, kata para pengamat.
"Kebanyakan pemain politik di Washington beranggapan bahwa menawarkan hadiah dan kompromi kepada Turki tidak akan berhasil, karena itu kini perlu dilakukan tindakan tegas," kata analis politik Atilla Yesilada dari Global Source Partners.
Nilai Lira jatuh 15 persen, sehingga sejak permulaan tahun ini, nilai itu telah anjlok 40 persen.
Presiden Turki berpidato di depan para pendukungnya di kota Bayburt.
"Kita tidak akan kalah dalam perang ekonomi ini," kata Erdogan hari Jumat. “Turki akan melawan para teroris ekonomi seperti kami melawan komplotan kudeta dua tahun yang lalu," tegasnya.
Presiden Turki itu menuduh negara-negara Barat berusaha menggulingkannya dengan menciptakan krisis keuangan, kendati telah gagal dalam melancarkan kudeta pada 2016 itu.
"Sejumlah negara telah bertindak keliru dengan melindungi para pelaksana kudeta itu, dan hubungan kami dengan negara-negara seperti ini telah mencapai tahapan yang tidak bisa diselamatkan lagi," ucap Erdogan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement