Liputan6.com, Jakarta Ekonom memprediksi Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, dari 5,25 persen menjadi 5,5 persen. Hal ini seiring tambahan tekanan terhadap nilai tukar rupiah imbas dari krisis Turki.
"Sehingga mau tidak mau BI harus menaikan suku bunga dari 5,25 persen ke 5,5 persen persen, karena tambahan beban (untuk rupiah)," jelas Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, Bank Indonesia sudah seharusnya menaikkan suku bunga sebagai upaya untuk menjaga stabilitas rupiah. "Untuk langkah preventif tentu BI harus menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin," kata dia.
"Tadinya kita hanya hanya hadapi kenaikan suku bunga acuan The Fed dan trade war, tapi sekarang ditambah Turki," lanjut Tony.
Dia pun memprediksi bahwa ke depan, rupiah bakal sulit untuk menguat kembali ke kisaran Rp 13.000. Sebab tantangan perekonomian yang menekan rupiah makin banyak.
"Sudah susah ke Rp 13.000-an. Ada trade war, ada kenaikan harga minyak. Ada kenaikan suku bunga acuan The Fed, itu yang membuat tekanan semakin besar ke rupiah," ujarnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
BI dan Kemenkeu Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Gejolak Ekonomi Turki
Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah mengantisipasi gejolak ekonomi yang terjadi Turki seiring terpuruknya kurs Lira terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Langkah persiapan agar krisis Turki tak berimbas serius ke perekonomian Indonesia.
Legislator Golkar itu mengaku was-was karena penurunan kurs lira Turki (TRY) sudah berimbas ke Rupiah. Bahkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sudah menembus 14.656. Gejolak ekonomi di Turki dan devaluasi Lira telah berefek ke mata uang lainnya termasuk Rupiah.
Sebab itu, dia meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyiapkan langkah-langkah antisipatif guna meningkatkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar.
“Mengingat melemahnya nilai tukar dolar berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya harga komoditas,” ujar dia di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Pengusaha ini juga meminta BI menjaga stabilitas keuangan negara. Hal yang harus diperhatikan adalah kelancaran pembayaran utang negara dan bunganya yang bertambah akibat devaluasi rupiah.
Selain itu, dia mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong ekspor barang dan jasa untuk meningkatkan nilai tukar Rupiah.
Yang tak kalah penting adalah perlunya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggenjot kinerja dalam menarik investasi dan mempermudah layanan bagi investor.
“Lakukan perbaikan layanan investasi dengan mempermudah penanaman modal sehingga dapat menarik minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia,” cetusnya.
Advertisement