Pelemahan Rupiah Bikin Investasi Turun di Kuartal II 2018

BKPM mendukung langkah Bank Indonesia untuk kembali menaikkan kembali suku bunga acuan.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Agu 2018, 14:00 WIB
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Realisasi investasi di kuartal II 2018 mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya. Jika pada kuartal I 2018, investasi tercatat sebesar Rp 185,3 triliun, pada kuartal II hanya Rp 176,3 triliun atau turun 4,9 persen.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, penurunan ini akibat gejolak rupiah yang terjadi belakangan ini serta masuknya tahun politik. Hal ini yang membuat para investor menahan diri untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Ini sikap wait and see yang terjadi memasuki tahun politik diamplifikasikan dengan gejokak rupiah dan pasar modal dunia khususnya di negara berkembang," ujar dia di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (14/8/2018).

Namun demikian, lanjut Thomas, hal ini hanya bersifat sementara. Dia meyakini jika rupiah sudah kembali stabil, maka investor akan kembali gencar berinvestasi di Indonesia.

"Tapi saya cukup percaya diri ini hanya penundaan, hanya menunda. Berdampak signifikan di jangka pendek seperti kuartal ke kuartal. Makanya stabilitas rupiah ini penting. Kalau tidak stabil, mereka akan tunda terus sampai rupiah stabil pada ekuilibrium baru," kata dia.

Agar rupiah segera stabil, kata Thomas, maka BKPM mendukung langkah Bank Indonesia untuk kembali menaikkan kembali suku bunga acuannya. Hal tersebut. dinilai sangat diperlukan di tengah kondisi global dan internal seperti saat ini.‎‎

"Kami sangat mendukung langkah BI untuk menaikan suku bunga dan memperketat likuiditas guna menstabilkan rupiah. Kecuali kita bisa yakinkan pasar dan investor bahwa rupiah telah mencapai ekuilibrium baru. Karena kecenderungan investor untuk menunda itu kuat sekali," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS, Daya Beli Masyarakat Bakal Tergerus

Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah tajam. Bahkan rupiah saat ini berada di level 14.614 per dolar AS.

Pengamat Ekonomi ‎Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan, ‎anjloknya rupiah akan berdampak pada inflasi akan naik dikontribusikan dari bahan pangan dan BBM nonsubsidi karena pengaruh biaya impor yang bengkak. 

"Ini bisa gerus daya beli masyarakat," ujar dia di Jakarta, Senin (13/8/2018). 

Kemudian, pelemahan ini juga menimbulkan potensi gagal bayar utang luar negeri swasta. Terlebih masih ada pihak swasta yang belum melakukan lindung nilai (hedging) terhadap utang luar negerinya.

"Saat ini, tidak semua utang swasta di-hedging maka sangat sensitif ke selisih kurs," kata dia.

Dampak lagi dari depresiasi nilai tukar rupiah ini yaitu terhadap industri manufaktur. Hal itu akan membuat industri menahan ekspansinya naiknya biaya bahan baku dan barang modal yang masih diimpor.

"Ongkos logistik juga semakin mahal karena 90 persen kapal untuk ekspor impor pakai kapal asing yang hanya terima valas," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya